Ternate, pulau di bawah kaki gunung api Gamalama, Maluku Utara. Di negeri yang sejak dulu dijuluki bangsa Arab, Portugis, Tionghoa, Belanda, serta negara lainnya sebagai daerah rempah-rempah–cengkih, pala, serta lada ini begitu indah.

Karena berada di pulau kecil, tentunya bekas Ibukota Maluku Utara ini dikelilingi perairan. Makanya, dari dan ke Ternate dari pulau-pulau tetangga, misalnya Tidore, Sofifi, dan lainnya tidak ada pilihan lain, selain menggunakan moda transportasi laut. Ferry, spead boath, atau pelayaran rakyat lainnya.

Pada Jumat, 7 Februari lalu, saya naik Ferry ke Tidore dari Ternate. Keesokan harinya, Sabtu, 8 Februari saya memilih spead boath ke Halmahera, untuk ketemu Sary Salatalohy–ponaan saya di Kabupaten Weda.

Di atas Ferry yang saya tumpangi itulah, saya melihat lalulintas di perairan ini begitu padat. Indah. Kamera Nikon D710 yang menemani saya dari Kota Makassar, Sulawesi Selatan dipakai untuk menjepret keindahan lalulintas laut sore itu.

Sekali waktu, Insya Allah akan saya ke sana lagi. Ke Maluku Utara yang lepas dari Provinsi Maluku pada 4 Oktober 1999 itu. paling tidak ke Ternate yang konon penduduk pertamanya berasal dari Kerajaan Jailolo di Halmahera yang mengungsi, sekaligus di kota yang pertama kali masuknya Islam sekitar tahun 1486–tepatnya saat putera Kaici Marhoem, Zainal Abidin memeluk Islam itu.

Mengapa ke Maluku Utara? Selain ada kakak dan tiga ponaan bersama keluarganya di sana, sekaligus untuk melepas diri dari keriuhan kota. Ke sana untuk melihat kembali kesibukan di tepian dan perairan yang indah-indah.

Di sana pula, untuk melihat berbagai interior sejarah masa lalu. Untuk melihat taman Nukila, Masjid Al-Munawarah, keraton, dan lainnya. Di sana pula, sekaligus melepas kangen bersama rekan-rekan sesama alumni Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Ambon. Ada Asnia Rolobessy, Hafsah Todohu, Ali Umar, Ismet Duklun, Abdullah Kharie, Soleman Djamal, Fuad, serta Abdul Wahab. Ada pula senior Norma Yunus, Abdul Gani, Mat Torano, dan lainnya yang tidak sempat disebut satu persatu. Oh Ternate…(din)

BAGIKAN
Berita sebelumya*Kebanggaan dan Kehormatan Baru Umat Muslim Indonesia
Berita berikutnyaKades Malleleng : Mengelola Pemerintahan Desa dengan Baik
Wartawan kriminal dan politik harian Pedoman Rakyat Ujungpandang dan sejumlah harian di Kota Daeng Makassar, seperti Ujungpandang Ekspres (grup Fajar) dan Tempo. Saat ini menjadi pemimpin umum, pemimpin perusahaan, dan penanggungjawab majalah Inspirasi dan Website Inspirasimakassar.com. Sarjana pertanian yang juga Ketua Umum Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Al-Gazali--kini Universitas Islam Makassar ini menyelesaikan pendidikan SD di tanah kelahirannya Siri Sori Islam Saparua, SMP Negeri 2 Ambon, dan SPP-SPMA Negeri Ambon. Aktif di sejumlah organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di organisasi kedaerahan, bungsu dari tujuh bersaudara pasangan H Yahya Pattisahusiwa dan Hj.Saadia Tuhepaly ini beristrikan Ama Kaplale,SPT,MM dan memiliki dua orang anak masing-masing Syasa Diarani Yahma Pattisahusiwa dan Muh Fauzan Fahriyah Pattisahusiwa. Pernah diamanahkan sebagai Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Siri Sori Islam (IPPSSI) Makassar. Kini, Humas Kerukunan Warga Islam Maluku (KWIM) Pusat Makassar dan Wakil Sekjen Kerukunan Keluarga Maluku (KKM) Makassar.

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here