Wah, sambarangna ini judulnya. Berarti, orang miskin itu bukan Islam dong? lho iya. Bisa jadi orang itu gak ngerti Islam, dan gak meneladani tokoh-tokoh Islam, termasuk Nabi SAW, dan para Sahabatnya. Bukannya Nabi SAW, dan para Sahabatnya itu miskin? Buktinya pernah kelaparan. Siapa bilang? Pernahki memang miskin, tapi sebentar’ji. Yaitu, ketika masa diembargo/diboikot oleh kaum kafir di Makkah. Tapi cobama’ki kita lihat fakta sejarah :
Pertama. Nabi menjadi pedagang sejak usia 12 tahun, dan menjadi pengusaha selama 25 tahun. Kedua, Beliau berdagang ke luar negeri, setidaknya 18 kali, menjangkau Syiria, Yaman, Bashra, Iraq, Yordania dan Bahrain.
Ketiga, Nabi menyerahkan puluhan Unta muda untuk Mas Kawin Beliau. Keempat, beliau juga memiliki banyak unta perah, dan 20 untanya pernah dirampas oleh Uyainah bin Hishn. Kelima, Beliau memiliki unta pilihan (Al-Qoshwa) dan Keledai pilihan untuk memudahkan perjalanan, dan perjuangan.
Hanya saja, gaya hidupnya’ji beliau sangat-sangat sederhana. Makanya, beliau hanya memakai pakaian, alas tidur, dan makanan ala kadarnya.
Adakah para Sahabat Nabi yang tidak kaya? Di antara empat Sahabat Nabi yang tidak kaya, hanyalah Ali bin Abi Thalib, tapi beliau sangat-sangat kaya Ilmu.
Pertama, Umar bin Khattab mewariskan 70.000 properti senilai triliunan rupiah. Kedua, Ustman bin Affan mewariskan property sepanjang Aris dan Khaibar senilai triliunan rupiah. Ketiga, Abu Bakar mensedekahkan seluruh harta kekayaannya juga bernilai triliunan rupiah.
Appai masih mauki bukti?
Bagaimana dengan Sahabat yang lain ? Di antara 10 Sahabat Nabi SAW yang dijamin masuk Sorga, ternyata hampir semuanya orang kaya. Salah satunya adalah, Abdurrahman bin Auf. Meski beliau sering sedekah besar-besaran, namun beliau masih mewariskan harta senilai triliunan rupiah.
Istri kesayangan Nabi SAW, Khadijah, ternyata jauh lebih kaya dari pada Nabi SAW.
Islam masuk ke Indonesia dibawa para pedagang. Mereka adalah orang-orang kaya. Pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari, dan Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan, adalah saudagar yang kaya raya. Serikat Dagang Islam yang turut memperjuangkan kemerdekaan negeri ini, adalah sekumpulan orang-orang kaya.
Jadi, kalau ada seorang muslim yang membiarkan dirinya terus-terusan miskin, berarti dia telah mengkhianati para teladannya, termasuk mengkhianati Rasulullah SAW.
Lho, kok gitu? Ih tantumi. Coba kita lihat lagi pesan Nabi SAW dan Umar bin Khatthab berikut ini, “Suatu waktu, Umar bertanya kepada seseorang yang sudah lanjut usia. Apa yang menghalangimu mengelola dan menanami tanah pekaranganmu ini? Maka dijawablah “Aku ini sudah tua renta. mungkin besok aku sudah wafat. Lantas Umar menanggapinya agar orang tua itu segera menanami tanahnya dan Umar-pun sempatkan membantu menanami tanah itu.
Soal kerja, Umar sering menasehati “Cukupilah dirimu, niscaya Agamamu akan lebih terpelihara, dan kamu akan lebih mulia”. Umar bukan hanya menasehati. Bahkan setiap usai sholat shubuh langsung bergegas ke kebunnya di Juruf. Ia berusaha memenuhi kebutuhan dirinya.
Terkait dengan ini, Nabi SAW, juga berwasiat “Di antara dosa-dosa, ada dosa yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan sholat. Ia hanya bisa dihapus dengan susah payah mencari nafkah”.
Wasiat beliau lainnya, “Allah menyukai hambanya yang berkarya dan terampil. Barang siapa yang bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka ia serupa dengan pejuang di jalan Allah”. Jadi kerja ternyata bentuk ibadah tertinggi.
Umar juga mengajak para pekerja/karyawan untuk memiliki pendapatan tambahan. Kurang lebih nasehatnya begini, “Jika keluar gaji, maka sebagian belikan kambing, demikian juga gaji selanjutnya”. Intinya, Umar mengajak para karyawan agar memiliki aset/investasi produktif yang bisa mencetak uang terus-menerus.
Umar juga mengajak orang-orang berdagang dengan nasehatnya, “Berdagang itu merupakan sepertiga harta”. Umar sendiri memiliki asset 70.000 properti senilai triliunan rupiah.
Allah sendiri Maha Kaya Raya dan selalu memberikan kekayaan dan kecukupan kepada kita semua. Tidak pernah Allah SWT menyuruh kita miskin. Tidak percaya? Cari dalilnya (sampai gagak ubanan tidak akan pernah ketemu ). Lha wong kita diperintahkan zakat dan memperbanyak sedekah. Diperintahkan untuk haji dan umroh. Serta dianjurkan membiayai orang lain untuk haji dan umroh. Disuruh menuntut ilmu dan membiayai kegiatan keilmuan. Harus menafkahi keluarga, dan mencukupkan ahli waris.
Menyantuni orang tua yang sudah sepuh, orang-orang fakir miskin serta anak yatim. Menegakkan ekonomi syari’ah dan membangun sarana umat. Meningkatkan bargaining position ummat Islam, dan mengembangkan Dakwah dan Syi’ar Islam. Semua itu perlu dana yang besar. Kok kita mau bergembira ria dan bersantai ria dengan kemiskinan?
Masih gak percaya, kalo kita itu wajib kaya ? Kita lihat lagi nasehat Nabi SAW berikut ” Kefakiran itu dekat sekali dengan Kekafiran”.
Allah lebih menyukai Muslim yang kuat iman dan nafkahnya dari pada muslim yang lemah “. coba kita analisis juga isi ayat An-Najm : 43-48 berikut ini “Allahlah yang menjadikan tertawa dan menangis. Allahlah yang menjadikan kematian dan kehidupan. Allahlah yang menjadikan laki-laki dan perempuan. Allahlah yang memberikan kekayaan dan kecukupan (bukan kemiskinan).
Jadi Allah hanya memberi kita kekayaan dan kecukupan. Hidup kita ini, sebenarnya selalu dimuliakan dan dimanja oleh Allah SWT. Lha, kalau kita miskin? Itu pasti, karena salah kita sendiri. Masih mau membantah? Mari kita telaah lagi ayat-ayat berikut ini “Kebajikan apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami Mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang menjadi Saksi “. (An-Nisa :79)
“Mereka (utusan-utusan) itu berkata, kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.” ( Yaasin :19)
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah Memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)” (Asy-Syuro : 30).
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar “. (An-Nisa :9 ).
Gimana? Cukup? Bandelnya kita itu karena tidak mau niru Nabi SAW. Padahal perbedaan kita dengan Nabi SAW itu Cuma SEDIKITji saja. Makanya kita tidak kaya-kaya ! Masih tidak percaya ? kita lihat lagi yang ini nah:
– Nabi itu sedikit-sedikit beribadah, kita sedikit ibadahnya
– Nabi itu sedikit-sedikit sedekah, kita sedikit sedekahnya
– Nabi itu sedikit-sedikit sholat sunnah, kita sedikit sholat sunnahnya
– Nabi sedikit tidurnya, kita sedikit-sedikit tidur
– Nabi sedikit makannya, kita sedikit-sedikit makan terus
– Nabi itu sedikit bicaranya, kita sedikit-sedikit bicara bahkan bicarakan orang
Nah, kan Cuma sedikit toh bedanya ? harusnya kita bisa niru Nabi dong! He he he…, terus gimana dong caranya kita bisa dengan mudah Kaya Raya? Nantikan kajian berikutnya! (KuLtuM-Kuliah Terserah Antum–Ketua Baznas Makassar)