Site icon Inspirasi Makassar

Olah Daun Kering Jadi Pigura Foto, Anak Yatim Genggam Omzet Rp1,1 Miliar

Dunia bisnis, memiliki modal kreatifitas adalah sesuatu yang sangat berharga. Bahkan itu bisa lebih berharga dari sekedar modal finansial. Terbukti ada banyak sekali pengusaha sukses yang berawal dengan modal yang sangat minim, namun dengan kreatifitasnya, mereka berhasil menjadi seorang pengusaha yang sukses.

Usaha kreatif tampaknya jauh lebih bisa bertahan dalam menghadapi segala bentuk masalah yang ada. Dewi Tanjung Sari adalah satu dari sekian banyak pengusaha sukses yang berangkat dari kreatifitas meskipun hanya memiliki sedikit modal.

Dewi Tanjung Sari misalnya. Sejak belia, anak semata wayang ini sudah ditinggal ayahnya untuk selama-lamanya. Yatim. Sekalipun demikian, tidak berenungi nasib. Dia bahkan terus terlatih hidup mandiri sejak masa kanak-kanak. Ibunya yang saat itu bekerja sebagai pembantu rumah tangga, menguatkan keinginannya agar kelak mampu menjadi anak yang baik, dan berbahagia.

Dia berusaha dengan gigih, penuh ketekunan, tidak gampang menyerah, dan selalu menyikapi segala keadaan dan kebutuhan dengan kreatif. Apalagi, telah tertanam dalam dirinya impiannya menjadi manusia sukses. Ditambah lagi, dia adalah tipe perempuan yang gigih memperjuangkan cita-citanya sebagai pewirausaha.

Perempuan 33 tahun ini memulai usaha sejak awal kuliah di Program Diploma III, Universitas Brawijaya Malang. Saat itu, dia mengembangkan usahanya dengan berbagai kendala dan hambatan.

Semua berawal dari keinginannya untuk mencari uang, membantu ibunya yang saat itu mulai membuka warung, dan berjualan kecil-kecilan untuk biaya hidup keluarga, sekaligus membantu kuliahnya. Sejak masuk kuliah di Program Diploma Univeristas Brawijaya, tahun 2003, sepulang kuliah Dewi sering mencari daun-daun kering, limbah yang banyak berserakan di kampusnya untuk digunakan berbagai produk kerajinan.

Daun-daun kering itu dibersihkan. Kemudian dikeringkan dan dibentuk menjadi pigura foto, kotak pensil, undangan, dan bentuk kerajinan lainnya. Modal untuk membuat kerajinan tersebut juga tidak banyak. Hanya Rp50 ribu. Hasil kerajinan tersebut dijual kepada teman-teman di kampusnya. Bahkan dalam sebuah pameran produk kerajinan yang diadakan dikampusnya, kerajinan milik Dewi yang dijual seorang teman ternyata habis terjual.

Suatu hari di tahun 2005, Dewi bertemu dengan seseorang yang menjadi eksportir produk-produk kerajinan yang terbuat dari berbagai limbah. Dia kemudian memperoleh pesanan pembuatan kerajinan dari daun kering berbagai bentuk cukup banyak. Dari sinilah awal usahanya berkembang. Semula semua kegiatan dilakukan sendiri, namun karena permintaannya cukup banyak kemudian ditambah 16 orang karyawan lepas. Sebagian besar adalah para tetangganya untuk membuat produk kerajinan pesanan untuk ekspor tersebut.

Namun diluar dugaan, tahun 2007 perusahaan eksportir yang biasa memesan hasil kerajinan kepadanya ternyata bangkrut. Dewi bingung bagaimana harus mengelola orang dan produk yang sudah dibuat. Termasuk berfikir bagaimana melanjutkan usahanya.

Untuk sementara dia menghentikan kegiatan produksi dan mencoba memasarkan sendiri produknya ke berbagai teman. Dia juga memajang produk di warung ibunya, yang berhadapan dengan sebuah kantor. Saat ada orang yang belanja di warung ibunya dan tertarik dengan salah satu produk hasil kerajinan produk Dewi. Tamu tersebut kemudian memesan sebanyak 750 pcs dengan harga Rp1500/pcs yang akan digunakan untuk merchandise perkawinannya. Bukan main senangnya.

Saat itulah dia menyiapkan produk merchandise dan memberinya label sendiri dengan label De Tanjung. Pada label tersebut tercantum telepon, alamat, serta website yang dibuatnya secara sederhana. Selain itu ia juga menitipkan produk-produknya ke Gramedia, pusat-pusat kerajinan dengan cara penjualan konsinyasi, hasilnya cukup laku di pasaran.

Dia juga rajin menghadiri event fashion show serta wedding expo yang diadakan di berbagai kota untuk mengetahui tren serta perkembangan terbaru dalam industri yang berkaitan dengan wedding. Bahkan secara periodik Dewi juga bekerjasama peragawati untuk melakukan pameran souvenir dan kartu undangan perkawinan. Hal ini ia lakukan karena pernak-pernik, souvenir dan kartu undangan perkawinan sudah menjadi lifestyle, khususnya untuk kalangan menengah atas. Untuk memberikan layanan sesuai anggaran pelanggan, anak tunggal pasangan alhamrhum Adi dan Suharti ini menyediakan aneka produk dari harga Rp3ribu hingga Rp50 ribu per pcsnya.

Untuk memperluas dan skala bisnis, Dewi telah mengembangkan usahanya dengan sistem Franchise, dan sebagian besar mitranya adalah para pelanggannya yang kini sebagai franchisee di Malang, Bontang, Palu, Bekasi, Cirebon, bahkan Papua.

Omzet usahanya juga kian meningkat dari Rp. 650 juta pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp. 935juta pada tahun 2009, dan tahun 2010 lalu omzetnya tembus mencapai Rp. 1,1 miliar dengan keuntungan bersih mencapai Rp. 273juta.

Sebuah kebanggaan bagi Dewi, kini ia mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi 52 orang yang bekerja dari usahanya. Sebagian besar keryawannya adalah anak-anak muda yang berada di sekitar tempat tinggalnya.

Kesuksesan yang berhasil diraih Dewi sekarang ini, tidak terlepas dari besarnya tekad yang Ia miliki dan keberaniannya untuk segera mencoba segala usaha. Semoga informasi kisah sukses pengusaha yang berhasil mengembangkan ide kreatif, peluang usaha sukses mengolah limbah jadi rupiah ini bisa memberikan manfaat bagi para pembaca dan menginspirasi seluruh masyarakat Indonesia untuk segera memulai usaha. Maju terus industri kreatif Indonesia dan salam sukses. (konol)

 

 

Exit mobile version