Inspirasimakassar.com:
Pelantikan raja, merupakan sebuah perjalanan pemerintahan yang tidak pernah berakhir. Dia berjalan dan terus bergerak. Pelantikan Raja Negeri Siri Sori Isam misalnya. Dibalik pelantikan raja, tidak sekadar mendapatkan orang baru dengan semangat baru, melainkan pula ada tekad dan perjalanan baru. Makanya, sangat terasa, disetiap pelantikan di Kecamatan Saparua Timur, Maluku Tengah ini, masyarakat negeri ini, baik di dalam maupun luar negeri ingin menyaksikan sendiri proses pelantikan Upu Latu Sahusiwa tersebut!!
Selain untuk menyaksikan dengan mata kepala sendiri prosesi pelantikan raja, juga menjalin dan mempererat hubungan kerahiman antarorang basudara. Apalagi, mereka tau, tanah asalnya itu, adalah relief nyata, sekaligus memiliki nilai-nilai historis. Dimana, tuhan telah mengkodratkan negeri dan masyarakatnya, dengan keunggulan yang sukar terpadani.
Terlihat, sebelum dan sesudah pelantikan H.Eddy Pattisahusiwa, SE sebagai raja definitif, menggantikan Muh.Afandy Wattiheluw,S.STP,M.Si oleh Bupati Maluku Tengah, Abua Tuasikal, di Negeri Siri Soi Islam, Sabtu, 27 Januari 2018. Dihadiri Gubernur Maluku, Said Assagaf, Wakil Ketua dan anggota DPD RI Nono Sampono dan Ana Latuconsina, Bupati Buru Ramli Umasugi, Bupati Seram Bagian Timur Mukti Keliobas, staf ahli Menteri Kesehatan RI Roby Pattiselano, Sekda Maluku Hamin Bin Thahir, Ketua Komisi A DPRD Maluku Melkias Frans. Termasuk perwakilan masyarakat Hutumuri, Waai, Haria, Siri Sori Amalatu, Ouw, dan Ulath.
Setelah pelantikan, anak pasangan H. Abdul Karim Pattisahusiwa dan Hj.Maemuna Ely ini akan terjun ke medan laga yang dahsyat. “Perang” memenangkan hati nurani. Aspirasi, dan perasaan masyarakat. Masyarakat berkeinginan, raja yang baru menghadirkan pemerintahan yang lebih baik. Pemerintahan yang hebat. Pemerintahan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat. Hadirkan pemerintahan bagi semua. Sebab, pemerintahan itu, tidak boleh melayani dirinya sendiri, kelompok tertentu, apalagi marga tertentu.
Jika raja melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar, maka dia dapat mengambil peran sejarah, sekecil apapun peran itu. Tugas itu dilihat dari sebagai bagian atau serpihan kecil, dalam bingkai perubahan besar dan mendasar. Perubahan menuju Negeri Siri Sori Islam yang lebih adil dan demokratis. Inilah, merupakan benih perjuangan seorang raja yang disemai ke generasi berikutnya.
Di sisi lain, masyarakat juga diharapkan mengambil peran, dan selalu menyuarakan apa yang diyakini benar. Pola pandang yang sifatnya dialektik, diubah menjadi cara pandang yang sinergis, atau mempersatukan.
Mengapa? Ya, karena jabatan raja membutuhkan integritas. Keikhlasan, dan visi. Memegang jabatan itu, ada ujian demi ujian yang akan dihadapi. Nilainya, akan ditentukan pada keberanian mengambil keputusan. Makanya, raja harus mempertimbangkan segala sesuatu secara rasional dan obyektif. Tentunya, setelah mendapat masukan dari berbagai elemen masyarakat.
Sebelum memutuskan sebuah masalah, harus dipertimbangkan masak-masak. Rasional dan obyektif. Tanyalah pada hati nurani dan hati kecil. Itulah intuisi. Tetapi kalau ragu-ragu, kembalikanlah kepada tuhan. Putuskan atas nama-Nya.
Pola kepemimpinan yang sebaiknya diterapkan raja, adalah kepemimpinan partisipatif. Intinya, bagaimana semua komponen negeri dilibatkan. Masyarakat dimotivasi menjadi peran utama, dalam setiap gerakan kegiatan. Sehingga mereka merasa memiliki, sebagai awal lahirnya tanggungjawab. Ini dapat terwujud, jika bertumpu pada sikap saling pengertian yang dibangun oleh semangat dialog dan komunikasi yang intensif.
Makanya, raja setidaknya memiliki tiga elemen pokok. Yakni, jeli melihat prospek, mampu mengolah informasi menjadi berguna, sekaligus memiliki daya sentuh insaniah yang kenyal. Dan, yang paling penting, penghormatan seorang raja adalah, mampu menghormati masyarakatnya. Sikap seperti inilah, akan membangkitkan kembali rasa bangga dan kepercayaan memiliki raja. Inilah, salah satu kunci menggerakan roda pemerintahan di Negeri Siri Sori Islam.
Karena itu, sebaiknya, pemerintahan di negeri ini, tidak usah muluk-muluk merencanakan dan melaksanakan program. Karena yang paling pokok adalah, membangun perasaan masyarakat. Bangunlah perasaannya. Jika berhasil, maka itu merupakan monument dan penghargaan abadi, hingga generasi mendatang.
Dengan demikian, berbagai pengalaman yang dimiliki raja saat ini, sebaiknya dirajut sebagai kekuatan berpikir dan bertindak. Pengalaman hidup yang menempanya itulah, harus dipadukan dengan kedalaman anutan hidup pendahulunya. Seperti yang pernah dilakukan almarhum, Raja Abdul Karim Pattisahusiwa. Saat itu, hubungan kekeluargaan demikian akrab. Begitu juga dengan masyarakat. Inilah benang merah pertama yang harus direntangkan kembali Eddy Pattisahusiwa, guna memulihkan kepercayaan diri dan kebanggaan pada negeri.
Apalagi, kehadirannya memimpin Negeri Siri Sori Islam, adalah amanah. Makanya, suami dari Hj.Awies Haeriah dan ayah tiga orang anak dan tiga cucu ini harus banyak mendengar, harus memiliki integritas. Memanej roda pemerintahan. Mencari informasi dari bawah. Dan, yang lebih penting lagi, membangkitkan harga diri masyarakat.
Jika sebelumnya dia hanya mau didengar, maka sikap itu harus diperangi. Seharusnya menjadi pendengar yang lebih arief. Sebab, pemimpin itu selalu lahir dari sikap dan kesediaannya mendengarkan. Bukan untuk didengarkan.
Karena jabatan raja itu sangat disakralkan, makanya, jangan dijalaninya dengan gaya dan karakter apa adanya. Melainkan menjalaninya dengan mata hati. Sehingga dalam banyak hal, raja mengedepankan daya insaniah, dengan mengutamakan kecerdasan emosional, dan kesecerdasan perasaan. JIka itu dilakukan Eddy Pattisahusiwa, maka Negeri Siri Sori Islam disegani, sekaligus menjadi barometer bagi negeri-negeri lainnya bukan saja di pulau Saparua, melainkan di Maluku.
Said Assagaf berharap, agar bendahara Umum HMI ahun 1972 -1977 itu menjadi upulatu yang adil, amanah, mengayomi, serta menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat Siri Sori Islam. Eddy juga menjaga, merawat nilai budaya, dan kearifan lokal yang telah digagas para leluhur, sera menghidupkan nilai-nilai sejarah. Dia juga menitipkan tiga mandat kepada raja baru, yakni mandat yang diatur oleh undang-undang dan perturan pemerintah, mandat masyarakat adat, serta mandat dari Allah SWT.
Disisi lain, kandidat gubernur periode kedua ini ini juga mengajak seluruh masyarakat Siri Sori Islam menjadikan nilai adat sebagai modal sosial kultural dalam bertransformasi karakter masyarakat dari budaya bakalai ke budaya bakubae, talamburang ke budaya kalesang, makan puji ke budaya rendah hati, kewel ke budaya kerja, budaya ke budaya wirausaha, baku kuku ke budaya baku kele, sopi ke budaya kopi, parlente ke budaya jujur, galojo ke budaya baku bage, padede atau balagu ke budaya arika. Harapan gubernur dimaksudkan untuk membangun Maluku yang lebih baik, lebih aman, sejahtera religius, berkualitas, demokratis dijiwai semangat siwalima berbasis kepulauan secara berkelanjutan.
Sementara itu, Abua Tuasikal menyebutankan, pelantikan raja kali ini membuktikan masyarakat negeri Siri Sori Islam sudah matang dan cerdas dalam berdemokrasi. Terlihat dari proses penetapan, musyawarah mata rumah, serta kerjasama masyarakat dalam memastikan pelantikan yang dilakukan secara transpran dan sesuai tatanan adat.
Seperti Said, Abua juga meminta alumni Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran Bandung itu untuk menempatkan diri sebagai pemimpin yang adil, arif dan bijaksana bagi seluruh masyarakat. Bupati dua periode ini meminta pemberdayaan potensi ekonomi, melalui kondisi sumber daya lokal guna menciptakan perbaikan hidup bersama. Misalnya, pengelolaan ADD dan dana desa, untuk mengerahkan potensi yang ada, dengan sebaik-baiknya. (din pattisahusiwa)