Makassar, Inspirasimakassar, id:

Usai dilantik sebagai Ketua Kerukunan Keluarga Maluku (KKM) Sulawesi Selatan, di Pantai Akarena, Sabtu, 22 Juni 2024,  Ir.Leonardo Jacky Hehanussa tampil di atas podium untuk menyampaikan “First Welcome”, atau sambutan pertama di hadapan ribuan warga Maluku di Makassar, termasuk yang datang dari Parepare, Gowa, dan sekitarnya.

Di sela sela sambutannya, Bung Leo mengakui, komunitas kedaerahan yang dipimpinnya saat ini sudah memasuki kepemimpinan yang ketiga. Pertama, KKM dipimpin Drs.HM.Saleh Putuhena—kini almarhum, kedua, Prof.Dr.dr.H. Razak Thaha, M.Sc, dan tanggungjawab itu berada di pundaknya.

Pembentukan KKM oleh tokoh Maluku di Makassar, bermula dari konflik horisontal yang  melanda Maluku, 1998 silam.  Para tokoh Maluku ini pun mengambil langkah. Mereka ‘Dudu Barunding”–duduk bersama membahas upaya meredam konflik Ambon, sekaligus menyalurkan bantuan kemanusiaan.

Dudu Barunding saat itu membuahkan hasil. Dengan digelarnya ‘Perjanjian Malino untuk Ambon” di Malino Sulawesi Selatan. Saat itu, Drs.HM.Saleh Putuhena (Alm), Pendeta Danny Sopamena, bersama  para tokoh Maluku di Makassar lainnya terlihat menjemput  delegasi Maluku di Bandara Hasanuddin (lama).

Tokoh Maluku di Makassar terlihat menjemput hingga di badan pesawat. Dan, di aula kedatangan khusus, para delegasi makan bersama.

Para delegasi itu terdiri dari (pihak muslim) Ketua MUI Maluku (Ustaz H.A.Wahab Polpoke). Ketua BIMM sekaligus ketua delegasi Tamrin Elly, Sekjen BIMM (Ir.M.Nasir Rahawarin), Drs. Yakuba Karepesina (Ketua NU Maluku), Ketua Muhammadiyah Maluku (Drs.Idrus Tutahey,MS), Sekretaris KAHMI Maluku (Luthfi Sanaky,SH). Sekretaris Amar Ma’ruf Nahi Mungkar (Ir.Hasan Ohorella), Sekjen FPIM (Abdul Aziz Pidmatan,S.Sos), Ketua FPI (Husein Toisutta).

 Ada pula Daud Sangaji,SE (Ketua BIMM Kota Ambon), Yusuf Laisow (Seks. BIMM Kota Ambon), Drs.Hasbullah Toisutta (Akademisi), Drs.Hadi Basalamah (Yayasan Al Hilal). M.Amin Polanunu (Raja Wakasihu), Efendy Latuconsina (Raja Hatuhaha), Abdul Razak Opier (Raja Liang), Abuya Rumaketing (tokoh Seram Timur) serta Drs.Abdul Karim Rahayaan (tokoh Air Salobar).

Sementara delegasi Kristiani terlihat Pendeta Dr.I.W.J.Hendriks (Ketua BPH Sinode GPM). Drs.Tonny Pariela,MA (ketua delegasi). Penderita S.J.Mailoa,S.Th (Sekum BPH Sinode GPM), Mgr.P.C.Mandagi,M.Sc (Uskup Amboina), Pendeta Herry Lolain (Ketua PGIP Maluku), Pendeta Ricky Hitipeuw (Ketua BPD GBI Maluku), P.Simon Weneben,Pr (Sekretaris Keuskupan Amboina).

Termasuk, J.Maspaitella,SH (Ketua FKYM), Etty Dumatubun (Ketua Presedium PMKRI Cabang Ambon), Raja Waraka (Ketua Latupati Kecamatan Ahamae), Raja Ema–raja Kota Ambon (Emos Diaz), Pastor Agus Ulahay,Pr (Crisis Center Katolik), Ny.Etta Hendriks (Ketua Gerakan Perempuan Peduli Maluku), Raja Tuhaha (ketua Latupati Kecamatan Saparua), Prof.Dr.J.Ayamaila,DEA (akademisi), T.LeatemiaSH.MH (akademisi), Flip P.B.Litay (akademisi), dan O.Lawalata,SH.MH (akademisi).

Saat itu, KKM melihat, hanya dengan dialog, atau dudu barunding,  dapat mencapai kesepakatan dalam menyelesaikan konflik, membangun perdamaian dan rekonsiliasi.

Hasilnya pun menggembirakan. Perjanjian Ambon di Malino pun ditandatangani pada 12 Pebruari 2002. Perjanjian Malino ketika itu  bukan semata merupakan bagian dari sejarah Maluku, melainkan juga sejarah KKM Sulawesi Selatan.

Semoga, demikian Bung Leo, keseluruhan kerja kerja KKM di masa lalu menjadi momentum membangun semangat kerukunan dan persaudaraan hakiki di antara orang basudara. Diapun mengajak seluruh masyarakat Maluku bergandengan tangan, selalu, dan senantiasa menciptakan kedamaian dan kerukunan demi terciptanya persaudaraan sejati, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di masa datang. Lembaran sejarah itu harus diwujud nyatakan dalam hakekat dan semangat hidup orang basudara dan terus dikobarkan, dihidupkan dan diwariskan kepada generasi penerus Maluku.

Bagi Bung Leo,  setidaknya, ada tiga hal penting.  Ketiga hal yang dimaksud, pertama, di awal pembentukan, KKM ketika itu mengambil peran positif, seperti tergambarkan pada perjanjian Malino di atas. Termasuk, menyerahkan bantuan kemanusiaan dengan tanpa melihat suku, etnis, dan agama. Termasuk bantuan berupa tenaga medis dan obat obatan.

“Kita ketahui bersama bahwa, masyarakat Maluku di Makassar dan Sulsel yang pertama tama mengirimkan tim dokter. Termasuk mengirimkan bantuan dengan kapal laut dan pesawat. Pengiriman bantuan bantuan tersebut tidak terlepas dari jasa Panglima Kodam Wirabuana ketika itu, Suaidi Marasabessy. Yang pasti, partisipasi masyarakat Maluku di Makassar dan sekitarnya sangat luar biasa, ketika itu” tuturnya.

Kedua, sebagai ketua KKM yang baru saja dilantik, Bung Leo sangat menjunjung, sekaligus menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Prof.Dr.dr.H. Razak Thaha, M.Sc. Mengapa? Ya. lantaran, Maha Guru di Universitas Hasanuddin itu telah memimpin KKM dengan baik.

“Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Atja. Beliau telah memimpin KKM ini lima tahun silam dengan baik. Semua masyarakat Maluku di Makassar dan Sulsel umumnya bisa memahami, sekalipun saat sebaran covid melanda bangsa dan dunia saat itu, namun KKM tetap jalan, sekalipun dalam kegiatan kegiatan yang tidak terlalu besar,” uajrnya.

Saat itu, semua kegiatan dan pertemuan mengalami tren yang menurun. “Sekalipun trennya menurun, namun kami melihat dan merasakan KKM saat itu, dimotori ketua, dan Sekjen (Hans Palijama—kini almarhum) bersama jajarannya tetap melakukan kegiatan. Sebut saja bantuan kepada mahasiswa berupa sembako,” tambahnya.

Dan ketiga, makna perayaan Hari Pattimura. Bung Leo yang kelahiran Lease itu menyebut, perayaan hari Pattimura juga bisa diambil tiga hikmah. Pertama, perjuangan Pattimura karena masyarakat Maluku saat itu mengalami tekanan sangat luar bisa dari penjajah.

“Masyarakat Maluku saat itu demikian miskin. Para kolonial datang untuk mengambil dan merampas kekayaan Maluku. Makanya, para raja, para kapitan, mereka bersatu padu. Mereka duduk berunding. Tekad mereka hanya satu, melawan. Alhasil, mereka bersatu dan menyerang dan menaklukkan Benteng Duurstede di Saparua,” urainya.

Makna kedua dari pelaksanan hari Pattimura adalah makna perjuangan yang harus diterima dan diambil, guna memaknai bahwa banyak tantangan yang bakal dihadapi di masa. Yaitu kemiskinan, dan keterbelakangan.

Karenanya, Bung leo mengajak seluruh masyarakat Maluku di perantauan khususnya di Makassar dan Sulswesi Selatan umumnya, bahu membahu untuk keluar dan membebaskan diri dari kesemua hal yang  tidak baik menjadi lebih baik.

Bung Leo pun mengibaratkan “Orang Afrika kalau berjalan dekat, mereka jalan sendiri sendiri. Tetapi kalau perjalanan jauh, mereka bersama sama. Karena bagi mereka,  perjalanan jauh itu kemungkinannya ada banyak masalah, atau persoalan”.

Dan sebelum menutup ‘First Welcome” Bung Leo mengemukakan, seperti diketahui, masyarakat Maluku memang dipisahkan lautan, dan diikat pulau pulau. Dengan demikian masyarakat hanya bersandar dan hidup dengan apa yang diberikan tuhan. Ibaratnya, kalau makan ikan harus ke laut. Begitu pula sebaliknya ke kebun.

“Tetapi, saat ini era baru. Era yang membutuhkan pekerjaan dengan mengedepankan kolaborasi. Makanya, ayo masyarakat Maluku di Sulawesi Selatan, mari kita bekerja sama. Semua itu bisa tercapai kalau ada tekad yang kuat. Semangat yang sama. Kita bahu membahu. Kalau tidak, yakinilah sesuatu yang terbaik tidak akan tercapai. Makanya, saya mengajak seluruh kerukunan ke-Maluku-an di Sulawesi Selatan, ada sekitar 30 kerukunan dari Tenggara, Aru, Banda, Lease, Seram, Buru, Ambon, dan lainnya semuanya mari kita bersatu padu. Hanya melalui persatuan dan kesatuan, kita bisa hadapi semua persoalan,” tutup Bung Leo. (din pattisahusiwa-koordinator humas KKM—bersambung).

BAGIKAN
Berita sebelumyaBung Leo : Prof Atja Banyak Berbuat Bagi KKM
Berita berikutnyaPj. Bupati Kunjungi Lokasi Persiapan FBL Tahun 2024
Wartawan kriminal dan politik harian Pedoman Rakyat Ujungpandang dan sejumlah harian di Kota Daeng Makassar, seperti Ujungpandang Ekspres (grup Fajar) dan Tempo. Saat ini menjadi pemimpin umum, pemimpin perusahaan, dan penanggungjawab majalah Inspirasi dan Website Inspirasimakassar.com. Sarjana pertanian yang juga Ketua Umum Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Al-Gazali--kini Universitas Islam Makassar ini menyelesaikan pendidikan SD di tanah kelahirannya Siri Sori Islam Saparua, SMP Negeri 2 Ambon, dan SPP-SPMA Negeri Ambon. Aktif di sejumlah organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di organisasi kedaerahan, bungsu dari tujuh bersaudara pasangan H Yahya Pattisahusiwa dan Hj.Saadia Tuhepaly ini beristrikan Ama Kaplale,SPT,MM dan memiliki dua orang anak masing-masing Syasa Diarani Yahma Pattisahusiwa dan Muh Fauzan Fahriyah Pattisahusiwa. Pernah diamanahkan sebagai Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Siri Sori Islam (IPPSSI) Makassar. Kini, Humas Kerukunan Warga Islam Maluku (KWIM) Pusat Makassar dan Wakil Sekjen Kerukunan Keluarga Maluku (KKM) Makassar.

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here