Ban bekas sudah banyak di recycle menjadi bermacam-macam barang, di antaranya adalah sebagai tempat sampah, pot tanaman, ayunan hingga sandal jepit para pria. Namun di luar negeri, tepatnya di Jerman, seorang desainer multi talenta berani mengubah ban bekas dari sepeda menjadi beragam perhiasan.

Christiane Diehl, nama desainer itu, menekuni pembuatan perhiasan dari berbagai bahan daur ulang karet seperti karet gelang, ban dalam sepeda dan bahan matras angin. Diehl dengan tekun memotong ban dalam sepeda ini menjadi potongan kecil yang berbentuk cantik dan rapi, kemudian menyatukannya menjadi gelang dan kalung yang cantik. Tidak nampak lagi kalo barang-barang tersebut dari ban bekas.

Anda tidak bisa memilih banyak warna untuk perhiasan ini karena warnanya terbatas pada warna ban dalam sepeda yang beredar. Kebanyakan gelang dan kalungnya berwarna hitam, sedangkan beberapa ada yang berwarna kelabu gelap, hijau dan biru kelabu. Pada beberapa desain, Diehl menggabungkan dua atau tiga material sekaligus, sehingga didapatkan warna yang sedikit semarak dengan adanya warna merah, kuning, krem dan jingga.

Sedangkan di Indonesia, memanfaatkan limbah ban bekas tidak membutuhkan modal besar. Bahan bakunya relatif murah. Apalagi saat ini, jumlah ban bekas semakin melimpah seiring terus bertambahnya kendaraan bermotor. Jika seseorang memiliki ide-ide kreatifitas yang tinggi, tentunya ban bekas dapat diubah menjadi karya seni bernilai tinggi.

Adalah Andi Pianus. Lewat tangan kreatifnya, ban bekas disulap menjadi berbagai macam produk furniture, seperti meja dan kursi santai. Untuk membuat meja dan kursi hanya melalui dua teknik yakni, tempel dan anyam. Untuk jenis ban bekasnya sendiri, kebanyakan yang dipakai ban bekas motor.
Menurut pria asal Sanggau, Kalimantan Barat ini, untuk membuat satu set mebel yang terdiri dari dua kursi plus meja, dia membutuhkan sekitar empat ban bekas. Bahan bakunya mudah diperoleh, selain secara gratis, juga dibeli dengan harga murah. Sekalipun demikian, waktu pengerjaannya cukup lama, yaitu sekitar delapan hingga sembilan hari untuk satu set. Pengerjaannya agak lama, karena dibutuhkan ketelitian dalam membuatnya.
Harga satu set meja yang ditawarkan Andi Pianus, Rp500.000. Sedangkan jika lokasi pembeli di luar kota, harganya bisa jadi lebih mahal karena ditambah dengan biaya pengiriman. Keuntungan dari bisnis ini terbilang lumayan. Untuk satu set meja dan kursi, Andi mendapatkan keuntungan Rp100.000 hingga Rp200.000.
Andi optimistis bisnisnya akan terus berkembang, karena kerajinan dari ban bekas terbilang unik dan jarang, juga murah. Pemasarannya juga mudah. Dia hanya memaksimalkan saluran distribusi kepada pedagang kaki lima, hingga menjualnya langsung ke konsumen,atau memajangnya di kios. Hal lain yang dilakukan adalah rajin mengikuti promosi dalam even-even Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Selain itu produk furniture, setidaknya ban bekas juga dapat dibuat 30 item aksesoris bernilai jual tinggi. Diantaranya pembuatan taman yang cukup indah, membuat gelang, gantungan kunci, dompet, tas, hingga tas laptop. Bisa juga dibuat anting-anting dan gelang yang terkesan unik dan mewah.
Untuk memulai usaha pengolahan limbah ban bekas, tidak membutuhkan modal besar. Karena untuk bahan baku bisa terbilang relatif murah dengan label sampah atau barang bekas. Permodalan awal yang membutuhkan hanya untuk membeli peralatan kerja. Alat yang digunakan pun sangat sederhana, diantaranya peralatan sol sandal dan sepatu, membuat meja kerja yang nyaman, serta mencari pisau yang tajam.
Pebisnis ban bekas lainnya adalah Sindu Prasastyo. Ide awal pria 33 tahun asal Desa Tetep Gambir, Salatiga ini saat aktip di LSM Taman Untuk Kehidupan (TUK), yaitu organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang lingkungan di Salatiga dan sekitarnya, tahun 2006-2010. Di situlah dia banyak belajar dan mengembangkan ide memproduksi barang-barang daur ulang.
Saat memulai, Sindu membuatnya dalam skala kecil dan masih bekerja sendiri. Omzet awalnya hanya Rp1.000.000 sebulan. Tapi dia meyakini, kerajinan tersebut bisa berkembang karena di Indonesia belum ada yang menggunakan ban bekas untuk membuat aksesoris dan tas.
Dia menitipkan produknya keberbagai toko di Yogyakarta. Sambutan pasar cukup menggembirakan, terutama dari para wisatawan asing yang mengunjungi kota para raja tersebut.
Sejak 2012 usaha mulai berkembang. Harga produksi sangat variatif. Kalau aksesoris seperti gelang rata-rata berharga Rp 20.000 per buah. Sementara tas juga bervariasi, paling mahal tas laptop, harganya Rp350.000.
Omzet meningkat hingga Rp15 juta per bulan. Sejak itu Sindu mulai dibantu lima orang karyawan untuk mengerjakan pesanan. Kini, setiap bulan dia dan karyawannya mengerjakan pesanan sekitar 1.250 item. Sebanyak 1.000 item adalah pesanan pembeli di luar negeri antara lain Belanda, Perancis, Inggris dan Australia. Sementara sisanya dikirim ke sejumlah toko di Yogyakarta dan Bali.
Dengan kapasitas produksinya saat ini, Sindu mengaku, omzetnya rata-rata per bulan bisa mencapai Rp70 juta. Omzet sebesar itu, selain membayar gaji 10 karyawan, mencicil pinjaman ke bank, dan membeli lahan untuk lokasi baru rumah produksinya kelak. (ozan-besum)

BAGIKAN
Berita sebelumyaAtraksi Sukhoi di Hari Jadi Tana Luwu
Berita berikutnyaBisnis Ikan Hias, Hilangkan Stres Sekaligus Datangkan Rupiah
Wartawan kriminal dan politik harian Pedoman Rakyat Ujungpandang dan sejumlah harian di Kota Daeng Makassar, seperti Ujungpandang Ekspres (grup Fajar) dan Tempo. Saat ini menjadi pemimpin umum, pemimpin perusahaan, dan penanggungjawab majalah Inspirasi dan Website Inspirasimakassar.com. Sarjana pertanian yang juga Ketua Umum Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Al-Gazali--kini Universitas Islam Makassar ini menyelesaikan pendidikan SD di tanah kelahirannya Siri Sori Islam Saparua, SMP Negeri 2 Ambon, dan SPP-SPMA Negeri Ambon. Aktif di sejumlah organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di organisasi kedaerahan, bungsu dari tujuh bersaudara pasangan H Yahya Pattisahusiwa dan Hj.Saadia Tuhepaly ini beristrikan Ama Kaplale,SPT,MM dan memiliki dua orang anak masing-masing Syasa Diarani Yahma Pattisahusiwa dan Muh Fauzan Fahriyah Pattisahusiwa. Pernah diamanahkan sebagai Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Siri Sori Islam (IPPSSI) Makassar. Kini, Humas Kerukunan Warga Islam Maluku (KWIM) Pusat Makassar dan Wakil Sekjen Kerukunan Keluarga Maluku (KKM) Makassar.

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here