Inspirasimakassar.com:
Malino layak menjadi tempat melepas lelah. Selain sejuk, di sini, banyak sudut-sudut yang menarik. Makanya, kota bunga ini layak dikunjungi, sekaligus meng-eksplor keindahan alamnya. Sungguh menarik !! Tak heran, Takri Saimima– seorang pengunjung asal Kota Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Provinsi Maluku menyebut, berwisata di Malino begitu berkesan.
Daerah dingin ini memiliki gunung-gunung yang indah dan kaya pemandangan batu gamping dan pohon pinus yang tinggi berjejer di antara bukit dan juga lembah. Berbagai jenis tanaman tropis yang indah, tumbuh dan berkembang. Pengunjung bisa menjajal asyiknya berkeliling sekitar pepohonan pinus yang indah-indah dengan naik kuda milik warga sekitar.
Di hutan pinus, pengunjung bisa menggelar tikar sebagai alas duduk di bawah pohon dan di atas hamparan rumput, sembari menikmati sejuknya alam bersama keluarga. Hutan pinus ini menjadi objek wisata yang tak pernah sepi pengunjung, terutama di masa liburan. Tak jarang orang-orang memanfaatkan destinasi ini, sebagai lokasi perkemahan atau kegiatan kampus, organisasi, komunitas, dan lainnya.
Hutan Pinus Malino termasuk salah satu destinasi favorit, lantaran keasrian alamnya masih sangat terjaga. Udara di sini juga lumayan sejuk, bahkan bisa dikatakan terdingin kedua setelah Toraja.
Selain sejuk dan ditumbuhi pohon pinus, alam Malino juga dapat dijadikan sebagai lokasi bersuka ria bersama keluarga, sahabat, teman, hingga kekasih. Untuk menambah keindahan alam hutan Malino, pemilik objek wisata ini menambah aksesoris, berupa tempat berfoto menyerupai gambar sarang burung, matahari, hingga tempat berbentuk cinta bagi pasangan muda mudi yang dimabuk asmara.
Tempat ini sangat cocok lantaran pemandangan pegunungan yang menawan dan berada di ketinggian1.000 meter di atas permukaan laut. Jalannya pun menanjak dan berkelok-kelok dengan melintasi deretan pegunungan dan lembah yang indah, bak lukisan alam.
Terdapat pula wisata air terjun seribu tangga, air terjun Takapala, Kebun Teh Nittoh, Lembah Biru, bungker peninggalan Jepang, dan Gunung Bawakaraeng menjadi ciri khas Malino. Oleh-oleh khas daerah ini adalah buah Markisa, dodol ketan, Tenteng Malino, apel, wajik, dll. Malino juga menjadi daerah penghasil beras.
Pada akhir Desember 2019 lalu, sejumlah pengunjung mengaku berasal dari Makassar sengaja ke Malino untuk melepas lelah. Rombongan yang menggunakan empat buah mobil ini terlihat begitu menikmati suasana hutan pohon pinus.
Takri Saimima, ditemui di wisata pinus mengakui, bersama lebih dua puluh keluarganya sengaja ke Malino untuk membuktikan keindahan daerah tersebut. “Iya, saya bersama keluarga besar Siri Sori Islam (IKASSI) Makassar sengaja ke Malino ini. Kami ini bersal dari Saparua Maluku Tengah, tapi saya menetap di Kota Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) Maluku,” tuturnya.
“Bagus sekali pemandangannya. Apalagi lokasinya di belakang ada gunung dan hutan pinus. Murah juga masuk ke sini. Hanya Rp5000, sepuasnya bisa foto. Objek wisata hutan di sini sejuk, terus ramai dikunjungi para wisatawan di akhir pekan,” tambah ayah dua orang anak ini.
Di daerah bersuhu dari 10 °C sampai 26 °C ini, mulai dikenal dan semakin popular sejak zaman penjajahan Belanda, lebih-lebih setelah Gubernur Jenderal Caron pada tahun 1927 memerintah di “Celebes on Onderhorighodon” telah menjadikan daerah ini sebagai tempat peristirahatan bagi pegawai pemerintah.
Bahkan, di kawasan ini pada 16 – 22 Juli 1946 pernah digelar Konferensi Malino. Konferensi ini bertujuan, untuk membahas gagasan berdirinya Negara Indonesia Timur (NIT). Malino juga merupakan tempat bersejarah bagi penandatangan perdamaian atas konflik Maluku dan Palu, yang di prakarsai H.M.Jusuf Kalla yang kala itu menjabat Menteri Kesra, di masa pemerintahan Presiden Megawati . (din pattisahusiwa)