Sebagian orang menganggap, daun dan rumput tidak lain hanyalah sampah. Tapi ditangan Siti Retnanik, dedaunan dapat diolah menjadi hasil karya seni bernilai jual tinggi. Kemampuan mengolah sampah menjadi kreasi yang bernilai inilah, mangantar tiga orang anaknya menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi ternama.
Kediaman Siti Retnanik di kawasan Ngagel Mulyo, Surabaya terbilang sederhana. Di bagian depan rumahnya hanya ada kursi dan meja. Ada pula lemari dengan berbagai pajangan kerajinan daun. Namun, dibalik kesederhanaan itu, ternyata pelaku usaha kecil menengah (UKM) ini tak bisa lagi dipandang sebelah mata. Lebih 10 tahun sudah Bengkel Kriya Daun besutannya menjadi pemasok tetap kotak abu jenazah berlapis daun ke pasar mancanegara, utamanya London.
Dapat dibayangkan. Hanya dari pesanan tetap ke London saja, Siti Retnanik meraup omzet Rp 30 juta hingga Rp 40 juta per bulan. Ditambah permintaan pasar lokal, serta penjualan tak tetap lainnya, perempuan berkerudung ini mengantongi omzet Rp 50 juta hingga Rp 75 juta. Bahkan mencapai Rp 100 juta sebulan.
Selain kotak abu jenazah, produk Bengkel Kriya lainnya berupa payung, pajangan rumah, kotak kopi, kotak seserahan hingga lukisan. Bengkel Kriya daun menerima pesanan untuk hiasan peti jenazah. Variasi harga mulai Rp 10.000 hingga Rp 5 juta.
Perempuan kelahiran 1 April 1958 ini mengakui, daun-daun kering selain didatangkan dari Surabaya, juga dari Jember, Tengger, Pandaan dan Jombang. Masing-masing pengepul daun kering akan mengirim dua kali dalam seminggu. Semakin busuk daun, harganya semakin mahal, karena mengalami penipisan secara alami.
Daun-daun kering ini kemudian direbus selama 15-20 menit untuk penipisan daun hingga yang tersisa adalah tulang daunnya. Untuk mengeringkan, serta menjaga bentuknya agar tidak rusak, daun yang telah direbus langsung disetrika. Setelah itu diberi pewarnaan dengan menggunakan warna alami daun.
Sedangkan warna putih digunakan pemutih pakaian. Setelah itu direndam sesuai kebutuhan untuk
menghasilkan warna putih yang diinginkan.
Hasil karya kebanyakan berupa pernak-pernik, kemasan dan kerajinan lain yang bisa digunakan sebagai pelengkap interior. Sebut saja, kap lampu, lukisan serta hiasan dinding lainnya. Pernak-pernik ini
kebanyakan dipesan untuk keperluan hajatan seperti undangan, buku tamu dan souvenir. Untuk kemasan, kebanyakan yang dibuat adalah kemasan penyimpan abu jenazah yang hingga kini dieksport ke Inggris.
Dengan beraneka ragam pesanan yang ada saat ini, Nanik cukup kewalahan memenuhi permintaan. Karena dia jarang mendapatkan karyawan yang telaten dan sabar untuk mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan secara manual ini.
Hingga saat ini belum ada produk keluaran Bengkel Kriya Daun yang dikerjakan dengan mesin. Sebab yang paling penting, untuk menghasilkan karya dengan cita rasa seni tinggi dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan.
Untuk membantu menggarap pesanan, perempuan asli Jember ini dibantu 5 orang karyawan inti yang bekerja di workshopnya dan 30 karyawan lain yang rata-rata para ibu di sekitar rumahnya. Jam kerja bagi karyawan mulai pukul 08.00-16.00. Sementara bagi mereka yang mengerjakan di rumah digaji berdasarkan seberapa banyak pekerjaan yang bisa diselesaikan atau biasa disebut karyawan borongan. Upah yang diberikan pada karyawan borongan ini tergantung ketepatan waktu dan hasil yang bagus. Semakin halus hasilnya semakin mahal.
Kreasi Siti bermula dari sepeninggal suaminya, Heri Wibawanto. Dia harus bekerja ekstra, ibu yang mengasuh anak-anak, sekaligus pencari nafkah bagi tiga orang anak. Untuk itu, dia mengingat-ngingat kerja sampingan suaminya semasa aktif sebagai PNS di Dinas Pertanian, sekaligus hobi memelihara tanaman.
Menurutnya, kebiasaan suaminya, ketika sedang bersih-bersih pekarangan rumah. Saat itu, suamianya juga , tidak membuang daun-daun kering atau membakarnya, melainkan dijadikan herbariuam. Setelah beberapa lama, daun-daun itu dibuka kembali untuk dibuat katalog. Misalnya, dicatat nama lokasi, asal mengambil daun, bahasa latin, dan lainnya.
Setahun sebelum pensiun, tepatnya tahun 1996, suaminya sudah memulai membuat aneka kerajinan dari kertas, meran dan bahan-bahan lain. Sedangkan tahun 1999, suaminya membuat kartu ucapan dari segala macam daun dan rumput yang pernah dia kumpulkan.
Dulu, ucapan via pesan pendek SMS masih belum booming, sehingga suaminya membuat kartu ucapan untuk Natal, Idul Fitri, Valentine dari daun-daun yang sudah lama disimpan. Ternyata respon konsumen bagus. Setelah itu mencoba membuat produk yang sampai sekarang masih diminati konsumen, yaitu kotak tisu.
Daun-daun kering tersebut diolah tanpa memikirkan pandangan kebanyakan masyarakat yang mengidentikkan daun dengan sampah. Karena itu, sepeninggal suaminya, dia selalu berpikir kelanjutkan pendidikan ketiga buah hatinya, sehingga membuang jauh-jauh pemikiran orang tersebut.
Baginya, apa yang pernah dikerjakan suaminya, mengolah daun dan rumput kering adalah kreasi bernilai seni. Apalagi ditambah dengan kreatifitas dan cita rasa seni bisa mendatangkan uang. Agar usahanya berjalan mulus, perempuan yang biasa disapa Nanik Heri ini melabelkan nama usahanya “Bengkel Kriya Daun”. Di tempat usaha sekaligus kediamannya itu, Nanik dibantu anaknya, selain sebagai pemilik juga merangkap marketing. Di bengkel itu juga terlihat berbagai pesanan bertumpuk. Selain pasar lokal, kreasi dan buah tangannya sudah merambah pasar Asia, Eropa, hingga Amerika dan Jerman.
Di Indonesia sendiri meski tidak membuka cabang di tempat lain, pelanggannya menyebar di seluruh
nusantara, terutama usai mengadakan pameran. Para pelanggan kebanyakan berasal dari pelanggan
sebelumnya maupun pengunjung yang sempat mengunjungi pameran. Dirinya juga melayani kebutuhan parcel bagi instansi pemerintah maupun swasta. (bs-din)