Tanggal 7 Februari lalu, saya mengunjungi Maluku Utara untuk ketiga kalinya. Tepat pukul 16.30 WIT, kapal penyeberangan, Ferri yang saya tumpangi mulai bergerak menuju Pelabuhan Rum di Kota Tidore Kepulauan. Saya  mengambil posisi di bagian buritan atas. Tujuannya, agar saya leluasa membidik pemandangan menarik.

Saya tertarik, bahkan terkagum kagum melihat gunung Gamalama. Kamera Nikon D710 pun saya siapkan. Sasaran bidikan saya hanya dua. Keindahan gung Gamalama dan perairan Ternate-Tidore. Hanya sekitar tiga kali, saya “mencuri” bidikan kearah perempuan yang sementara berselfi,menggunakan kamera seluler.

Sesekali perempuan perempuan berkerudung terbilang cantik itu  tersenyum melihat hasil selfi. Tak ketinggalan sejumlah orang tua. Dalam hati saya, mengapa mereka yang setiap waktu melintasi perairan Ternate- Tidore, tetapi mereka tetap membidik keindahan gunung yang meletus pertama tahun 1538 tersebut?  Entahlah.

Bidikan bidikan ke gunung yang namanya diambil dari kata Kie Gam Lamo, atau “negeri yang besar” ada tersebut kurang jelas. Tidak lain karena, puncak gunung diliputi gumpalan gumpalan awal. Ada yang tebal, ada pula tipis.

Penyeberangan ke Tidore terasa begitu cepat. Padahal saya tetap mencari sudut pandang yang tepat membidik gunung tinggi yang menjulang terlihat gagah berdiri seolah menguasai Pulau Ternate. Sejauh mata memandang, terlihat hamparan pepohonan yang terbentang membentuk balutan selimut hijau.

Pemotrena serupa saat saya balik dari Tidore menuju Ternate, pada Rabu 12 Februari 2020. Saya tetap penasaran untuk terus mengarahkan kamera ke Gamalama.

Dari Tidore ke Ternate, saya tetap memilih duduk di bagian belakang Feri. Kali ini, saya bersama dua kakak, Baharjan dan Jamadi, ditemani ponaan Basir Salatalohy dan cucu saya, Fink. Karena penarasan, usai makan siang di Rumah Makan  Al-Hikmah, di Jalan A.I.S Nasution, Ternate Tengah, kami mengambil arah utara mengelilingi bibir pantai.

Kami melewati sejumlah tempat wisata (nantinya akan dinarasikan secara besambung). Yang pasti, tepat pukul 16.00 WIT kami baru tiba di bandara Sultan Babullah. Setengah jam kemudian, menggunakan Sriwijaya, kami bertiga menuju Makassar. Dalam hati saya, sekali waktu akan ke Maluku Utara kembali. Insya Allah. (din pattisahusiwa..bersambung)

BAGIKAN
Berita sebelumyaKapolda Sulbar Hadiri Kajian Majelis Zikir At-Thahiriyah Annahdiyah di Kalukku
Berita berikutnyaMakassar Tuan Tumah Konferensi Internasional
Wartawan kriminal dan politik harian Pedoman Rakyat Ujungpandang dan sejumlah harian di Kota Daeng Makassar, seperti Ujungpandang Ekspres (grup Fajar) dan Tempo. Saat ini menjadi pemimpin umum, pemimpin perusahaan, dan penanggungjawab majalah Inspirasi dan Website Inspirasimakassar.com. Sarjana pertanian yang juga Ketua Umum Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Al-Gazali--kini Universitas Islam Makassar ini menyelesaikan pendidikan SD di tanah kelahirannya Siri Sori Islam Saparua, SMP Negeri 2 Ambon, dan SPP-SPMA Negeri Ambon. Aktif di sejumlah organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di organisasi kedaerahan, bungsu dari tujuh bersaudara pasangan H Yahya Pattisahusiwa dan Hj.Saadia Tuhepaly ini beristrikan Ama Kaplale,SPT,MM dan memiliki dua orang anak masing-masing Syasa Diarani Yahma Pattisahusiwa dan Muh Fauzan Fahriyah Pattisahusiwa. Pernah diamanahkan sebagai Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Siri Sori Islam (IPPSSI) Makassar. Kini, Humas Kerukunan Warga Islam Maluku (KWIM) Pusat Makassar dan Wakil Sekjen Kerukunan Keluarga Maluku (KKM) Makassar.

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here