
Kreativitas terkadang muncul di saat seseorang menghadapi masa sulit. Situasi ini seperti dialami Gita Adina Nasution, ketika ayahnya terkena penyakit diabetes. Mahasiswi semester 6, Jurusan Farmasi, Universitas Sumatera Utara (USU) ini berhasil menyembuhkan ayahnya dengan obat racikan yang mengandung gula. Kolagit! Akhir tahun 2014 lalu, dia mendapatkan omzet penjualan lebih dari Rp1 miliar.
Penyakit diabetes yang mendera ayahnya, bukanlah disebabkan konsumsi gula yang berlebihan. Melainkan, organ tubuh yang cacat akibat pola hidup yang tidak sehat, sehingga menyebabkan tubuh tidak bisa mencerna gula. Ayahnya kemudian divonis menderita diabetes.
Penderita diabetes, kualitas fungsi organ tubuhnya, termasuk pencernaan cenderung menurun. Kalau berbentuk pil atau kapsul, tubuh harus berupaya mencerna obat itu lagi, dan belum tentu sempurna. Maka dibuat bentuk serbuk dan dilarutkan dalam air, baru diminum, sehingga khasiatnya bisa lebih cepat dirasakan.
Perempuan 20 tahunan ini mengemukakan, sebagai anak, dirinya menginginkan agar ayahnya sembuh dari pnyakit yang dideritanya. Di luar dugaan, setelah berhasil menyembuhkan ayahnya dari diabetes, obat racikan Gita bernama Kopi Gula Gita (Kolagit). Obat ini mengandung bahan tumbuhan tebu dan herbal-herbal lainnya. Meski ada kata kopi dalam Kolagit, hanya karena kemiripan warna obat tersebut dengan kopi.
Obat-obat herbal mulai dikembangkan untuk mencegah perkembangan penyakit diabetes. Selain Kolagit buatan Gita Adinda Nasution, rupanya di China juga ada obat herbal serupa untuk diabetes. Obat yang diberi nama Tianqi itu terbuat dari sepuluh campuran tanaman.
Proses pembuatan Kolagit itu adalah bagian dari rahasia. Intinya, demikian Gita, dia mengambil unsur dari tebu. Apakah unsur kulit, air, atau sekadar ampas tebunya, Gita tidak ingin membeberkan, apalagi jenis tebu yang mana. Lantas melalui proses pencampuran unsur-unsur senyawa yang lain di dapur farmasinya sendiri, tebu itu berubah menjadi serbuk.
Karena berkhasiat, Gita langsung terkenal, bukan saja di Medan, dan seluruh nusantara, melainkan langsung mendapat respon dari luar negeri. Kolagit langsung direspon pasar internasional, Korea Selatan, Perancis, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Arab Saudi, California, Canada, hingga Amerika Serikat.
Untuk harga, Gita menjual Kolagit sebanyak 800 gram dengan harga Rp 150.000. Sekalipun mendapat untung besar, namun, bukanlah tujuan utama dari penjualan. Menurut dia, sebagai orang medis, masih ada beban moral untuk menyembuhkan orang meski tidak mampu untuk membeli.
Sebenarnya, demikian Gita, niat untuk komersil tidak ada, karena memiliki tanggung jawab sosial sebagai latar belakang medis. Sistem jual beli saya lakukan karena butuh modal. Jadi yang tidak mampu saya berikan harga seikhlasnya atau bahkan gratis.
Dalam beberapa kasus, ada yang gula darahnya justru naik setelah mengonsumsi Kolagit, tetapi sebentar saja. Setelah beberapa kali minum, biasanya membaik. Ada juga yang sehabis minum Kolagit, gula darahnya naik, tapi saat bersamaan dia tidak lemas lagi dan kulitnya mengencang, lukanya mulai mengering.
Kolagit itu masih diproduksi dengan cara yang sama seperti ketika pertama ditemukan, secara tradisional. Bentuknya serbuk berwarna cokelat gelap. Sedari awal herbal itu memang didisain untuk berbentuk serbuk.
Takaran sekali minum Kolagit adalah satu sendok makan, lantas dilarutkan dalam segelas air. Untuk kondisi pasien yang yang parah, tiga kali minum setiap hari sesudah makan. Jika tidak, maka cukup satu kali sehari. Gita menyarankan sebaiknya semua pengobatan lain dihentikan saat menggunakan Kolagit. Mereka yang tidak mengidap diabetes juga bisa meminum ini, dan tidak ada masalah apa-apa. (bs-ozan)