Site icon Inspirasi Makassar

Wisata Renang Sambil Berdendang

Dahlan Abubakar

Istana Wisata Mappala (IWM) di Lingkungan Mappala, Kelurahan Pangkabinanga, Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa, letaknya tidak terlalu jauh dari Kota Makassar. Ya, sekitar 12-13 km di sebelah selatan pusat Kota Daeng. Petunjuk paling mudah ke lokasi wisata ini, selepas jembatan kembar Sungguminasa – dari arah kota Makassar — ambil kiri pada jalan yang sedikit menurun tepat di ujung jembatan. Papan bicara di sebelah kanan jalan menunjuk beberapa objek wisata. Tetapi Anda cukup memilih ke objek yang terdekat. IWM – seperti tertulis pada papan bicara – jaraknya 1 km.
Meskipun tertulis 1 km, tetapi rasa-rasanya – mungkin karena saya baru pertama kali ke sana – jarak dari ujung jembatan kembar ke objek tidak persis 1.000 m. Mungkin lebih beberapa ratus meter. Hanya jalannya mulus dan agak sempit. Tetapi dua mobil kecil yang berpapasan boleh terus berjalan dan tidak perlu ada salah satu di antaranya harus berhenti. Kecuali truk, tampaknya harus berhenti dulu untuk memberi kesempatan mobil berukuran kecil bergerak lebih dulu.
Objek wisata ini berada di sebelah kanan jalan. Ada papan bicara di luarnya yang dapat mencegah pengunjung nyasar atau melewatkan lokasi ini. Objek wisata tersebut tampaknya milik pribadi. Letaknya sekitar 100 m dari tepi selatan Sungai Jeneberang. Oleh sebab itu, jika curah hujan tinggi, seperti yang terjadi tahun 2020, banjir juga menggenangi tempat ini. Objek wisata juga tidak luput. Seorang ibu pemilik lokasi kosong yang dijadikan tempat parkir mobil pengunjung obyek wisata IWM mengisahkan, rumahnya ikut tergenang air setinggi lutut orang dewasa saat banjir tahun kemarin.
“Yang paling tinggi juga di dekat jalan turun di dekat jembatan kembar,”kata ibu muda tersebut sebelum saya naik ke mobil di rembang petang, Ahad (7/2/2021).


IWM diresmikan Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo, S.H., M.H. 8 Agustus 2018 dan dihadiri anggota DPR RI, Amir Uskara. Pemilik Kolam Renang Wisata Istana Tamalate, Ramli Dg Lallo salah seorang pengusaha berterima kepada bupati atas kesediaannya meresmikan usaha barunya di bidang pariwisata tersebut.
Sebuah mobil Fortuner warna putih terparkir di depan rumah pemilik IWM. Para pengunjung berbelok ke kanan jika hendak ke objek wisata ini. Seorang penjaga loket yang duduk di bilik kecil di sebelah kiri memungut biaya masuk Rp 15.000 (dewasa) dan Rp 10.000 (anak-anak) per kepala ke tempat wisata ini. Tarif ini saya lihat pada salah satu blog, berlaku untuk hari Senin hingga Jumat. Pada hari Sabtu-Ahad tarifnya Rp 20.000 dan Rp 15.000, tarif yang sama juga berlaku pada hari Raya dan Libur Nasional yang berlaku sampai Desember 2020. Jam buka objek wisata ini: Senin hingga Jumat pukul 08.00 s.d. 17.00 dan Sabtu-Ahad pukul 08.00 s.d. 18.00 Wita.
Saya tidak melihat ada karcis yang disodorkan kepada pengunjung yang membayar, model transaksi keuangan yang perlu dikoreksi demi menjaga suatu yang tidak diinginkan di belakang hari. Memang tidak ada pemeriksaan terhadap pengunjung yang masuk karena tanda terima hanya bermodalkan kepercayaan dan kesaksian saja.
IWM menawarkan tiga kolam berenang. Satu kolam besar yang dalamnya sekitar 150 cm, sebuah kolam dengan air muncrat uga ada, dan satu kolam kecil untuk “pengunjung” bayi (kolam “baby”) atau bayi lima tahun (balita).
Di dekat kolam ada tempat duduk lesehan dan juga meja disertai kursi. Pengunjung dapat memilih tempat lesehan yang terbuat dari lantai semen yang sedikit lebih tinggi beberapa puluh sentimeter dari lantai tempat pengunjung berjalan. Tempat lesehan ini bernomor, sehingga pengunjung akan terlolong untuk tidak nyasar ke tempat orang lain, terutama pada saat pengunjung sarat dan padat, terutama pada hari Ahad.

istimewa


Jika pengunjung berjumlah satu dua orang, boleh memilih sebuah meja bundar di bawah payung semi raksasa dilengkapi empat buah kursi plastik. Di meja bisa letakkan barang bawaan. Tetapi demi keamanan pengunjung sebaiknya perlu melakukan swapengamanan. Artinya, untuk berjaga-jaga, anggota pengunjung yang tidak berenang, boleh duduk sambil bermain gawai di lokasi barang ditinggalkan.
Memang sejak dari luar lokasi wisata ini terdengar musik elektone menggema. Pemain elektone yang ditemani dua orang penyanyi perempuan melantunkan sebuah nomor lagu dangdut ketika saya masuk. Seorang bayi sekitar 1 tahun ada di pangkuan pemain elektone laki-laki ketika saya mendekat, sekitar 2-3 m dari pinggir kolam besar, yang saya pilih untuk bernostalgia berenang. Ya, mengenang masa 60 tahun silam di kampung halaman di Kanca Bima, saat berenang secara alamiah di bagian sungai yang dalam saat hendak ke sawah atau habis mencari jambu biji di hutan.
Selain tiga kolam ada juga tempat duduk di bagian dalam IWM. Di sekelilingnya tumbuh pohon rambutan dan mangga. Buah rambutan baru saja dipanen bulan kemarin. Mangga sedang tidak berbuah atau musimnya mungkin juga baru berlalu. Tempat-tempat duduk ini cukup nyaman. Apalagi, pengunjung boleh membawa makanan sendiri. Bagi yang tidak membawa bekal, di sini tersedia kantin kecil yang dapat mengatasi perut pengunjung yang sedang keroncongan.
Kantin yang sebenarnya tidak ubahnya sebagai konter mini yang kebanyakan ditemukan di pinggir jalan di Kota Makassar – seperti model bilik cuci foto kilat – menyediakan sejumlah bahan makanan dan minuman dengan harga terjangkau lengkap dengan tarifnya. Meskipun letaknya jauh ke lubuk kampung, kantin minuman dan makanan ini berlabel bahasa Inggris. Mungkin pemiliknya sudah mengantisipasi adanya kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) hingga namanya cukup ditulis dalam bahasa Inggris.
Nama konter penjualan minuman dan makanan kecil ini, Caffe Palace Riverside – CPR — (kafe samping sungai) “since 2020”. Tidak hanya nama kafenya yang berbahasa asing, tetapi juga seluruh jenis minuman (drink)-nya yang harganya rata sama, 10 K (sepuluh ribu) ditulis dalam bahasa Inggris. Untuk “snack” (makanan kecil), mungkin kesulitan menemukan bahasa Inggris, terpaksa ditulis :bakso bakar, sosis bakar, dan kentang” dengan tarif sama 10 k, kecuali “banroll” dan “nugget” seharga 15 k. Ada juga “boba” 2 k. Masih ada lagi yang “hot”, “black coffe 5 K, “coffe milk” dan “milk tea” masing-masing 10 k (maaf saya menulis sesuai yang tertulis di CPR.
Penulisan bahasa Inggris yang terdapat di IWM ini berantakan betul. Tulisan “Caffe” seharusnya “cafe”, “coffe” seharusnya “coffee”, “coffe milk” seharusnya “milk coffee”. Tulisan “black coffe” seharusnya “black coffee”, meskipun susunan kata majemuk dalam bahasa Inggris ini benar.
Begitu pun tulisan “milk tea” malah benar. Jika frasa “bakso bakar” ditulis ke dalam bahasa Inggris akan menjadi “roasted meatball” dan “sosis bakar” menjadi roasted sausage”. Saya memperkirakan jika kedua jenis makanan kecil ini ditulis ke dalam bahasa Inggris, pengunjung IWM yang tidak mau buka kamus Bahasa Inggris-Indonesia akan pusing tujuh keliling memahami maknanya. Ya, begitulah pengaruh global bahasa asing juga masuk ke pelosok-pelosok kita, meski terjebak pada kelatahan semata.
Daripada pusing dengan bahasa asing yang dilekatkan pada nama-nama daftar minuman dan makanan ringan, lebih baik saya beralih ke musik elekton. Pengunjung yang memiliki kesenangan menyanyi boleh berduet dengan penyanyi perempuan yang ada atau tampil solo jika cukup percaya diri.

Istimewa


Selagi di kolam, saya tiba-tiba saja “terprovokasi” oleh irama musik ini yang dapat dijadikan sebagai irama pengiring pengunjung yang sedang berenang di kolam besar. Bagi yang tidak berenang, tentu cukup menggerak-gerakkan badannya mengikuti irama musik yang berdendang. Jadi, ibarat memanfaatkan irama musik “sajojo” ketika melaksanakan berbagai gerakan senam.
Ketika saya meninggalkan IWM pukul 17.10 Wita Ahad (7/2/2021), penyanyi elektone masih tetap berdendang, seolah mengiring saya pulang. (M.Dahlan Abubakar).

Exit mobile version