Kepulauan Tidore, Inspirasimakassar.com :
Untuk ketiga kalinya, saya ke Maluku Utara. Pertama, tahun 1985. Saat itu, saya baru tamat Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Ambon dan diterima bekerja di Dinas Perkebunan Maluku. Saya ditugaskan di bagian Proyek Rehabilitasi Perkebunan Tanaman Eskpor (PRPTE) di Sanana, bersama Gani Toisutta (kini Kepala Bank Pembangunan Daerah di Papua). Kedatangan kedua, menghadiri lamaran ponaan saya, Sari Salatalohy di Tidore, sekitaran delapan tahun lalu. Dan ketiga, Jumat, 7 Februari 2020, siang.
Dari Bandara Sultan Babullah, saya dijemput kakak—Jamadi dan ponaan Basir Salatalohy. Saya meminta Basir melajukan mobil Toyota Avanza barunya bernomor polisi B 2605 SIE ke arah Masjid Al-Munawarah. Pilihan ke masjid terbesar di Maluku Utara itu, lantaran saat mengudara dengan Sriwijaya di atas Kota Ternate, saya melihat masjid yang terletak di bibir pantai Swering Gamalama itu dengan jelas.
Seorang penumpang–perempuan yang hamil sekitaran lima bulan duduk di samping saya—kursi nomor 9A—dekat jendela pun mengiyakan.
Dua menaranya dipadu kubah kecil mirip kubah induk setinggi 44 meter mempercantik masjid seluas 9512 meter persegi berdaya tampung 15 ribu jamaah itu. Dua menara lainnya dari arah laut ‘tumbang’ dan kini belum diperbaiki.
Saya masuk masjid yang dibangun Pemerintah Kota Ternate tahun 2003. Terasa sejuk. Tidak lain karena masjid ini dilengkapi interior, sehingga angin laut tembus di celah celah jendela masjid secara leluasa. Makanya, bershalat di sini terasa khusuk. Beberapa lelaki usai jumatan merebahkan badan.
Lantai masjid di daerah kesultanan ini berbahan keramik bening, serta mengkilap, semakin meningkatkan keindahan interior masjid. Terlihat pula pilar pilar masjid berwarna putih, serta hiasan pada bagian ujung pilar berwarna emas. Masjid ini merupakn salah satu destinasi wisata Islami.
Masjid ini letaknya di pantai, pusat kota. Terlihat megah dari dalam kota, sementara dari salah satu sudut, seolah-olah masjid ini mengapung. Tidak lain karena, sepertiga bagian badannya ditopang beton penunjang dari dasar pantai.
Di Indonesia, ada sejumlah masjid serupa juga. Sebut saja masjid terapung di Kota Makassar Amirul Muminin. Masjid ini dibangun di Pantai Losari di masa pemerintahan Ir.Ilham Arief Siajuddin, memimpin ibukota Sulawesi Selatan tersebut.
Masjid Amirul Mukminin ini diresmikan oleh Jusuf Kalla pada 21 Desember 2012 silam. Masjid ini terletak di pinggir pantai Losari. Masjid terapung lainya adalah, An Nur, Pulau Flores, Masjid Arkam Babu Rahman di Palu, dan Masjid Al Aminah di Lampung.
Tak jauh dari Masjid Al-Munawarah di pulau kecil dengan penduduk terpadat di Maluku Utara ini terlihat Taman Nukila yang begitu indah. Taman di Jalan Sultan Muhammad Djabir Shah, Ternate Tengah ini dipadu rimbunnya pepohonan sebagai peneduh terik mentari. Duduk di taman hasil reklamasi pantai ini, sekaligus melihat kapal kapal melintasi selat ternate dengan air laut yang jernih.
Terlihat sejumlah anak muda berduaan duduk di taman yang menyuguhkan pesona bahari, sekaligus menjadi salah satu pusat keramaian.
Nama Nukila diambil dari nama salah saeorang ratu yang pernah berkuasa di Ternate. Yakni, Ratu Nukila (Boki Rainha Nukila). Ratu Nukila ini adalah istri Bayan Sirullah–Sultan Ternate 1500-1522. Nukila sendiri adalah seorang pemimpin yang mampu menggalang bobato dan rakyat untuk melawan Portugis saat hendak merongrong kedaulatan Ternate. Nukila juga menunjukkan harmonisasinya dengan Kesultanan Ternate dan Tidore sebelum kedatangan bangsa-bangsa Eropa.
Dari Ternate, saya memilih menyeberang ke Tidore menggunakan feri, sekitar pukul 17.00 WIT dan tib di Pelabuhan Rum, sekitar 20 menit kemudian. Saya bermalam di Tidore. Besok, Sabtu pagi saya ke Weda, untuk melihat ponaan saya, Sari Salatalohy. (Catatan perjalanan ke Maluku Utara din pattisahusiwa/inspirasi-1-bersambung…).