Kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia terbesar kedua setelah Brasil. Karena itu, Indonesia memiliki sumber daya genetik cukup besar untuk dikembangkan. Selain lahan yang luas, lahan sempit pun bisa dimanfaatkan mengais rupiah. Salah satunya membuat terrarium, yakni teknik mengkreasikan budidaya tanaman hias dalam wadah kaca. Anda tertarik menjalani bisnis ini?

Seperti halnya akuarium yang berfungsi memamerkan keindahan beragam ikan, maka Terrarium juga memajang tanaman cantik yang disusun indah dalam wadah semacam toples atau plastik berbentuk unik, menarik dan transparan. Juga merupakan biosfer buatan paling alami. Teknik ini merupakan miniatur taman yang bisa menjadi elemen dekoratif pada interior rumah.

Terrarium sangat cocok bagi mereka yang suka dengan tanaman, tapi tidak memiliki waktu mengurusnya. Apalagi, kelebihannya tak perlu dipupuk, melainkan hanya menggunakan media zeolit ukuran kerikil, ukuran 2, dan ukuran 1. Kompos juga bisa digunakan. Media lain adalah, arang sekam. Namun, bila penggunaannya kurang tepat, terrarium bisa basah dan menimbulkan bau.

Karena terrarium ditempatkan dalam ruangan, maka tanaman hias yang digunakan tidak butuh sinar matahari terlalu banyak. Tanaman ini memiliki toleransi kelembaban tinggi, tapi lambat pertumbuhannya. Misalnya, lidah mertua, paku lumut, fittonia, crypthantus (sejenis nanas-nanasan), sirih gading, begonia, dracaena, chamaedorea (palem kecil), dan kaktus. Tanaman yang dipilih adalah masih kecil.

Potensi kekayaan inilah menginspirasi Raden Nanda Teguh menggagas bisnis Little Gardenia. Setelah memiliki pengalaman yang diperoleh dari berbagai pelatihan, dia membuat miniatur kebun dalam wadah. Tentunya, untuk memudahkan masyarakat mencintai dan memelihara tanaman hias dalam rumah.

Menurut pria kelahiran Sukabumi, 22 tahun ini, memulai bisnis tersebut dengan modal dari tabungan Rp100.000. Untuk mendapat tambahan modal, dia mengirimkan proposal kegiatan mahasiswa pada Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. Dia bersukur karena mendapat bantuan Rp 4 juta. Modal tersebut untuk membeli wadah dari bahan kaca dan keramik, serta pasokan tanaman hias.

Dalam masa persiapan selama enam bulan, Nanda membuat prototipe desainnya. Awal 2014, mulai memasarkan karyanya. Dalam sebulan, bisa membuat 1.500 buah terrarium berukuran kecil, 200 buah sedang, dan 100 buah besar. Respons pasar sangat positif. Harga yang ditawarkan antara Rp 40.000 hingga Rp 300.000 per buah. Tergantung ukuran wadah. Setiap bulan, meraup omzet sekitar Rp 10 juta, dengan laba bersih 60%.

Permintaan terus meningkat. Peningkatan ini membuat pemain baru mulai memasarkan produk serupa. Beberapa pemain lain malah menjual terrarium di atas harga Rp 1 juta per buah. Tak tanggung-tanggung, pesaingnya mengimpor bunga dari Eropa. Antar-pemain jadi bersaing kreativitas membuat katalog produk yang semakin beragam.

Namun, Nanda lebih memilih bahan baku tanaman hias dari dalam negeri. Dia bekerjasama dengan

petani di Jawa Barat dengan sistem kemitraan, sekaligus membina petani agar menghasilkan tanaman hias berkualitas.

Sekalipun telah sukses, tidak membuatnya berpuas diri. Dia malah menciptakan produk lain. Tentunya erat hubungannya dengan tanaman hias. Sejak tahun 2014, Nanda mulai membuat taman vertikal mini yang bisa dibongkar pasang.

Munculnya produk ini, karena permintaan pasar. Pasalnya, masyarakat lebih mengenal

taman vertikal yang dipasang di gedung perkantoran. Proses pemasangan pun butuh waktu lama, karena rata-rata tembok yang dipasangi taman juga luas. Di sisi lain, usaha taman vertikal biasanya Business to Business (B2B), tentunya harga tinggi.

Sementara, banyak orang juga menginginkan taman vertikal sebagai penghias rumahnya. Untuk

produk ini, Nanda pionirnya. Pemain lain belum ada yang menyasar konsumen ritel. Malah, dengan sistem ini dia memberikan garansi satu tahun untuk instalasi kayu dan dua minggu untuk tanaman. Bila rusak, diganti. Sedangkan target pasar yang dilirik adalah perumahan dengan ruangan sempit, terutama penghuni apartemen. Pasalnya, instalasi taman vertikal Little Gardenia berukuran sekitar 80 cm x 170 cm.

Taman vertikal bisa dibongkar pasang. Makanya, pembeli bisa pasang sendiri. Taman tersebut mudah dipindah-pindahkan. Harganya pun tak terlalu mahal, sekitar Rp800.000 hingga Rp 1,2 juta per paket. Bandingkan dengan taman vertikal biasa yang lebih dari Rp 1,6 juta per meter persegi.

Cara membuat taman vertikal mini, Nanda butuh waktu seminggu. Sejauh ini, ada tiga

desain taman vertikal yang dibuatnya yaitu dengan instalasi kayu pinus, kayu

mahoni, dan pipa baja ringan. Untuk tanaman, dia memberikan pilihan tanaman hias dan tanaman rempah. Selain untuk hiasan, juga bisa digunakan sebagai bumbu dapur.

Untuk mendapatkan pasar, selain dari mulut ke mulut, juga berpromosi lewat website, dan jejaring sosial lainnya. Instagram dan Twitter. Semakin rajin promosi, order pun semakin banyak. Karena memiliki kreativitas, Nanda pun mendapat penghargaan Shell LiveWire Business Start-up Awards, tahun lalu. (bs-din)
Cara Membuat Terarium:

A. Alat dan Bahan:
1. Kayu untuk mengorek tanah
2. Sumpit untuk menjepit tanaman
3. Tisu yang sudah dililit pada sebatang kayu kecil, dan diberi alkohol 70%
4. Sedotan untuk meniup kotoran di dinding wadah
5. Corong untuk memasukkan media tanam
6. Sendok plastik untuk meratakan media tanam
7. Kuas untuk membersihkan tanaman yang terkena media tanam
8. Sekop kecil untuk menuang media tanam dan batu hias
9. Gunting
10. Semprotan air berujung lancip (jangan pilih yang spray, karena akan merusak tanaman)
11. Media tanam: arang (potong kecil-kecil), moss (disemprot air dulu), kompos (yang sudah steril), zeolit
12. Batu hias warna warni (*)

BAGIKAN
Berita sebelumyaMantan Siswa SMK 1 Parepare Mendulang Rupiah dari Kerajinan Limbah Kaca
Berita berikutnyaMengolah Daun Kering, Raup Puluhan Juta Rupiah
Wartawan kriminal dan politik harian Pedoman Rakyat Ujungpandang dan sejumlah harian di Kota Daeng Makassar, seperti Ujungpandang Ekspres (grup Fajar) dan Tempo. Saat ini menjadi pemimpin umum, pemimpin perusahaan, dan penanggungjawab majalah Inspirasi dan Website Inspirasimakassar.com. Sarjana pertanian yang juga Ketua Umum Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Al-Gazali--kini Universitas Islam Makassar ini menyelesaikan pendidikan SD di tanah kelahirannya Siri Sori Islam Saparua, SMP Negeri 2 Ambon, dan SPP-SPMA Negeri Ambon. Aktif di sejumlah organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di organisasi kedaerahan, bungsu dari tujuh bersaudara pasangan H Yahya Pattisahusiwa dan Hj.Saadia Tuhepaly ini beristrikan Ama Kaplale,SPT,MM dan memiliki dua orang anak masing-masing Syasa Diarani Yahma Pattisahusiwa dan Muh Fauzan Fahriyah Pattisahusiwa. Pernah diamanahkan sebagai Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Siri Sori Islam (IPPSSI) Makassar. Kini, Humas Kerukunan Warga Islam Maluku (KWIM) Pusat Makassar dan Wakil Sekjen Kerukunan Keluarga Maluku (KKM) Makassar.

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here