kaca datar-4Mengolah sampah menjadi produk yang bermanfaat memerlukan ide yang inovatif dan kreatifitas tinggi. Untuk terjun dalam bisnis pengolahan barang bekas kemudian didaur ulang menjadi barang berguna adalah pekerjaan mulia dan ikut mendukung wacana “green world”. Ada banyak jenis sampah dan barang bekas yang bisa Anda manfaatkan, sebagai salah satu sumber penghasilan. Limbah atau produk bekas dari bahan kaca, misalnya. Anda tertarik?

Daur ulang adalah proses mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaan energi, mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca. Daur ulang juga dapat meminimalkan jumlah sampah, meningkatkan nilai ekonomis, sekaligus menjadi karya seni bernilai. Jika dikelola maksimal, menjadi karya seni bernilai ekonomi tinggi. Diantaranya, lampu hias, plakat, vas bunga, bingkai foto, hingga berbagai miniatur dan menara.

Banyak cara yang digunakan pengrajin untuk menyulap limbah kaca menjadi karya menarik dan unik. Tentu saja, proses pembuatan kerajinan ini memerlukan keahlian dan ketekunan yang jarang dimiliki orang lain. Tetapi, ada cara yang lebih mudah untuk membuat kerajinan dari kaca, yaitu membeli tempat bunga atau asbak yang terbuat dari tanah liat. Kemudian disekelilingnya bisa ditempelkan beling-beling kaca. Akan tampak cantik, jika berwarna warni. Tentunya, kerajinan tangan ini menjadi peluang bisnis cukup menggiurkan. Potensi inilah kemudian dilirik Rusmin Gustamin.

Pria asal Kota Parepare, Sulawesi Selatan, 27 tahun ini mulai menjajaki kerajinan tangan dari pecahan kaca sejak tahun 2012. Hanya saja tak bertahan lama. Dia berhenti, lantaran sesuatu hal. Tahun 2015 ini, dilanjutkan kembali. Tentunya, dengan tekad, menjadikan kerajinan rumahan ini sebagai bisnis menguntungkan. Disisi lain, dia juga kepingin menyelamatkan lingkungan. Pasalnya, limbah kaca bisa mendatangkan musibah bagi manusia, utamanya anak-anak.

Bermodalkan kreativitas dan ketekunan, Rusmin, sapaan alumni Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 1 Parepare mengakui, bisnis kaca ini memiliki prospek yang cerah. Apalagi dengan pasokan bahan baku yang mudah diperoleh, membuat usaha ini tambah menarik untuk dijalani.

Rusmin terinspirasi membuat kerajinan kaca, setelah melihat berbagai karya seni dari media tentang pemanfaatan limbah. Dia melihat para perajin memanfaatkan tumpukan kaca yang disusun rapi mendatar membentuk miniatur bangunan yang cukup indah. Setelah melihat tayangan tersebut, membuatnya penasaran. Hatinya pun tergerak untuk mulai mencoba. Padahal, tidak ada bakat seni yang mengalir dalam darahnya.

“Setelah itu, saya bertanya-tanya, kalau mereka bisa, mengapa saya tidak? Pertanyaan itu selalu ‘menghantui’ saya. Makanya, secara spontan saya bertekad untuk mulai berkreasi. Saya belajar menyusun potongan-potongan kaca menjadi wadah. Tentunya dengan sentuhan seni,” tuturnya.

Untuk memulai produksi, anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Gustamin dan Hamida Salam ini tidak sekadar menyiapkan dana Rp100.000 hingga Rp200.000 untuk membeli alat pemotong kaca, lem, mesin penghalus, melainkan dipadu dengan ketelatenan, kesabaran, kerja keras, kreativitas, dan ketekunan.

Rusmin kemudian memanfaatkan kediaman priadinya di Perumahan BTN Lapadde Mas Parepare sebagai tempat berproduksi. Setelah berhasil membuat beberapa contoh, rekan-rekan dan tetangga rumahnya terkagum-kagum melihatnya. Kejelian dari pria yang bercita-cita menjadi orang sukses dan membahagiakan keluarga ini mengawali kreasi pecahan kaca sebatas kebutuhan keluarga. Namun, tidak disangka, tetangganya langsung membeli. Dari sini, nama dan karya seni kaca buatannya lambat laun menyebar luas di kota kelahiran mantan Presiden Habibie itu.

Sebagai pemain tunggal, pehobi mancing dan futsal ini mematok harga jual mulai Rp25.000 hingga Rp50.000 untuk asbak. Tropi Rp100.000 hingga Rp500.000. Pas bunga Rp200.000 hingga Rp3 juta, dan lampu hias Rp200.000-Rp5 juta. “Soal harga sangat ditentukan nilai artistik, kerumitan, hingga modelnya,” urainya, seraya menambahkan, pelanggan berasal dari berbagai elemen masyarakat. Tetapi yang lebih banyak adalah anak muda, pelajar, hingga ibu rumah tangga.

Pria kelahiran kota Bandar Niaga, 8 Oktober 1989, yang berkarya dibawah bendera “Limbah kaca super unik, kreasin’na anak Parepare” itu kini terus meraup pundi-pundi rupiah. Apalagi, dia memanjakan pelanggan dengan berbagai pilihan, dan bisa dipesan sendiri. Misalnya, tropi, cenderamata, asbak, vas bunga, guci, lampu aroma terapi, lampu tidur, lampu teras, aquarium mini dan hiasan benbentuk nama dengan bentuknya unik.

Soal omzet, mantan mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum di tanah kelahirannya ini enggan merincinya secara pasti. Yang jelas, setiap bulannya dia mampu menyelesaikan 100-an pesanan dengan berbagai harga, termasuk membayar upah tiga karyawan yang membantunya. Sisanya, dijadikan modal untuk pengembangan usaha.

“Ketiga karyawan memiliki tugas yang sama. Yaitu, memotong dan menghaluskan pinggiran kaca agar tidak melukai konsumen. Termasuk melakukan pengukuran secara detil agar pemotongan kaca tidak salah. Sedangkan untuk penyusunan, saya turun tangan langsung,” tambahnya.

Menyinggung bahan baku, selain membeli di toko, juga mendapatkan dari limbah yang didapatkan dari bongkaran rumah ataupun botol-botol usang. Ada juga dari sampah toko. Limah-limbah tersebut kemudian dicuci hingga bersih.
Menjawab pertanyaan Inspirasi soal strategi pemasaran, Rusmin mangatakan, selain dari mulut ke mulut, juga dari pelanggan-ke pelanggan. Tetapi, saat ini, mulai berpromosi melalui dunia maya. Diantaranya BB, FB, dan lainnya.

Rencana kedepan? Rusmin akan membuka cabang. Hanya, saja masih disekitaran Sulawesi Selatan. “Yang pasti, kami akan ‘membumikan’ karya seni kaca datar ini keseluruh Kota Parepare. Setelah itu, kami akan membuka cabang,” tuturnya. (din)

BAGIKAN
Berita sebelumyaDanny – Indira di Tengah Suka Cita Imlek 2567
Berita berikutnyaJembatan Merah Putih Ambon
Journalist Inspirasi Makassar. Lahir di Kutai Kartanegara, 25 Juli 1972. Studi SD hingga SMP (MTs As'adiyah) diselesaikan di sebuah desa penghasil batu bara, Santan Tengah, kecamatan Marangkayu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Menyelesaikan S1 di Fakultas Teknik Elektro, Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Februari tahun 1999. Sementara pendidikan menengah atas ditempuh di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Watampone, Bone, Sulawesi Selatan. Mantan wartawan harian Fajar Makassar, penyiar dan reporter di radio berita Independen Fm serta kontributor Radio Berita 68H Jakarta.

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here