Ini masih kisah pengantar Asdar yang menjadi moderator malam kenangan tersebut. Mungkin terbiasa meninjau dan tertidur di mobil saat melihat suasana kota Makassar, perasaan Patompo akhirnya terbawa juga hingga ketika berkunjung ke kota lain.
Suatu saat dia ke Jakarta. Soalnya, di bawah kepemimpinan Ali Sadikin, waktu itu, Jakarta dianggap kiblat kemajuan di Indonesia. Patompo rupanya mau berguru pada Bang Ali – panggilan akrab Gubernur DKI Jakarta tersebut. Patompo sendiri tidak mau kalau disebut sebagai Ali Sadikinnya Makassar, tetapi justru Ali Sadikin-nya Jakarta.
Dalam lawatan itu, Patompo memboyong sejumlah Kepala Dinas dan kantor. Saat iring-iringan mobilnya meluncur di tengah Kota metropolitan yang padat dan jalan kotanya rata-rata mulus. Namun ada juga bagian lain kota dengan kondisi jalan berlubang. Tiba-tiba mobil yang ditumpangi Patompo berhenti. Mungkin ada yang tak beres dengan mobil yang ditumpanginya. Ternyata tidak. Dia ternyata sedang pulas, tiba-tiba satu hentakan keras menggoncang. Kepalanya terantuk. Dia terbangun. Pikirnya, pasti ada jalan berlubang.
‘’Mundur…mundur..mundur,’’ perintah Patompo yang segera tersadar dari lelapnya dan menyadari ada yang tidak becus dengan kondisi bagian jalan yang dilintasinya.
Dia turun dan berdiri berkacak pinggang. Dia lalu memanggil Kepala Dinas terkait.
‘’Kenapa ada lubang di sini! Kenapa ada lubang di sini!,’’ dia mengulang kalimat tersebut dengan nada khasnya, keras. Muka dan matanya merah. Apalagi sehabis dibangunkan oleh satu hentakan keras di mobil.
Kepala Dinas yang sempat gelagapan tak segera bereaksi disemprot Patompo. Mungkin juga dia bingung dimarahi di tengah jalan di Jakarta. Untung ajudan segera menyela.
‘’Ini Jakarta, Puang,’’ kata ajudan, membisiki ‘’bos’’-nya. Patompo rupanya sadar.
‘’Ayo, naik semua!,’’ perintahnya diikuti iring-ringn kendaraan meluncur lagi.. (Bersambung)