Hei… yamko rambe yamko…aronawa… ombeHei… yamko rambe yamko…aronawa… ombeHei ngino kibe kumbano kumbu bekoYumano kumbu awe ade”.  Demikian sepenggal lirik lagu Slank, berjudul Lembah Baliem..baliem

Inspirasimakassar: Bukan hanya Pulau Bali atau Lombok, namun hampir semua pulau di Timur Indonesia memiliki kekayaan alam maha indah.  Wisatawan lokal dan mancanegara pun berdecak kagum. Lembah Baliem di pegunungan Jayawijaya, Papua, salah satunya. Lembah ini berada di ketinggian 1600 meter dari permukaan laut. Dikelilingi pegunungan. Pemandangannya, alami dan eksotik. Letaknya yang diapit pegunungan Cyclop di Wamena ini membuat penduduknya sedikit tertinggal dalam hal perkembangan peradaban.

Lembah tempat tinggal suku Dani di Desa Wosilimo, 27 km dari Wamena dan dua suku lainnya Yali dan Lani ini eksostis. Pesona alam di malam hari dengan suhu hanya 10 – 15 derajat Celsius semakin menguatkan keyakinan bahwa, tempat wisata terkemuka di Papua itu benar-benar alami. Grand Baliem Valley, begitu tempat ini sering disebut.

Lembah Baliem berbentuk perbukitan hijau. Memiliki pemandangan sangat indah. Namun, di atasnya justru terlihat pemandangan seperti pantai, dengan adanya pasir putih. Tekstur pasir putihnya sama persis dengan pasir yang ada di pantai. Bahkan terasa asin. Lembah ini juga memiliki batu-batu granit yang menyembul dari tanah.

Tak hanya pasir putih yang menguatkan pendapat bahwa, Lembah Baliem dulunya adalah danau. Namun akibat gempa, terjadi perubahan alam, akibat lempeng-lempeng bumi yang bergeser.

Agama yang dianut mayoritas non-muslim. Namun kenyataannya, di distrik Walesi Papua, masyarakatnya menjadi pemeluk agama Islam terbesar di Tanah Papua. Walesi menjadi pusat pendidikan agama Islam bagi masyarakat Suku Dani. Di sini terdapat sebuah madrasah dan presantren yang sudah berumur tua.

Mereka bisa hidup rukun satu sama lain. Bahkan tak sedikit dari satu keluarga yang menganut perbedaan keyakinan. Jika tradisi adat ‘bakar batu’ di Papua biasa menggunakan daging babi, muslim di Walesi  menggantinya dengan daging ayam.

Untuk mencapai Lembah Baliem dan menikmati pesona alam dan budayanya, wisatawan butuh perjuangan cukup melelahkan. Meski bukan lokasi yang terisolir, namun untuk mencapai lembah ini harus beberapa kali transit. Pertama harus mendarat di Jayapura. Kemudian ke Wamena, menggunakan beberapa pilihan penerbangan. Manunggal Air, Trigana, Yajasi, Hercules, AMA, atau MAF.

 Bagi wisatawan yang suka wisata budaya, festival Lembah Baliem di Wamena bisa menjadi pertunjukan, sekaligus pengalaman wisata menakjubkan. Festival ini menceritakan tentang perang segitiga, antara suku Dani, suku Yali, dan suku Lani. Konon, festival ini merupakan lambang kesuburan, serta kesejahteraan yang digambarkan melalui adu kekuatan antar suku.

Jika dana Anda terbatas, disarankan membawa perbekalan makanan. Pasalnya, semua harga, termasuk harga bahan pokok dan makanan siap saji cukup tinggi. Sebagai gambaran, satu harga barang di Jakarta, harganya menjadi dua kali lipat di Wamena.

Rugi besar jika mengunjungi Lembah Baliem tanpa mengambil foto-foto seru. Tak hanya pemandangan alam dan pagelaran budaya festival yang bisa menjadi sasaran bidikan, namun disini para wisatawan juga bisa berfoto bersama penduduk asli suku Dani. Jika ingin menghabiskan waktu beberapa hari, ke arah selatan dari Kota Wamena berdiri sebuah hotel “Baliem Valley Resort” yang siap mengakomodasi  wisatawan.

Kehidupan suku-suku asli disini sederhana. Sehari-hari, mereka tinggal di rumah bundar beratapkan jerami. Rumah para wanita disebut Eweai, sedangkan rumah para pria, Honai. Rumah induk yang biasanya ditinggali kepala atau tetua desa biasanya disebut Leseai. Kadang, kaum prianya pun berburu di hutan sekitar lembah untuk mencari variasi makanan. Pakaian yang digunakan kaum lelaki adalah koteka. Sebagian kaum wanita sudah berpakaian, karena adanya pengaruh dari luar desa.

Para wisatawan tentu lebih puas menikmati festival Lembah Baliem. Karena event ini digelar 3 hari penuh, setiap tahun di bulan Agustus bertepatan dengan HUT RI. Festival itu sendiri pertama kali digelar tahun 1989. Uniknya, pada pembukaan festival selalu diawali dengan skenario perang.

Festival Lembah Baliem awalnya merupakan acara perang antarsuku  Dani, Lani, dan Yali sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan. Sebuah festival yang menjadi ajang adu kekuatan antarsuku dan telah berlangsung turun temurun. Tentunya, aman untuk dinikmati.

Pemerintah Kabupaten  Jayawijaya mengakui, Festival Budaya Lembah Baliem telah menjadi salah satu ikon dunia pariwisata Papua dan Indonesia yang sudah mendunia. Kegiatan ini telah berlangsung ke-27 kali pada 2016 ini. Bupati Jayawijaya Jonh Wempi Wetipo, di Wamena, Selasa (9/8), mengatakan kegiatan ini juga suatu langkah positif pemerintah daerah dalam rangka mempertahankan seni budaya tradisional dan nilai-nilai luhur suku Dani. (bs)

 

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here