Raja Negeri Siri Sori Islam, Joni Karim Pattisahusiwa
Raja Negeri Siri Sori Islam, Joni Karim Pattisahusiwa

Tanggal 21 Maret hari ini, tepat satu tahun meninggalnya Raja Negeri Siri Sori Islam, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Djoni Karim Pattisahusiwa. Tidak ada salahnya, menghadirkan kembali memori Raja di Lease itu. Sebab, hingga setahun kepergiannya menghadap Ilahi, belum ada penggantinya. Mengapa? Ya, karena masih dalam proses adminitrasi. Mengisi kekosongan,  Bupati Maluku Tengah menunjuk Agustinus Pattiasina, Sekcam Saparua memimpin sementara.  Kehadiran Agustinus inilah dalam istilah saya, Bupati telah menghadirkan seorang “perempuan” memimpin negeri Islam yang memegang teguh nilai-nilai ke-adat-an ini.

Kepergian Raja Joni Karim Pattisahusiwa untuk selama-lamanya tidak akan terlupakan sepanjang masa. Mengapa? Selain namanya terukir dalam sejarah negeri Siri Sori Islam, keluarga besarnya juga meyakini, setiap jiwa manusia tidak sepenuhnya harus dilupakan. Jika kita beruntung, kita berada di sisi pembaringannya. Tetapi, ada garis pembatas yang memisahkan kehidupan. Setelah ia melewati garis itu. Kematian! Kita tidak bisa melihat mereka lagi, apalagi bicara atau menyentuh. Namun kita tahu, mereka belum lenyap sama sekali. Karena, suatu saat, kita akan bertemu satu sama lain.

Setahun lalu,  status saya di FB, Raja Siri Sori Islam ini meninggal di Masjid Baiturrahman. Masjid, yang dibangun dimasa pemerintahan raja Abdul Karim Pattisahusiwa (ayahnya). Dia menghembuskan napas terakhir, ditengah-tengah warganya yang berkumpul bersama gubernur Maluku (Sa’id Assagaf), Bupati Maluku Tengah (Abua Tuasikal), pejabat lingkup provinsi Maluku dan Kabupaten Maluku Tengah. Camat Saparua, dan undangan lainnya.

Kabar kepergian raja, menghadap Sang Ilahi begitu mendadak. Saya, seakan tidak percaya. Betapa tidak, saat bersamaan Milad Baiturrahman. Saat itu, setiap lima menit saya  kontak dengan sejumlah rekan melalui celuler. Detik-detik kegiatan di masjid hari itu selalu saya ikuti. Tiba-tiba, ponsel lain mendering, dengan suara tergesa-gesa menyampaikan berita duka. Bang, bapak raja meninggal! Sekujur tubuh, seakan keram. Innalillahiwainna ila hirajiun, jawab saya seketika.

Kepergian, raja, yang biasa warga menyebut Upu ditengah-tengah berkumpulnya banyak warga, menandakan, bahwa dia adalah orang pilihan. Kepergiannya, begitu mulia. Karena, diusia 62 tahun, Allah mengambilnya persis disamping kanan mimbar (tempat khatib membawakan khutbah) jumat. Tak jauh dari, tempat biasanya beliau bersujud. Seorang dokter, rombongan gubernur Maluku yan berada disamping almarhum pun mengaku, baru pernah melihat detik-detik meninggalnya seseorang, seperti yang dialami sang raja.

Pertanyaan mendasar mengapa jari sahadatnya menunjuk-nunjuk arah masjid Baiturrahman, saat tersungkur dikursinya? Entahlah. Yang pasti, wajahnya tersenyum. Sementara warga yang memadati masjid dan diluar masjid menangis. Bertahmid, bertahlil, dan bertakbir.  Mereka mengagumkan Asma Allah. Merinding. Subhanallah!

Mengapa, raja meninggalkan masyarakatnya yang berdatangan dari berbagai pelosok tanah air begitu banyak, keluarga, dan dengan tamu-tamu penting lingkup provinsi dan kabupaten, serta latupati (raja) negeri tetangga? Akankah saat itu, Allah menunjukan, betapa dia adalah manusia pilihan?

Lihat saja, saat jenazahnya akan dibawa keliang lahat. Ribuan orang, lelaki, perempuan, anak-anak, hingga orang tua. Gubernur Maluku, Bupati Maluku Tengah dan muspida tumpah ruah.  Mereka menciumnya. Tangan-tangan mereka, satu persatu merebut untuk mengangkat jenazahnya  hingga dilokasi pemakaman, masjid Baiturahman, disamping kuburan para raja.  Beberapa menit kemudian, sebagian orang hanya memandang kuburannya.

Mungkinkah, saat dinobatkan sebagai raja, dia selalu mendapat cerca-an, hina-an, fitnah-an, buruk sangka, hingga ancaman? Dia menahan amarah-nya.  Atas keluhan sebagian warga, sesekali saya menanyakan langsung kepadanya. Sekalipun itu pahit. Tetapi, raja menjelaskannya secara runut. Dan masuk diakal sehat. Dia selalu berusaha memahami keluh kesah warga, karena mereka tidak merasakan sendiri. Hanya didasari ketidak-mengertian. Mereka tidak melihatnya dengan mata hati. Wallahu’alam. Hanya Allah maha tahu.

Melihat kejadian ini, saya teringat status rekan saya yang mengisahkan seekor kuda yang terperosok ke sumur kering. Karena masyarakat tidak mungkin menolong kuda tersebut, orang-orang kampung memutuskan menutup sumur itu. Mereka ingin menguburnya hidup-hidup, agar bangkainya tidak mengganggu. Mereka pun bergotong royong mengangkut tanah mengenai punggungnya. Kuda itu selalu membuangnya kebawah lalu memindahkan kakinya keatas tanah. Semakin tinggi tanah menutupi sumur, maka semakin tinggi pula posisi kuda. Akhirnya, kuda bisa keluar dari sumur dengan selamat. Lihatlah keadaan bathinku,Walaupun dihempas arus deras (kesusahan). Namun aku masih tetap mampu berdiri tegar.

Pesan moral yang dipetik dari status diatas merupakan gambaran hidup.  Ketika ada yang melemparkan beban dan masalah ke punggung kita, maka kesampinglah lalu berdirilah dengan kokoh diatasnya. Maka suatu saat nanti, semua itu akan menaikkan  posisi kita kepuncak.  Ketika orang-orang meremehkanmu, menghinamu, bahkan berusaha menjatuhkanmu, mencelakainmu, justru upaya itu berbalik memberi keberuntungan kepadamu. Berjuang, bertahan, dan pantang menyerah.

Mendengar berita kematian yang diangkat melalui media social, abang saya dari negeri Belanda,Ahmad Dede Pattisahusiwa, mengangkat status :

Ketika aku mati
ketika peti matiku
sedang dibopong keluar
Jangalah kamu berpikir
saya hilang dari dunia ini

Jangan teteskan air mata
jangan meratap atau
merasa kasihan
aku tidaklah jatuh
ke dalam jurang mengerikan yang tak bertepi
Ketika kamu saksikan
jenazah saya sedang diangkat
jangan menangis untuk kepergian ku
Sebenarnya aku tidak pergi
Namun aku tiba pada cinta nan abadi
Saat kau tinggalkan aku sendiri
Di kuburanku
Janganlah kau ucapkan selamat tinggal
Ingatlah kuburan sejatinya
hanyalah tirai penutup
dari Surga yang ada dibaliknya
Anda hanya akan melihat jenazah ku
diturunkan ke dalam kuburan
sekarang saksikan aku bangkit
Bagaimana bisa ada akhir
ketika matahari terbenam atau
bulan turun terbenam ?
Nampaknya seperti suatu akhir
Nampaknya seperti matahari terbenam
Namun pada kenyataannya adalah suatu fajar menyingsing
ketika kuburan mengunci mu
Pada saat itulah jiwa mu dibebaskan
Apakah kau pernah melihat
sebuah benih yang jatuh ke bumi
namun tidak tumbuh dengan kehidupan yang baru?
Lalu kenapa kau harus ragu dengan kebangkitan
dari benih yang bernama manusia ?
Apakah Anda pernah melihat
ember diturunkan ke dalam sumur
datang kembali kosong ?
mengapa meratap untuk sebuah jiwa
kalau Ia bisa kembali
seperti Yusuf yang diangkat dari sumur ?
Ketika untuk terakhir kalinya
Kamu menutup mulut
kata-kata dan jiwa
akan menjadi milik dunia
yang disana tidak ada tempat maupun waktu

Sedangkan Rie Sanaky mengngkat status..Subhanallah.. sediihnya. Subhanallah beliau terkenal begitu sabar dlm menghadapi fitnah.. itulah balasan Allah bagi org org sabar… setiap ingat kejadian kemrin d kampung.. rasa nya merinding terus.. smg Allah membalas smua jasa jasa kebaikannya dgn tempat yg terbaik d sisiNya.. aamiin
Sungguh.. maut itu sangat dekat.. semoga kita semua bs mengambil banyak pelajaran dri beliau.. subhanallah..

 

 

BAGIKAN
Berita sebelumyaMenanti Penataan Lokasi Parkir di UIN Alauddin Makassar
Berita berikutnyaBrilliant College Makassar Wisata Edukasi di Kostrad Kariango
Wartawan kriminal dan politik harian Pedoman Rakyat Ujungpandang dan sejumlah harian di Kota Daeng Makassar, seperti Ujungpandang Ekspres (grup Fajar) dan Tempo. Saat ini menjadi pemimpin umum, pemimpin perusahaan, dan penanggungjawab majalah Inspirasi dan Website Inspirasimakassar.com. Sarjana pertanian yang juga Ketua Umum Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Al-Gazali--kini Universitas Islam Makassar ini menyelesaikan pendidikan SD di tanah kelahirannya Siri Sori Islam Saparua, SMP Negeri 2 Ambon, dan SPP-SPMA Negeri Ambon. Aktif di sejumlah organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di organisasi kedaerahan, bungsu dari tujuh bersaudara pasangan H Yahya Pattisahusiwa dan Hj.Saadia Tuhepaly ini beristrikan Ama Kaplale,SPT,MM dan memiliki dua orang anak masing-masing Syasa Diarani Yahma Pattisahusiwa dan Muh Fauzan Fahriyah Pattisahusiwa. Pernah diamanahkan sebagai Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Siri Sori Islam (IPPSSI) Makassar. Kini, Humas Kerukunan Warga Islam Maluku (KWIM) Pusat Makassar dan Wakil Sekjen Kerukunan Keluarga Maluku (KKM) Makassar.

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here