Usai menghadiri pernikahan Muh Zulkarnain Sanaky,S.Kom (alumni STIMIK Dipanegara Makassar) dengan gadis Luwuk berdarah Bugis-Jawa, Dwi Anugrah Astuti, S.Pd (alumni UNTIKA Luwuk dan staf di PT Epcto Dian Persada yang bergerak dibidang gas), pada Jumat 7 April di Desa Karang Anyar, Kecamatan Moilong, saya dan keluarga dari Makassar dipandu Rio (mahasiswa Universitas Muhammadiyah Luwuk) dan Dwi menuju Bandara Syukuran Aminuddin Amir, Minggu 10 April 2016. Karena jadwal penerbangan pesawat Sriwijaya ke Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar belum tiba, kami meluangkan waktu ke Pantai Kilo 5.
Untuk kedua kalinya (pertama awal Desember 2015-saat dipercayakan melamar Dwi Anugrah Astuti, untuk Zulkarnain), saya menyempatkan diri melihat keindahan wisata bahari di pantai indah ini. Perempuan, pria, anak-anak, hingga yang tua-tua tumpah ruah. Mereka menikmati keindahan lautan yang membiru tak jauh dari bibir pantai.
Pemandangan bawah lautnya yang memiliki keanekaragaman dan pemandangan lepas pantai yang indah. Sesekali, anak-anak melompat kegirangan, saat gulungan ombak kecil membasahi kaki.
Menurut Rio, di Luwuk saat gerhana matahari total beberapa waktu lalu Pantai Kilo 5 pun banyak didatangi turis asing. Sebab, durasi gerhana di sini cukup lama. Dua menit, 50 detik. Para wisatawan asing membekali diri dengan kamera canggih, lengkap dengan tripod, serta lensa panjang. Para turis puas dengan hasil potretan mereka.
Dokter Yati Sanaky,MSi—dosen Kedokteran Universitas Pattimura Ambon pun memanfaatkan kesempatan mencicipi gorengan pisang. Enak, karena proses pembuatan menggunakan nyala api dari kayu. Tak tanggung-tanggung, istri dari Yadi Matuseya dan ibu dari Kaka ini membeli hingga dua katongan plastik putih. Setelah beberapa menit berfoto ria, kami pun menuju tempat penjualan kelapa muda dan jagung rebus. Jaraknya sekitar 500 meter.
Saya pun kaget melihat papan nama penjual yang kami tempati berama PONDOK INSPIRASI No 10. Membaca Inspirasi saya pun membidiknya. Pemiliknya bernama Muna. Ibu tiga orang anak ini mengaku berasal dari Buton, Sulawesi Tenggara. “Kita lahir di sini. Nenek dari Buton,” ujarnya, menjawab pertanyaan saya.
Soal pengunjung, perempuan berjilbab ini mengaku dia kewalahan saat hari liburan. “Pokoknya kalau hari liburan, banyak pelanggan saya kesini. Lumayan. Sebagian keuntungan untuk kirim anak saya yang lagi kuliah di Yokyakarta,” ujarnya pula.
Setelah puas menikmati jagung manis pedas dan kelapa muda gula merah, kami pun menuju bandara. Sebelum masuk, kami juga meluangkan sekitar 20 menit mengabadikan momen-momen penting di pantai pas depan Bandara. Disini pula, kami melihat sejumlah penyelam memperagakan teknik menyelam.
Tepat pukul 10.30 WITA, disertai hujan rintik-rintik, pesawat Sriwijaya membawa kami dan lebih 100 penumpang ke Makassar. Satu jam kemudian kami tiba di Bandara Hasanuddin!!