
Jakarta, Ketika seorang wanita memasuki usia tua, gejala menopause bisa datang menyertai termasuk di antaranya adalah sensasi seperti terbakar di kulit (hot flash) akibat ketidakseimbangan hormon. Kondisi ini berbeda-beda untuk tiap individu dan pada beberapa kasus rasa sakit yang ditimbulkan bahkan bisa sampai membuat pingsan.
Untuk mengatasinya ada cara yang bisa dilakukan yaitu dengan mengikuti terapi akupunktur. Dijelaskan oleh dr Hafiz Fizalia akupunktur bisa membantu gejala menopause karena prosedur penusukan jarum terbukti mampu menstimulasi pelepasan hormon-hormon tertentu yang mampu mengurangi rasa sakit.
“Cara akupunktur itu melalui mekanisme saraf sentral di otak, segmental di sumsum tulang, dan perifer di daerah penusukan. Ketika kita tusuk artinya kita merangsang trauma mikro dan dari situ akan keluar histamin, endorfin, dan zat-zat baik lainnya,” ujar dr Hafiz, dikutip detikHealth, Jumat (1/4/2016).
“Hot flush itu biasanya memang problem yang sangat mengganggu karena bisa membuat seperti terbakar di wajah akibat hormon esterogen. Ketika sudah menopause dan hormon esterogen turun, dengan akupuntur kita bisa merangsang sistem produksi esterogen yang lain,” lanjut dokter Hafiz yang kini tengah menyelesaikan tahun terakhirnya di pendidikan spesialis akupunktur Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).
Terkait hal tersebut para peneliti dari Itali dalam Journal of Clinical Oncology baru-baru ini juga mendapatkan kesimpulan yang sama. Mereka melihat bahwa pada wanita yang sedang menjalani terapi untuk kanker payudara, akupunktur punya dampak yang bagus mengatasi hot flash.
Diketahui hot flash pada wanita dengan kanker payudara bisa berlangsung lebih lama dan intens. Terlebih lagi bagi beberapa pasien kanker pengobatan hormonal untuk hot flash mungkin tak bisa diberikan karena kondisinya.
“Wanita dengan kanker payudara perlu tahu bahwa akupunktur berbarengan dengan terapi diri lainnya, dilakukan setidaknya selama tiga bulan dapat memperbaiki gejala hot flash dan kualitas hidup mereka secara keseluruhan,” pungkas pemimpin studi Giorgia Razzini. (detikHealth)