Jakarta, INSPIRASI MAKASSAR.COM – Usai putusan praperadilan yang memenangkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan, pelantikannya sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia makin mengemuka. Apa saja bahaya besar bila Presiden Joko Widodo bersikeras melantik polisi yang diduga memiliki rekening gendut ini?
1. Tafsiran hukum makin sembarangan.
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Indonesia, Satya Arinanto menyatakan masyarakat akan resah dan mempertanyakan keputusan Jokowi bila Budi tetap dilantik. “Penegakan hukum akan dipertanyakan,” kata Satya yang dihubungi pada Selasa, 17 Februari 2015.
Selain itu, Satya menilai penafsiran hukum oleh masyarakat akan makin sembarangan. Sebelumnya, Hakim Tunggal Sarpin Rizaldi mengambil keputusan memenangkan Budi tanpa merinci landasan hukum yang digunakannya. Sarpin juga menyebut Budi yang menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir Mabes Polri itu tidak tergolong penyelenggara negara atau pun penegak hukum.
2. Perseteruan terus-menerus antara KPK dan Polri.
Pengamat politik dari Centre for Strategic of International Studies, J.Kristiadi, berujar konflik antara KPK dan Polri tak akan ada habisnya bila Budi jadi dilantik. KPK, kata Kristiadi, dapat memperbaiki surat penyidikan dan terus memperkarakan kasus Budi. “Sementara itu, Budi yang telah menjabat Kapolri akan menggunakan kekuasannya untuk terus melawan KPK,” ucap Kristiadi.
Perseteruan ini, kata Kristiadi, tidak akan berakhir hingga Jokowi mengambil sikap tegas. Kristiadi menilai Jokowi saat ini terlihat lemah karena tidak memiliki kekuatan politik yang menyokongnya. “Jokowi berdiri di kaki sendiri,” kata dia.
3. Pembusukan lembaga hukum.
Bahaya terakhir jika Budi tetap dilantik sebagai Kapolri menurut Kristiadi adalah potensi membusuknya internal lembaga hukum di Indonesia. Lembaga hukum seperti kepolisian yang harusnya melayani masyarakat nantinya justru sibuk bertarung untuk melanggengkan kekuasaan.
Kristiadi mengkhawatirkan lembaga hukum akan dimanipulasi oleh oknum tertentu. “Penegakan hukum akan kacau balau,” ujarnya lagi. (*)