J.Salusu (kiri) dan Hamdan Zoelva dalam ujian promosi doktor di Fakultas Hukum Unhas (Foto:MDA)

Satu demi satu maha guru Universitas Hasanuddin pergi. Ada yang karena penyakit yang lagi mewabah dan dideritanya, juga karena kian uzurnya mereka. Terakhir, 31 Maret 2021 sore, Prof.Dr.Emeritus Jonathan Salusu, M.A. berpulang. Mantan Rektor Universitas Kristen Indonesia Paulus (UKIP) Makassar itu menghembuskan napasnya yang terakhir di RS Siloam, Makassar.

Jenazah pria kelahiran Rantapao Tana Toraja, 26 April 1935 tersebut setelah disemayamkan di Jl.Sunu, Makassar, dibawa dan dimakamkan di Tallunglipu, Tana Toraja. Dia termasuk salah seorang intelektual utama, dari daerah tujuan utama wisata Indonesia tersebut.
J.Salusu, menamatkan pendidikan pada Jurusan Hubungan Internasional UGM Yogyakarta (1962), kemudian melanjutkan pendidikan ke bidang “International Studies” di American University dan meraih gelar “Master of Arts” (M.A.) pada tahun 1973.

Tiga belas tahun kemudian, 1986, setelah melewati kesibukan dalam pekerjaan administraif pembangunan kampus Unhas Tamalanrea, almarhum meraih gelar doktor dalam Bidang Administrasi. Di bawah promotor Dr. Sondang. P.Siagian, MPA, Salusu lulus doktor dengan yudisium ”cum laude”, suatu pestasi yang langka dicapai seorang promovendus pada masa itu.
Sebelum diangkat sebagai dosen di Unhas, Salusu sebenarnya sudah diangkat sebagai asisten, dan dosen di almamaternya, UGM, begitu dia tamat. Namun dia memilih kembali ke Sulawesi Selatan bertepatan juga Fakultas Ilmu Sosial Politik baru berdiri 1 Februari 1961, gabungan dari Fakultas Tatapraja Universitas 17 Agustus pimpinan Mr.Tjiang Kok Tjiang. Salusu pun didaulat menjabat Pembantu Dekan II (1962-1963).
Hanya setahun Salusu menjabat Pembantu Dekan II, kemudian beralih menjabat Pembantu Dekan I (1963-1966). Empat tahun kemudian, dia menjabat Dekan Fakultas Ilmu Sosial Politik (1970-1971). Dia berhenti menjabat dekan, karena lebih memilih melanjutkan pendidikan ke Amerika Serikat dan kembali pada tahun 1973.
Baru setahun kembali ke Indonesia, Prof.Dr.A.Amiruddin (alm.) yang menggantikan Prof.Dr.Abdul Hafid sebagai Rektor Unhas pada tahun 1973, menarik Salusu menjabat Pembantu Rektor II Unhas (1974-1978). Pada periode pertama Amiruddin memimpin Unhas, para pembantu rektor-nya didistribusi berdasarkan etnik.

Dokter R.Hardjoeno (dari suku Jawa, sebagai Pembantu Rektor I Bidang Akademik), Drs.J.Salusu, M.A. (dari Toraja, sebagai Pembantu Rektor II Bidang Administrasi Umum), dan suku Bugis dipilih dosen yang masih muda dan kerap dikira mahasiswa, Kadir Sanusi, S.H. sebagai Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan,
“Soalnya, ada semacam tradisi yang berlaku di Unhas, Pembantu Rektor melulu berasal dari etnis Bugis-Makassar. Amiruddin tidak menyukai tradisi seperti itu. Ia mencegah Unhas terjebak dalam masalah primordial. Bukan Amiruddin kalau tak mau mengubah kebiasaan tersebut,” kata Salusu dalam perbincangan dengan saya pada tahun 2007 untuk penulisan buku “Maha Guru di Mata para Guru”.
Kepada saya, Salusu bercerita, susunan pembantu rektor ini, mengundang reaksi yang mengalir ke Pak Amir (sapaan Prof. Amiruddin). Protes datang dari para mahasiswa. Mereka membawa-bawa nama organisasi mahasiswa Islam, HMI.
“Saya tahu, Pak Amir tidak bisa digertak. Apalagi membawa-bawa embel-embel organisasi tersebut. Saya tahu, alamat protes itu kepada saya. Tetapi, itu bukan urusan saya menanggapinya. Tokh saya yakin dan percaya Pak Amir mampu menghadapi dan mengatasinya,” kenang Salusu waktu diwawancarai.
Menanggapi reaksi para mahasiswa, Pak Amir menanggapinya dengan lugas dan tegas.
‘’Jangan bicara HMI kepada saya. Saya jadi Ketua HMI di Bandung, ketika banyak orang takut menjadi anggota HMI,’’ kata Pak Amir tenang, tetapi mengandung ketegasan seperti yang saya tulis di dalam buku yang disponsori PT Inco (Vale) dan PT Semen Tonasa dan diterbitkan “Identitas” Unhas tersebut.
Salusu maklum benar, Pak Amir orangnya konsekuen, tegas, disiplin, dan inovatif. Dalam hal-hal tertentu, Pak Amir memperlihatkan watak kerasnya. Sekeras atom yang menjadi kepakarannya.

Bayar Gaji via Bank

Pihak Bank BNI sebenarnya harus banyak berterima kasih kepada Unhas, khususnya kepada Drs.J.Salusu, M.A. Sebab, segera setelah dilantik sebagai Pembantu Rektor II, usul pertama yang disampaikan kepada Pak Amir adalah memprakarsai pembayaran gaji dosen/pegawai Unhas melalui bank, yakni Bank Negara Indonesia (BNI) 1946 saat itu. “Mungkinkah Unhas membayar gaji melalui bank,” tanya Salusu yang disambut gembira oleh Prof. Amiruddin.
Meskipun dua petinggi Unhas menyetujui usul tersebut, tetapi memulainya tidak semudah membalik telapak tangan. Unhas pun menindaklanjuti rencana itu. Kontak dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pun dilakukan. Saran departemen, agar terlebih dahulu diadakan reorganisasi administrasi dari desentralisasi ke sentralisasi.

Salusu berpikir, kalau ini terjadi, bakal ada perombakan besar-besaran. Bendahara rutin yang jumlahnya 11, tersebar di seluruh fakultas dan perpustakaan pusat. Bayangkan saja, dari 11 kelak akan diciutkan menjadi satu orang saja.
Tahun 1974. Hitung bulan setelah Salusu dilantik sebagai Pembantu Rektor II, kesibukan luar biasa terjadi di Unhas. Menata organisasi seperti disarankan departemen. Membahas perubahan organisasi dari desentralisasi ke sentralisasi dengan melibatkan para pimpinan fakultas.
“Di sana kita menggodok penempatan karyawan dan pejabat administrasi. Itu terjadi siang dan malam. Jakarta menyarankan jangan sampai terjadi kekosongan administrasi. Jalan yang paling tepat ialah mendemisionerkan seluruh pegawai administrasi mulai Sabtu pukul 14.00 hingga Senin pukul 09.00. Ini berarti, selama 38 jam tidak seorang pun karyawan yang dibolehkan meneken surat-surat,,” papar Salusu.
Senin, setelah demisioner, semua karyawan dilantik sebagai karyawan Unhas. Mereka ditempatkan di fakultas dan perpustakaan. Bendahara Rutin tinggal satu. Ditempatkan di Kantor Pusat Unhas.
Rapat-rapat maraton berlangsung. Diawali rapat dengan Kantor Perbendaharaan Negara (KPN). Ternyata KPN menolak usul pembayaran gaji melalui bank.
‘’Apa ada peraturan yang melarang,’’ tanya Pak Amir.
‘’Tidak ada,’’ jawab salah seorang anggota KPN.
‘’Kalau begitu bisa,’’ kata Pak Amir.
Rapat kemudian dilanjutkan dengan BNI 1946 dilanjutkan ‘anjangsana’’ ke fakultas-fakultas. Sekalipun ada fakultas yang tidak setuju, tetapi sebagian besar tidak berkeberatan.
Kesibukan berikutnya melibatkan BNI 1946, yaitu mendesain formulir perintah dari rektor kepada BNI 1946 untuk memindahkan sejumlah uang dari rekening rektor ke dalam masing-masing rekening dosen/karyawan. Itu didahului pembukaan rekening masing-masing pegawai dan dosen pada BNI 1946 tanpa biaya pemegang rekening.
Untuk mengerjakan administrasi keuangan ini, siang malam semua mantan Bendahara dikumpulkan di Kantor Bendahara Unhas. Tugas mereka mengetik daftar gaji yang akan dikirim ke BNI 1946. Saat mendebarkan tiba. Beberapa hari sebelum tanggal 1 April 1975. Pihak BNI pun mengerahkan stafnya menyiapkan pembayaran gaji mulai 1 April sesuai rencana.
Pemandangan aneh dan lucu tentu muncul. Para dosen dan pegawai bagaikan ular mengantre di depan dua kantor BNI. Semuanya ingin tahu. Memang, sesudah hari pertama ada dosen yang datang menggerutu di ruang kerja saya. Namun, pada bulan berikutnya, tak ada lagi dosen yang menggerutu.
Beberapa bulan kemudian, Menteri Keuangan Ali Wardana berkunjung ke Unhas. Salusu melaporkan kepada beliau tentang pembayaran gaji melalui bank yang telah dirintis Unhas. Beliau terkejut, meski kemudian menyalut. Soalnya, Unhas yang pertama memulai pembayaran gaji pegawai melalui bank.
Berita ini didengar sejumlah universitas di Jawa dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Buntutnya, kantor Salusu sibuk menerima tamu dari berbagai universitas. Mereka ingin tahu, bagaimana langkah Rektor Unhas untuk tiba pada keputusan itu. Membayar gaji pegawai melalui bank.
Selepas menjabat Pembantu Rektor II, Salusi tetap dipakai oleh Amiruddin untuk menjabat Direktur Proyek Kampus Unhas selama 10 tahun (1978-1988). Di luar kampus, Salusu juga pernah menjadi Anggota Badan Pemerintah Harian (BPH) Propinsi Sulawesi Selatan.
Jabatannya sebagai Direktur Proyek Pembangunan Kampus Unhas Tamalanrea memberi kesempatan kepada Salusu mengenal banyak orang asing, termasuk mereka yang bekerja di Bank Dunia. Boleh jadi komunikasi dan relasi inilah yang mengantar Salusu ditarik bekerja Koordinator Proyek Persiapan Buku Departemen Pendidikan Nasional (Diknas) antara tahun 1993-1995. Tugasnya ini membawa Depdiknas menghasilkan sejumlah buku.
Setelah setahun meraih gelar doktor di Unhas, pada tahun 1987, Salusu diangkat sebagai guru besar Fisip Unhas dan menjabat Guru Besar Emeritus Unhas pada tahun 2005. Almarhum pun menjadi guru besar dan mengajar pada beberapa universitas, seperti Universitas Negeri Makassar (UNM), Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) LAN Makassar, Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Universitas Tadulako (Untad) Palu, dan Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura. Salusu pun pernah menjabat Rektor UKI Paulus Makassar, 1998-2006.
Kepakarannya di bidang Administrasi Strategik selalu membuat Salusu kerap terbang ke berbagai daerah di Indonesia. Yang paling sering adalah diundang menyajikan materi mengenai manajemen dalam berbagai Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) di STIA LAN Jakarta. Tidak hanya itu, juga berbicara di depan peserta Diklatpim Daerah Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Salusu juga pernah mencatat rekor pernah menyambangi 160 kota di dunia.
Ada kisah yang menarik dari senior saya, jurnalis “Kompas”, Kak M.Fahmy Myala, almarhum berkaitan dengan pembayaran gaji dosen/pegawai Unhas melalui bank ini. Sebelum diangkat sebagai wartawan “Kompas” yang definitif, Kak Fahmy adalah pegawai negeri sipil (PNS) di Unhas. Jabatannya, asisten dosen Prof.Dr.Mattulada, meskipun selama pengangkatannya tidak pernah sekali pun berdiri di depan kelas. Saat hendak berhenti sebagai PNS di Unhas, Kak Fahmy melapor ke Prof. Fachrudin, almarhum, Rektor Unhas saat itu.
Begitu berhenti jadi PNS, Kak Fahmy pun menarik semua gajinya yang tersimpan di BNI 1946 dan belum pernah diambil sebelumnya.
“Ya. Jumlahnya lumayan, Itulah yang saya pakai untuk menikah,” kenang Kak Fahmy yang meninggal dunia tahun 2015 kepada saya.
Tentu saja, yang berjasa atas penerimaan dan penyimpanan gaji melalui bank ini adalah mendiang Prof.Dr.J.Salusu, M.A. Sejatinya, almarhum pantas menerima penghargaan dari Bank BNI sebagai perintis pembayaran gaji dosen/karyawan perguruan tinggi di Indonesia. Karena rintisannya itulah kemudian kini seluruh perguruan tinggi memanfaatkan kerja sama kemitraan dengan bank dalam kaitan dengan urusan finansialnya.
Selamat jalan Sang Perintis!, (M.Dahlan Abubakar).

BAGIKAN
Berita sebelumyaMAPANCAS DORONG DUA KADERNYA DI MUSDA KNPI PAREPARE
Berita berikutnyaPKK Selayar Lomba di Hari Kesatuan Gerak PKK ke- 49
Wartawan kriminal dan politik harian Pedoman Rakyat Ujungpandang dan sejumlah harian di Kota Daeng Makassar, seperti Ujungpandang Ekspres (grup Fajar) dan Tempo. Saat ini menjadi pemimpin umum, pemimpin perusahaan, dan penanggungjawab majalah Inspirasi dan Website Inspirasimakassar.com. Sarjana pertanian yang juga Ketua Umum Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Al-Gazali--kini Universitas Islam Makassar ini menyelesaikan pendidikan SD di tanah kelahirannya Siri Sori Islam Saparua, SMP Negeri 2 Ambon, dan SPP-SPMA Negeri Ambon. Aktif di sejumlah organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di organisasi kedaerahan, bungsu dari tujuh bersaudara pasangan H Yahya Pattisahusiwa dan Hj.Saadia Tuhepaly ini beristrikan Ama Kaplale,SPT,MM dan memiliki dua orang anak masing-masing Syasa Diarani Yahma Pattisahusiwa dan Muh Fauzan Fahriyah Pattisahusiwa. Pernah diamanahkan sebagai Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Siri Sori Islam (IPPSSI) Makassar. Kini, Humas Kerukunan Warga Islam Maluku (KWIM) Pusat Makassar dan Wakil Sekjen Kerukunan Keluarga Maluku (KKM) Makassar.

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here