Limbah ayam seperti usus dan ceker yang selalu menyemburkan bau tak sedap jangan keburu dianggap tak bernilai. Novayanti Rahman, 50 tahun, yang sehari-hari bekerja sebagai wartawan salah satu koran di Surabaya bisa memanfaatkan limbah tersebut. Meski masih sebatas usaha sampingan, Ia mampu meraup omset belasan juta rupiah sebulan dari usaha kripik usus dan ceker ayam.
Gurih, renyah, dan bikin ketagihan. Itulah keripik ceker. Keripik dari bahan baku kaki ayam ini memang memerlukan bahan baku cukup banyak. Sepuluh kilogram (kg) ceker basah hanya menghasilkan satu kg ceker kering. Dengan harga Rp 110.000 per kg, produsen bisa mencetak omzet Rp 28 juta per bulan.
Di sela-sela kesibukannya memburu berita, Novayanti memanfaatkan kepiawaiannya berinteraksi dengan orang lain untuk memasarkan camilan produksinya yang diberi merk UsAY dan CeKam, merupakan akronim dari usus ayam dan ceker ayam.
Kripik dari usus dan ceker ayam memang belum terlalu populer di tengah masyarakat. Namun bagi mereka yang telah sempat mencicipi mengakui bahwa keripik ini rasanya gurih dan renyah sehingga banyak orang yang ketagihan. Kripik ini biasanya menjadi tambahan berbagai hidangan seperti sop, semur, dan bakso.
Untuk memproduksi kripik berbahan usus dan ceker ayam ini sangat mudah. Usus mentah dari ayam direndam air, setelah dicampur cuka. Tujuannya, untuk menghilangkan bau amis. Setelah dibersihkan, dicampur bumbu-bumbu dari bawang putih dan adonan tepung. Kemudian digoreng hingga kering. Sedangkan ceker dimulai dengan pemisahan kulit dari tulangnya lalu direndam dalam air kapur selama 10 menit untuk menghilangkan lendirnya.
Kelebihan UsAy dan CeKam dibanding produk lain yang telah beredar di pasaran adalah rasanya orisinil. Karena semua bumbu direbus bersamaan dengan usus. Setelah itu digoreng.
Ketebalan plastik kemasan, merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian untuk menjaga kualitas. Desain kemasannya cukup menarik dengan warna dominan orange. Visual grafis yang terkesan jenaka pada kemasan untuk memikat konsumen.
Harganya mulai Rp8.000 per bungkus untuk ukuran 100 gram, Rp20.000 per 250 gram dan Rp80.000 untuk kemasan 1 kg. Sedangkan keripik dari ceker dipatok seharga Rp120.000 per kg. Dalam sebulan, Novayanti meraup omset lebih dari Rp10 juta dengan margin keuntungan sekitar 15% – 25%.
Dalam memasarkan hasil produksinya, Novayanti mengandalkan teknologi internet melalui jejaring sosial seperti facebook, twitter, blog dan blackberry messenger.
Menurutnya, modal awal mengembangkan usahanya relatif sedikit. Karena memanfaatkan alat-alat rumah tangga. Seperti ember untuk merendam, penggorengan dan tempayan untuk menyaring. Sedangkan untuk membeli bahan baku sekitar Rp2 juta. Misalnya usus ayam mentah 15 kg dan packaging. Sedangkan ceker harganya Rp5.500 – Rp Rp10.000 per kg. Setelah bisnisnya berkembang, kini alumni Fisip Universitas Wijaya Kusuma Surabaya ini membutuhkan usus mentah sebanyak 80-90 kg per hari.
Kunci sukses bisnis ini terletak pada kualitas produk. Kemasan yang menarik serta citarasa yang disukai konsumen. Dengan begitu loyalitas konsumen akan terbangun dengan sendirinya dan penjualan produkpun akan senantiasa bertumbuh.
Pengusaha keripik ceker lain adalah Teguh Satrio Wibowo yang berprofesi sebagai pemotong ayam negeri di Malang, Jawa Timur sejak 2009. Mulanya Teguh hanya menjual ceker dan kepala ayam yang tak terjual di pasar. Ia menjualnya kepada pembudidaya lele untuk pakan lele.
Rubiyanti bisa mendapatkan ceker Rp 8.000 sampai Rp 10.000 per kg. Sedangkan Teguh memasok ceker dengan harga Rp 5.500 per kg dari pasar di Malang. Rubiyanti membagi keripiknya ini menjadi dua jenis, yakni keripik mentah di harga Rp 100.000 per kg dan keripik matang Rp 110.000 per kg. Teguh menjual keripik ceker dengan harga Rp 120.000 per kg. Jika diambil untung 25% dari harga jual, maka dalam sepekan memperoleh omzet Rp 5 juta- Rp 7 juta. (bs-din)