![](https://www.inspirasimakassar.id/wp-content/uploads/2025/02/7-245x360.jpg)
Makassar, inspirasimakassar.id:
Dalam dunia yang berkembang pesat saat ini, yang ditandai dengan keterhubungan global, mudah untuk terhanyut dalam pengejaran kemajuan dan melupakan nilai-nilai mendasar yang mendefinisikan sebagai manusia. Di sinilah pendidikan karakter berperan, bertindak sebagai kekuatan vital dalam memanusiakan kembali manusia dengan memelihara kompas etika, moral, dan sosial yang memandu tindakan kita dan membentuk interaksi kita.
Pendidikan karakter lebih dari sekadar mengajarkan anak untuk bersikap sopan atau mematuhi aturan. Ini adalah pendekatan komprehensif yang bertujuan untuk mengembangkan individu dengan rasa integritas, empati, dan tanggung jawab yang kuat. Ini tentang menanamkan nilai-nilai inti seperti kejujuran, rasa hormat, keberanian, keadilan, dan kasih sayang, yang memungkinkan individu untuk menavigasi kompleksitas kehidupan dengan kebijaksanaan dan kesadaran etika.
Frasa bahasa Indonesia “Memanusiakan Manusia” merangkum esensi pendidikan karakter, dimulai dari Mengenali martabat dan nilai yang melekat pada setiap individu: Pendidikan karakter menekankan rasa hormat terhadap diri sendiri dan orang lain, terlepas dari latar belakang, keyakinan, atau kemampuan mereka. Menumbuhkan empati dan kasih sayang: Dengan mendorong individu untuk memahami dan berbagi perasaan orang lain, pendidikan karakter menumbuhkan rasa hubungan dan tanggung jawab terhadap sesama manusia. Mempromosikan pengambilan keputusan yang etis: Pendidikan karakter membekali individu dengan alat untuk menganalisis situasi secara kritis, mempertimbangkan potensi konsekuensi dari tindakan mereka, dan membuat pilihan yang selaras dengan nilai-nilai mereka. Hingga Mendorong pelayanan dan kontribusi untuk kebaikan bersama: Pendidikan karakter menginspirasi individu untuk menggunakan keterampilan dan bakat mereka untuk membuat dampak positif pada komunitas mereka dan dunia.
Karena itu, pada edisi ke empat Disertasi Dr.HM.Ashar Tamanggong kali ini mengurai masalah mulai memasuki pokok permasalahan yang diteliti. Disertasi ini dibedah ATM-sapaan akrab Ketua Badan Amoil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Makassar di hadapan ujian promosi Doktor di Pasca Sarjana Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Senin 10 Februari 2025).
Di hadapan para Maha Guru dipimpin Prof.Dr.H.Mursalim Laekkeng,ASEAN,CPA, dan Ko-promotor Dr.H.Andi Bunyamin,M.Pd dan Dr.H.M.Hasibuddin Mahmud,SS,MA. Sementara penguji masing masing Prof.Dr.H.Abdul Rahman Mus,SE,M.Si, Prof. Dr. H. Baso Amang, SE., M.Si, Dr. H. Ahmad Hakim, MA, Dr. Hj. Rosmiati, M.Pd. Dan, bertindak sebagai penguji eksternal yakni, Prof. Dr. H. Bahaking Rama, MS, serta penguji lintas disiplin ilmu , Dr. H. Adnan Lira, SH., MH, ATM mengemukakan bahwa, Pendidikan merupakan suatu upaya yang secara sengaja dan terarah untuk memanusiakan manusia.
Melalui suatu proses pendidikan manusia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sempurna sehingga ia dapat melaksanakan tugas sebagai manusia serta memelihara sekelilingnya secara baik dan bermanfaat. Pendidikan juga suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia, karena dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.
Hasan Langgulung menyatakan bahwasanya pendidikan dapat dilihat dari dua sudut. Pertama ialah dari pandangan masyarakat sedangkan yang kedua dari segi individu itu sendiri. Dilihat dari segi masyarakat, artinya pendidikan merupakan warisan budaya yang diturunkan secara turun-menurun, dari tua ke muda untuk membuat budaya berkelanjutan, sehingga budaya tersebut dapat menjadi nilai yang membekas dari generasi ke generasi dan dapat dilakukan turuntemurun. Apabila dilihat dari segi individu, pendidikan diartikan sebagai pengembangan dari potensi diri yang dapat diwujudkan melalui penyaluran bakat atau potensi diri dengan catatan agar dikembangan dan dikelola secara benar dan
tepat.
Budaya Yunani Kuno memberikan gambaran terkait pendidikan melalui pengelolaan tanah pertanian yang dimulai dari benih, kemudian tumbuh hingga menghasilkan buah. Sama halnya dengan pendidikan yang artinya ditanamkan terlebih dahulu dan diajarkan dengan benar sehingga akan menghasilkan ilmu dan manusia yang bermanfaat sesuai dengan pendidikan yang didapatkannya. Selain itu melalui pendidikan, akan terbentuk karakter sejati dari orang tersebut, memiliki rasa intelektual yang tinggi dan jiwa kemanusiaan yang besar.
Arti dari pendidikan menurut Islam ialah semua yang terkait dengan cara yang dipakai untuk melakukan kegiatan pembinaan perilaku seseorang ataupun banyak orang untuk mengarahkan menuju perbaikan potensi ataupun fitrah yang dilakukan dengan proses keseimbangan pikiran dan hati yang didasarkan pada nilai islami guna mendapatkan rasa bahagia untuk kehidupan duniawi dan akhirat.81
Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Mujadilah 58/:11. “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapanglapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikan derajat seorang berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-derajat yakni yang lebih tinggi dari yang sekedar beriman. Tidak disebutnya kata meninggikan itu sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang dimilikinya itulah yang berperan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya, bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu.
Ayat ini menunjukkan hubungan antara keimanan dan ilmu. Keimanan merupakan landasan moral dan spiritual, sedangkan ilmu adalah sarana untuk memahami dunia dan menjalankan kehidupan dengan baik. Keduanya saling melengkapi, dan orang yang memiliki keduanya akan mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT.
Kata karakter sesungguhnya berasal dari bahasa Latin: “kharakter,“kharassein”, “kharax”, dalam bahasa Inggris: character, dalam bahasa Indonesia: “karakter”, dalam bahasa Yunani: character, dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam.84 Hendro Darmawan mengartikan karakter sebagai watak, tabiat, pembawaan, dan kebiasaan.85 Dalam bahasa Arab, karakter juga diartikan syakhshiyyah yang artinya lebih kepada personality (kepribadian).
Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari factor kehidupannya sendiri. Karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusanya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.
Pendidikan karakter menurut Ibnu Miskawaih dan Imam Al Ghazali adalah suatu proses yang mendalam dan terus-menerus dalam membentuk sifatsifat moral yang baik dalam diri individu. Ibnu Miskawaih menekankan pentingnya pendidikan karakter yang dimulai sejak dini dan dilakukan secara berkesinambungan. Proses ini melibatkan pembentukan kebiasaan baik, pengendalian diri, dan pengembangan nilai-nilai moral seperti kejujuran, kesabaran, keadilan, dan kasih sayang.
Ibnu Miskawaih juga menyoroti pentingnya disiplin dan nasihat yang baik dalam membentuk budi pekerti yang baik. Ia menganggap bahwa akhlak adalah keadaan jiwa yang dapat berubah melalui latihan dan pembiasaan yang baik.
Dengan demikian, pendidikan karakter harus melibatkan proses pembentukan kebiasaan baik dan memberikan nasihat yang tepat untuk membentuk akhlak yang baik. Di sisi lain, Imam Al-Ghazali melihat pendidikan karakter sebagai suatu proses yang dilakukan melalui pembiasaan yang terus menerus dalam kehidupan sehari-hari. Ia menekankan pentingnya menjaga telinga agar digunakan untuk mendengarkan hal-hal yang baik dan menghindari hal-hal buruk. Selain itu, Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya menjaga hati agar tidak terjerumus dalam sifatsifat buruk seperti iri hati, dengki, dan kebencian.
Imam Al-Ghazali juga menekankan niat yang ikhlas dalam menuntut ilmu, melaksanakan ketaatan kepada Allah, dan meninggalkan larangan-Nya. Ia mengajarkan bahwa pendidikan karakter harus dimulai dengan niat yang baik dan tulus, serta dilakukan dengan konsistensi dan kesungguhan. Dalam karyanya, Imam Al-Ghazali menjelaskan tata cara berakhlak kepada orang tua, guru, teman, orang awam, dan orang asing, dengan tujuan terjalinnya komunikasi dan hubungan yang baik dengan sesama manusia. Dalam pandangan Ibnu Miskawaih dan Imam AlGhazali, pendidikan karakter tidak hanya melibatkan pengetahuan teoritis, tetapi juga pengalaman praktis dan latihan yang berkelanjutan. Pendidikan karakter harus melibatkan seluruh aspek kehidupan individu, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Pendidikan karakter mempunyai peran strategis dalam menentukan arah pembangunan suatu bangsa. Oleh sebab itu, pendidikan karakter mestinya diterapkan dalam setiap dunia kehidupan anak-anak, mulai dari keluarga, sekolah, bahkan di lingkungan bermainnya. Pada posisi ini pendidikan karakter butuh kerjasama yang kuat antara sekolah dengan orang tua. Sebab apa yang diajarkan di sekolah dengan segala keterbatasan waktu, idealnya ditindaklanjuti atau dikuatkan oleh orang tua siswa dalam keluarga masing-masing. Begitu pula sebaliknya, dibutuhkan kerjasama yang kuat antara orang tua dengan guru di sekolah agar kebiasaan baik yang sudah dilakukan di rumah juga diterapkan di sekolah.
Melihat hal ini, maka pendidikan karakter memerlukan kondisioning, keteladanan dan pembiasaan yang dilandasi komitmen dan konsistensi dari mereka yang lebih dewasa yaitu guru, orang tua dan masyarakat.
Kemendiknas telah mengembangkan 18 (delapan belas) nilai karakter sebagai berikut:90 1) Religius, ketaatan baik dalam memahami maupun mengamalkan keyakinan agama. Ini mencakup toleransi dan penghormatan terhadap praktik ibadah yang berbeda agama, serta hidup rukun dan berdampingan.
2) Kejujuran, sikap yang menunjukkan keutuhan pengetahuan, perkataan, dan tindakan, dengan definisi alternatif, termasuk memahami apa yang benar, mengungkapkan apa yang benar, dan melakukan apa yang benar.
3) Toleransi, sikap dan perilaku yang secara aktif dan terbuka menyatakan toleransi terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, bangsa, bahasa, suku, dan individu yang berbeda dengan dirinya.
4) Disiplin, sebagai sikap atau perilaku yang sesuai dengan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5) Kerja keras, perilaku yang menunjukkan upaya tulus dalam penderitaan dan serius dalam menyelesaikan tugas, pekerjaan, dan tugas.
6) Inovatif dalam berbagai aspek pemecahan masalah, selalu mencari pendekatan baru atau solusi baru yang lebih baik dari sebelumnya.
7) Mandiri adalah pola pikir atau perilaku yang tidak bergantung pada orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan atau tantangan tertentu. Namun, ini tidak berarti bahwa kami tidak menghargai kerja sama dan saling membantu, tetapi kami tidak mendelegasikan tanggung jawab pribadi kepada orang lain.
8) Demokratis adalah sikap atau gaya berpikir yang menunjukkan persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata.
9) Rasa ingin tahu adalah sikap atau sudut pandang yang menunjukkan rasa ingin tahu dan keinginan yang kuat untuk mempelajari segala sesuatu.
10) Semangat nasionalisme yang sering disebut dengan nasionalisme adalah pola pikir dan perilaku yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
11) Cinta tanah air adalah sikap atau perilaku yang mengungkapkan kebanggaan, kepedulian, dan komitmen terhadap bahasa, budaya, ekonomi, politik, dan asset negara lainnya.
12) Menghargai pencapaian, yaitu memiliki sikap terbuka dan ceria terhadap pencapaian orang lain.
13) Sikap atau perilaku komunikatif adalah mudah bergaul dan proaktif dalam berhubungan dengan orang lain secara menyenangkan.
14) Cinta damai didefinisikan sebagai preferensi untuk suasana yang tenang, tenteram, dan menyenangkan di hadapan individu atau kelompok lain.
15) Suka membaca adalah sikap yang ditandai dengan keinginan untuk menemukan informasi, pengetahuan, dan wawasan baru melalui media cetak atau elektronik.
16) Environmentalisme mengacu pada sikap dan praktik yang menunjukkan minat yang kuat dalam melindungi dan menjaga lingkungan.
17) Kepedulian sosial mengacu pada sikap atau perilaku yang menunjukkan kepedulian yang kuat terhadap orang lain atau komunitas tempat mereka tinggal.
18) Tanggung jawab adalah sikap atau tindakan yang menunjukkan kesungguhan seseorang dalam melaksanakan tugas dan komitmennya, baik itu kewajiban pribadi, sosial, kemasyarakatan, bangsa, negara, maupun kewajiban agama.
Pada tahun 2017, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan gencar memulai inisiatif PPK (Penguatan Pendidikan Karakter). Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan strategi pendidikan yang tujuan utamanya adalah mengimplementasikan Nawacita Presiden Joko Widodo – Jusuf Kalla – dalam sistem pendidikan nasional. Kebijakan PPK ini merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yang merupakan perubahan positif dalam cara berpikir, berperilaku, dan bertindak masyarakat.
Agama, nasionalisme, kemandirian, kerjasama, dan kejujuran adalah prinsip utama PPK. Prinsip-prinsip ini harus ditanamkan dan dipraktikkan dalam system pendidikan nasional agar diakui, dipahami, dan digunakan di semua bagian kehidupan di sekolah dan masyarakat. PPK lahir dari kesadaran akan semakin peliknya persoalan-persoalan yang terbentang di depan, sekaligus juga memahami bahwa ada banyak optimisme untuk masa depan bangsa. Hal ini menuntut lembaga pendidikan untuk mendidik siswa baik secara ilmiah maupun pribadi, menghasilkan orang-orang dengan moral, spiritual, dan ide-ide ilmiah yang kuat. Memahami latar belakang, urgensi, dan prinsip-prinsip dasar PPK sangat penting bagi administrator sekolah untuk dapat menerapkannya dalam konteks pendidikan mereka.
Dalam pengertian yang sederhana pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya. Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nila-nilai kepada para siswanya. Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia dari peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan dengan sesama manusia maupun dalam hubungan dengan Tuhanya.
Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan moral karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan benar atau salah, akan tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan sehingga anak memiliki kesadaran dan pemahaman yang tinggi serta kepedulian dan komitmen untuk menetapkan kebajikan dalam kehidupan seharihari. Wynne mengemukakan bahwa karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti to mark ‘menandai’ dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilainilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen-komponen kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Pendidikan karakter merupakan proses yang berkelanjutan dan tak pernah berakhir, sehingga menghasilkan perbaikan kualitas yang berkesinambungan, yang ditujukan pada terwujudnya sosok manusia masa depan, dan berakar pada nilainilai budaya bangsa. Pendidikan karakter harus menumbuh kembangkan nilai-nilai budaya bangsa. Pendidikan karakter harus menumbuh kembangkan nilai-nilai filosofis dan mengamalkan karakter bangsa secara utuh dan menyeluruh.
Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, pendidikan karakter harus mengandung perekat bangsa yang memiliki beragam budaya dalam wujud kesadaran, pemahaman, dan kecerdasan kultural masyarakat. Untuk kepentingan tersebut, perlu direvitalisasi kembali sistem nilai yang mengandung makna karakter bangsa yang berakar pada undang-undang Dasar 1945 dan filsafat Pancasila. Sistem nilai tersebut meliputi ketuhanan, kemanuasiaan, persatuan bangsa, permusyawaratan, dan keadilan.
Secara etimologi bahasa karakter berasal dari bahasa Yunani “charrasein” yang berarti barang atau alat untuk menggores, yang kemudian hari dipahami sebagai cap. Jadi karakter itu adalah watak yang melekat pada seseorang. Dalam bahasa Ingris Character, yang antara lain memiliki arti watak, tabiat, sifat-sifat, kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlak. Karakter diartikan sebagai sifat sifat kejiwaan, etika atau budi pekerti yang membedakan individu dengan yang lain.
Berbicara tentang karakter, ada berbagai pendapat tentang karakter. Ahli pendidikan Dariyati Zuchdi dalam Sutarjo Adisusilo, memaknai karakter sebagai seperangkat sifat-sifat yang selalu dikagumi sebagai tanda-tanda kebaikan, kebijakan, dan kematangan moral seseorang. Karakter menurut Foerster dalam Sutarjo Adisusilo, adalah seperangkat nilai yang telah menjadi kebiasaan hidup sehingga menjadi sifat tetap dalam diri seseorang.97 Secara terminologi, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada factor kehidupannya sendiri.
Kementerian Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa karakter merupakan watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang di yakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.
Lebih lanjut Seorang Filsuf Yunani bernama Aristoteles di dalam Thomas Lickona mendefinisikan karakter yang baik sebagai kehidupan dengan melakukan Tindakan-tindakan yang benar sehubungan dengan diri sesorang dan orang lain.
Karakter seseorang bisa terbentuk karena pembiasaan yang dilakukan, sikap yang diambil dalam mengatasi keadaan dan kata yang diucapkan kepada orang lain. Karakter seseorang tidak terbentuk dalam hitungan detik namun membutuhkan proses yang panjang dan melalui usaha tertentu.
Karakter adalah sesuatu yang melekat pada diri seseorang dan sering orang tersebut tidak menyadari karakternya. Menurut Bije Widjajanto, kebiasaan seseorang terbentuk dari tindakan yang dilakukan berulang ulang setiap hari.
Tindakan-tindakan tersebut pada awalnya disadari atau disengaja, tetapi karena begitu seringnya tindakan yang sama dilakukan maka pada akhirnya seringkali kebiasaan tersebut menjadi reflek yang tidak disadari oleh orang bersangkutan.
Sebagi contoh gaya berjalan, gerakan tubuh pada saat berbicara didepan umum atau gaya bahasa. Dari pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa karakter adalah sesuatu yang melekat pada diri seseorang yang telah menjadi kebiasaan hidup sehingga menjadi sifat tetap dalam diri seseorang.
Al-Ghazali menyatakan karakter merupakan kegiatan yang telah ada dalam diri dan tumbuh serta timbul dari adanya tindakan yang tidak dipikirkan dengan panjang. Arti yang sama disampaikan oleh Dharma Kesuma, yaitu karakter merupakan sikap baik, etika baik, hingga perbuatan tidak baik merupakan karakter.
Adanya karakter terpengaruh dari beberapa faktor di antarnya lingkungan. Hal ini disebabkan oleh lingkungan memiliki peranan penting dalam memengaruhi karakter. Lingkungan merupakan tempat yang setiap hari dilihat dan dirasakan, serta dijumpai setiap hari, sehingga setiap tindakan seseorang akan dipengaruhi oleh lingkungan karena kebiasaan.
Pembentukan karakter berasal dari kegiatan menirukan, seperti halnya menirukan melalui penglihatan dan pendengaran. Pembentukan karakter ini dikembangkan dan diedukasikan dengan cara memasukkan dalam pendidikan, yaitu dimasukkan dalam kurikulum yang memiliki basis pendidikan karakter. Maka dari itu, kesimpulan dari karakter ialah kemampuan yang ada dalam diri yang terbentuk melalui pertumbuhan yang ada di lingkungan sekitar individu tersebut berasal.
Menurut ASCD for the language learning: A Cuide to EducationTerms, by J.L Mcbrien dan R.S. Brand, Alexandria, VA: Assosiation for Supervision and Curriculum Departement, penjelasan dari pendidikan karakter telah dijelaskan dalam banyak pengertian di antaranya seperti dimasukkan dalam pendidikan sebab pendidikan memiliki pengaruh yang kuat dalam proses pembentukan karakter individu. Dalam pendidikan individu akan belajar dan mempraktikkan hal yang telah dipelajari, sehingga ketika karakter dimasukkan dalam pendidikan akan terserap dan dilakukan dengan tepat oleh individu. Adanya karakter yang baik di diri individu tersebut akan terbentuk kualitas dari diri manusia dengan baik.
Salah satu yang berpengaruh terhadap pembentukan karakter manusia adalah pendidikan. Seperti yang dikatakan Plato pendidikan membuat orang menjadi lebih baik dan orang baik tentu berprilaku mulia. Dalam pengertian pendidikan juga disebutkan pendidikan adalah sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan berprilaku.
Dalam keseluruhan proses yang dilakukan manusia terjadi proses pendidikan yang akan menghasilkan sikap dan perilaku yang akhirnya menjadi watak, kepribadian atau karakternya. Untuk meraih derajat manusia seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa pendidikan. Pendidikan karakter merupakan salah satu alat untuk membentuk generasi yang berkualitas. Dengan pendidikan karakter diharapkan peserta didik tidak hanya memiliki kemampuan intelektual yang luar biasa, tetapi juga mempunyai olah emosional yang baik.
H. Teguh Sunaryo dalam Syamsul Kurniawan, berpendapat bahwa pendidikan karakter menyangkut bakat (potensi alami dasar), harkat (derajat melalui penguasaan ilmu dan teknologi, martabat (harga diri melalui etika dan moral.
Pendidikan karakter merupakan upaya yang berusaha mengatur perilaku seseorang memiliki kepribadian yang baik. Pendidikan karakter siswa adalah sistem penanaman nilai-nilai karakter pada siswa di sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk merealisasikan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter siswa dimaknai sebagai pendidikan nilai, budi pekerti, moral, watak atau pendidikan etika.
Adanya pendidikan karakter digunakan sebagai bentuk dalam menanamkan kecerdasan di dalam berpikir, serta melakukan tindakan sesuai dengan kondisi yang terjadi. Hal ini dikarenakan adanya pendidikan karakter digunakan sebagai upaya untuk membentuk jati diri dari individu untuk menanamkan nilai luhur seperti halnya melakukan interaksi dengan Tuhan. Nilai itu seperti juga adanya sikap jujur, memelihara kesantuan, mandiri, sikap social tinggi, serta memiliki ras peka yang kuat dan mampu berpikir secara logis.
Sementara Hill mengatakan, “chracter determiines someone’’s privatethoughts and someones action done. Good chracter is the inward motivation to do what is right, accoding to the highest standard of behaviour, in every sitouation.” Hal ini berarti pendidikan karakter memberikan pengajaran adanya kebiasaan melalui pola pikir dan tindakan dapat mengatasi permasalahan hidup dan pekerjaan individu maupun bersama, serta dapat membantu pengambilan keputusan yang dapat dilakukan secara tepat, cepat, dan akurat saat itu juga.
Adanya pendidikan karakter ini dapat menjadi hal yang esensial bagi sekolah karena sampai saat ini sekolah masih kurang dalam memberikan perhatian yang mengakibatkan munculnya penyakit sosial di dalam masyarakat tersebut.
Maka dari itu, sekolah menuntut kewajiban untuk siswa memiliki nilai akademik yang seluruhnya tinggi, tetapi juga harus memiliki rasa tanggung jawab pada diri mereka masing-masing yang memberikan dampak baik terhadap kehidupan mereka.
Berikut ini beberapa aspek yang masuk dalam pendidikan karakter di antaranya seperti aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling) dan tindakan (action) yang berkaitan erat dengan nilai serta norma. Tiga karakter yang dapat dilakukan melalui pendidikan karakter, sebagai berikut. 1) Menyingkronisasikan seluruh aspek karakter di dalam mata pelajaran maupun muatan lokal dan pengembangan diri. 2) Adanya keterbatasaan yang dilakukan di dalam kehidupan sehari-hari, 3) Melakukan kerja sama yag baik dengan orang tua dan anak didik di dalam kebiasaan nilai karakter di lingkungan sekolah.
Dasar dari pelaksanaan pendidikan karakter ialah mengacu pada tujuan dari pendidikan nasional serta amanat UU Sisdiknas Tahun 2003, yaitu harapannya ialah pendidikan tidak saja memberikan bentuk manusia yang pandai, tetapi memiliki kepribadian yang tumbuh dan berkembang dalam diri manusia tersebut.
Selain itu sesuai dengan kajian Islam mayoritas dari hasil belajar ialah hasil dari pelaksanaan nilai karakter yang tertanam kuat di dalam diri individu yang membuat diri individu bersikap baik dan sesuai dengan norma yang berlaku seperti teguh dalam beriman kepada Tuhan, memiliki sikap tanggung jawab yang tinggi, sikap jujur yang tinggi, dan juga disiplin terhadap segala aturan yang ada.
Namun, adanya penggunaan kebijakan di dalam pelaksanaan pendidikan karakter ini belum mampu dilaksanakan di sekolah maupun madrasah. Hal ini dikarenakan setiap sekolah memberikan pendidikan ilmu umum dan kemampuan kepada peserta didik agar mampu menghadapi rintangan yang ada di depan mata, tetapi melupakan pentingnya adanya pendidikan karakter yang harus dimiliki oleh peserta didik. Sekolah hanya mengutamakan ilmu umum dengan mengesampingkan karakter yang kuat dimiliki oleh peserta didik mereka. Padahal dengan adanya karakter yang kuat dan mendasar dimiliki oleh peserta didik, akan memudahkan mereka dalam menghadapi rintangan hidup yang sulit.
Pendidikan harus selalu dijaga secara baik dan tepat supaya nantinya dapat mencetak generasi yang bermutu, serta siap dalam menghadapi tantangan erat yang ada di depan mata. Permasalahan dunia harus siap dihadapi oleh para lulusan, sehingga bekal karakter di dalam bersikap di masa depan sangat dibutuhkan agar tidak hanya berbekal pada kepandaian belaka.
Namun, kelulusan juga harus mengakarkan rasa peduli. Jiwa karakter yang tinggi sangat perlu ditanamkan di dalam diri lulusan, dengan harapan lulusan mereka memberikan sumbangsih besar terhadap pembangunan yang berkelanjutan tanpa meninggalkan karakter mulia di dalam dirinya. Dengan dasar itulah pendidikan bukan hanya memberikan pengajaran terhadap hal yang benar dan juga yang salah, tetapi di atas pemahaman tersebut.
Pendidikan karakter ini harus menanamkan pola pikir dan sikap yang harus dilakukan sehari-hari yang berhubungan dengan lebih dari benar ataupun salah tetapi juga mampu merasakan hal yang baik dan hal yang salah, tidak seluruhnya dilakukan dengan logika, tetapi juga dengan perasaaan. Jadi, pendidikan karakter dapat menyeimbangkan antara hati dengan logika. Peserta didik yang dibekali dengan pendidikan karakter yang kuat, akan cukup dan mampu dalam penananaman pendidikan karakternya.
a. Prinsip pendidikan karakter
Menurut Thomas Lickona menulis sebuah buku yang berjudul “Eleven Principles of Effective Charater Education” khusus mendiskusikan bagaimana seharusnya melaksanakan pendidikan karakter di madrasah yang dikutip dari pakar pendidikan. Secara ringkas prinsip-prinsip yang dapat menentukan kesuksesan pendidikan karakter, sebagai berikut: a. Pendidikan harus mengandung nilai-nilai yang dapat membentuk karakter yang baik. b. Karakter harus didefinisikan secara menyeluruh yang termasuk aspek “thinking, feeling and action”.
Indonesia Heritage Foundation merumuskan beberapa bentuk karakter yang harus ada dalam setiap individu bangsa Indonesia, di antaranya: cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa dan semesta beserta isinya, tanggung jawab, disiplin, dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai dan persatuan.
Sementara itu, Character Counts di Amerika Serikat mengidentifikasikan bahwa karakter-karakter yang menjadi pilar adalah dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, tanggung jawab, jujur, peduli, kewarganegaraan ketulusan, berani, tekun, dan itegritas.
Pada intinya, bentuk karakter apapun yang dirumuskan tetap harus mengacu atau berlandaskan pada nilai-nilai universal. Oleh karena itu pendidikan yang mengembangkan sikap etika moral dan tanggung jawab, memberikan kasih sayang kepada siswa menunjukkan dan mengajarkan karakter yang baik. Hal itu merupakan usaha intensional dan proaktif dari madrasah, masyarakat dan negara untuk mengisi pola pikir dasar siswa yaitu nilai-nilai etika, seperti menghargai diri sendiri dan orang lain, sikap bertanggung jawab, integritas, dan disiplin diri.
Pendidikan karakter di madrasah menganut prinsip-prinsip, sebagai berikut: 1) Karakter warga madrasah ditentukan oleh apa yang dilakukan, bukan oleh apa yang dikatakan atau diyakini. Disini, perilaku karakter itu ditentukan oleh perbuatan, bukan melalui kata-kata seseorang.
2) Setiap keputusan yang diambil menentukan akan menjadi orang macam apa diri si pengambil keputusan. Individu mengukuhkan karakter pribadinya melalui setiap keputusan yang diambilnya.
3) Bayaran bagi mereka yang memiliki karakter yang baik adalah bahwa yang bersangkutan menjadi pribadi yang lebih baik, dan ini akan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk dihuni. Setiap kali kita membuat keputusan moral dan bertindak secara konsisten atas keputusan moral tersebut, kita mengukuhkan diri kita sebagai manusia yang baik.
Thomas Lickona (1992), Profesor pendidikan dari Cortland University menulis sebuah buku yang berjudul “Eleven Principlesof Effective Character Education” yang khusus dalam mengupas terkait pelaksanaan pendidikan karakter yang dilakukan di sekolah serta bereferensi dengan hal yang telah disampaikan oleh para pakar dalam dunia pendidikan. Berikut ini merupakan hal yang menjadi penentu dalam suksesnya pendidikan karakter. 1) Adanya nilai yang terbentuk harus mampu membuat “good character”, atau karakter yang baik. 2) Mengidentifikasi karakter dengan melakukan “thinking, feeling and action.
Indonesia Heritage Foundation membuat rumus yang mampu membentuk karakter dari setiap orang yang ada di Indonesia seperti, mencintai Allah SWT. Dan juga semua yang ada di semesta ini, memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, menjadi orang yang mandiri serta memiliki kedisiplinan, rasa jujur, mengormati, dan sopan santun, adanya rasa sayang antar sesama dan memiliki sikap peduli, berjiwa kreatif serta pekerja kerja dan tidak pantang menyerah dibungkus dengan rasa cinta kasih yang dimiliki.
Sementara itu, Character Counts di Amerika Serikat mendefinisikan beberapa cabang dalam karakteristik itu sendiri adalah “dapat dipercaya (trustworthiness), rasa hormat dan perhatian (respect), tanggung jawab (responsibility), jujur (fairness), peduli (caring), kewarganegaraan (citizenship), ketulusan (honesty), berani (corrage), tekun (gilince), dan integritas.” Inti dari semua ini mengacu pada rumus yang telah dibuat dan juga terhadap nilai nilai yang telah ditetapkan bersama serta umumnya.
Maka dari itu, pengembangan pendidikan yang merujuk pada sikap serta etika moral akan memberikan kasih sayang lebih kepada anak didik sehingga berdampak pada pembentukan karakter anak yang baik. Upaya ini bagian dari efford yang dilakukan oleh sekolah, masyarakat serta negara dalam mengatasi pola pikir dari anak didik. Berikut ini merupakan prinsip dari karakter yang dianut peserta didik di sekolah ialah.
a) Karakter dari civitas sekolah penentunya ialah apapun dari kegiatan tersebut dan bukan dari yang disebutkan ataupun dipercayai. Maka dari itu adanya tindakan dari karakter penentunya bukanlah perkataan orang lain.
b) Keputusan yang diambil oleh seseorang terlihat dari cara orang tersebut dalam melakukan pengambilan keputusan. Seseorang akan menegakkan karakter dari dirinya dengan cara melihat caranya dalam melakukan pengambilan keputusan yang dapat mendefinisikan karakter dalam dirinya.
c) Pembetukan karakter yang baik dilakukan dengan cara yang tepat dan juga baik walaupun banyak yang harus diperjuangakan, dan risiko besar akan diambil untuk hal ini. Seseorang akan menganggap memiliki harga atau nilai yang berasal dari dalam dirinya sendiri. Hal inilah yang membuat muncul adanya pendidikan karakter yang sangat mengedepankan moral.
d) Segala hal yang dilakukan dengan makna dan juga bersifat informatif. Anak didik memerlukan kesadaran di dalam dirinya masing-masing bahwa setiap yang mereka dilakukan bukan merupakan suatu tindakan yang menunjukkan karakter dari pada peserta didik itu sendiri. Apabila terjadi perubahan dalam masyarakat akan berimbas pada diri peserta didik itu sendiri yang berasal dari lingkungan.
e) feedback bagi mereka yang melakukan karakter dengan tepat sehingga menjadi akar karakter yang kuat dalam diri peserta didik itu sendiri.
Berikut ini prinsip yang harus dimiliki dan mengakar kuat dalam diri peserta didik. 1) Memberikan promosi dasar etika. 2) Melakukan identifikasi karakter yang mencakup pikiran, rasa dan tingkah laku. 3) Memakai tindakan yang efektif serta efisien di dalam melakukan pembanguann karakter. 4) Menciptakan kelompok dari sekolah yang memiliki jiwa sosialis yang tinggi. 5) Adanya waktu, tempat, dan juga kesempatan bagi peserta didik untuk memperlihatkan kemampuan.
6) Adanya jangkuan dalam pelaksanaan kurikulum yang memiliki makna, serta memberikan tantangan terhadap anak didik dalam menumbuhkan karakter mereka.
7) Menumbuhkan motivasi dalam diri anak didik. 8) Menggerakkan semua karyawan di dalam sekolah untuk menjadi atau tergabung dalam anggota yang memiliki tanggung jawab melaksanakan dan menumbuhkan karakter dalam dirinya.
9) Membuat terbaginya tugas dalam melaksanakan pembangunan karakter. 10) Memanfaatkan seluruh anggota keluarga yang berfungsi sebagai mitra 11) Melakukan pembenahan di dalam sekolah yang mencakup civitas sekolah di dalam pelaksanaan dan pembentukan karakter yang positif dalam diri seluruh civitas yang ada di sekolah atau madrasah.
B. Fungsi pendidikan karakter
Menurut kementrian pendidikan nasional dan kebudayaan fungsi pendidikan karakter adalah sebagai berikut: 1) Pengembangan, potensi peserta didik untuk menjadi pribadi yang berprilaku baik. 2) Perbaikan, memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat. 3) Penyaring, untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
Pada dasarnya pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentuk karakter atau akhlak mulia secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi kelulusan.
Sistem pendidikan nasional kita juga telah menekankan pentingnya pendidikan karakter sejak dini. Hal ini tidak terlepas dari fenomena dan dinamika sosial perbuatan asusila terhadap aparat penegak hukum. Banyaknya perilaku pelajar, seperti tawuran, pesta narkoba, seks bebas, perampokan, dan pencurian, perlu mendapat perhatian mengingat kondisi pendidikan di Indonesia saat ini.
Semua ini dilakukan tanpa penyesalan, dan mereka bahkan tampak bangga dengan apa yang mereka lakukan kadang-kadang. Demikian pula guru yang seharusnya menjadi pelindung dan berperilaku baik ternyata melakukan tindakan agresi terhadap siswa dan bertindak tidak semestinya, seperti memaksa siswa untuk mengambil pelajaran atau pelajaran tambahan pada diri mereka sendiri, memaksa mereka untuk membawa barang-barang tertentu untuk mencapai nilai yang sangat baik, dan sebagainya.
Peristiwa semacam itu perlu mendapat perhatian dan analisis untuk menemukan solusi yang dapat diterima. Pada bagian ini, akan peneliti sajikan tentang pendidikan karakter al-Ghazali sebagai semacam kontribusi bagi pendidikan Indonesia.
1) Aspek Tujuan Pendidikan Karakter
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia, tujuan pendidikan nasional adalah menumbuh kembangkan mereka menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, sehat, cerdas, berbakat, kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab di permukaan, tujuan pendidikan tampak sangat mirip dengan gagasan inti Ghazali. Beberapa istilah dan pembagian mungkin berbeda, tetapi tujuan pendidikan nasional secara keseluruhan telah mengarah pada tujuan yang diusung oleh alGhazali, yaitu menjadi orang yang bertakwa dan dapat mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat. Persekolahan awal ini memiliki tujuan yang telah ditetapkan: Iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan sifat-sifat esensial yang memiliki pengaruh besar terhadap kualitas sumber daya manusia.
Karena pendidikan agama dapat menjadi landasan bagi pertumbuhan manusia, maka sangat penting untuk meningkatkan kualitas agama yang baik. Pendidikan agama juga merupakan landasan penting untuk mengembangkan akhlak mulia.
Konsep normatif dan etika agama adalah pedoman penting bagi umat manusia. Agama selama ini berfungsi sebagai pedoman bagi pemeluknya untuk melakukan kejahatan. Moralitas adalah cara seseorang melakukan sesuatu.
Prinsip-prinsip luhur merupakan salah satu cara untuk menghindari konflik interpersonal. Proses pembelajaran berdampak pada kemampuan, kreativitas, dan kemandirian. Siswa yang mempelajari dan mengamalkan kemampuannya tentu akan memiliki kemampuan dan keunikan. Sebagai konsekuensinya, guru harus menyadari asal usul siswanya; pendidikan harus memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat; dan sistem kurikulum harus mengintegrasikan instruksi pertumbuhan kognitif. Siswa harus ditanamkan rasa tanggung jawab, karena ini juga merupakan tujuan pendidikan nasional. Al-Ghazali mengajarkan murid-muridnya untuk menggunakan ilmunya semaksimal mungkin dan tidak takut akan masalah.
Oleh karena itu, al-Ghazali berpesan kepada mahasiswa untuk menjaga prinsip-prinsip sosial seperti kebersamaan, tanggung jawab, dan kebaikan ketika berinteraksi dengan masyarakat. Menjaga stabilitas masyarakat sama pentingnya dengan memenuhi kebutuhan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah.
2) Aspek Subyek Pendidikan Karakter
Aturan guru diatur dalam UU No. 14 Tahun 2015. Dua kategori dan atribut konsep hukum, serta hak dan kewajibannya, telah dijelaskan secara lengkap. Pasal 8 menyatakan bahwa guru harus memiliki gelar akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta cakap untuk mencapai tujuan pendidikan nasional‖. Pendidikan Ghazali menjadi lebih teratur sebagai hasil dari pengajaran orang dan kelompok belajar.
Akibatnya, mata pelajaran pendidikan hanya terfokus pada guru dan siswa. Pendidikan kini menjadi lembaga yang tidak hanya mencakup guru dan siswa, tetapi juga karyawan, staf, dan individu terdidik. Profesional sudah diproses oleh system pendidikan dalam pendidikan kontemporer, dan beberapa peralatan pendukung juga diakui penting.
Dalam situasi ini, topik pendidikan sangat luas, mulai dari guru, siswa, tenaga kependidikan, dan aspek lain yang berhubungan langsung dengan fasilitas pendidikan. Guru, sering dikenal sebagai dosen, adalah dasar bagi pendidikan.
Menurut UU Sisdiknas, guru adalah orang yang memiliki kualifikasi, kompetensi, dan sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta mampu mencapai tujuan pendidikan nasional. Seorang guru diasumsikan memiliki setidaknya beberapa karakteristik yang diperlukan. Guru didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai pendidik profesional yang tugas pokoknya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di pasal 7 ayat 1 menegaskan bahwa Mengajar dan mendidik adalah bidang pekerjaan khusus berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
a) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan ambisi yang dapat dicapai;
b) Berkomitmen untuk mengembangkan pendidikan, agama, takwa, dan akhlak mulia.
c) Memiliki kualifikasi akademik dan pengalaman kerja industri;
d) Memiliki kemampuan esensial di bidang tugasnya; dan
e) Bertanggung jawab atas pelaksanaan profesionalisme tugas.
f) Hasilkan uang tergantung pada kinerja pekerjaan Anda;
g) Dapatkan sejumlah uang berdasarkan kinerja Anda;
h) Memiliki perlindungan hukum selama bekerja;
i) Membentuk organisasi profesi yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan masalah-masalah yang berkaitan dengan tugas profesi guru.
Berdasarkan uraian di atas, seorang guru al-Ghazali yang diidealkan tidak hanya memiliki kemampuan kognitif dan kompetensi, tetapi juga panutan dalam dirinya. Dalam hal ini alGhazali menekankan pentingnya akhlak dan aparatur dalam lembaga tersebut, karena apapun al-Karima yang dibangun dan dilakukan oleh aparatur pengajar dan seluruh tenaga kependidikan dapat menjadi contoh bagi siswa.
Memang, komponen spiritual dan emosional tidak menjadi perhatian penting bagi guru dalam sistem pendidikan Barat saat ini.
3) Aspek Materi Pendidikan Karakter
Karakter peserta didik yang terpenting dalam sistem pendidikan nasional adalah yang tertuang dalam tujuan pendidikan nasional, yaitu pribadi yang bertakwa dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan demokratis. Ciri-ciri instruksional ini konsisten dengan al-ideas dan Ghazali, seperti yang dinyatakan pada bagian sebelumnya. Jika ada perbedaan, kemungkinan besar karena nomenklatur. Kurikulum adalah kumpulan aturan yang mengatur tujuan, isi, dan bahan pembelajaran, serta metodologi yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Diyakini bahwa cita-cita surgawi akan memperbaiki tujuan belajar siswa dan berdampak pada pengetahuan dan praktiknya. Umat Islam, menurut pendidikan Islam, harus mampu menggunakan ilmu yang menjadi bekal baik di dunia maupun di akhirat. Memahami perintah agama, dengan kata lain, harus menjadi pelajaran penting untuk dekat dengan Tuhan. Pengetahuan yang tidak dilandasi ketakwaan dapat merusak pengetahuan pemiliknya. Pendidikan agama dengan demikian menjadi dasar utama pendidikan. Meskipun pendidikan agama mendapat porsi pembiayaan yang kecil di Indonesia, namun hal itu merupakan landasan pembekalan siswa.
Memiliki akhlak yang mencerminkan penggunaan ilmu yang paling efektif Akhlak, menurut al-Ghazali, dinilai tidak hanya oleh tingkat pengetahuan seseorang, tetapi juga oleh tinggi rendahnya pengetahuannya, serta baik tidaknya informasi yang dimilikinya. BENAR. Jika seseorang memiliki ilmu dan gelar pendidikan yang lebih tinggi tetapi memiliki akhlak atau akhlak yang lemah, ia tidak dapat disebut memiliki akhlak yang mulia, sebagaimana disyaratkan oleh Islam. Akibatnya, pendidikan karakter sangat bergantung pada komponen ini.
Adab, atau moral, tidak hanya terkait dengan keadilan, tetapi juga dengan guru dan pakar pendidikan. Keterampilan, kecerdikan, dan kemandirian juga merupakan bekal yang bermanfaat bagi pengembangan karakter peserta didik. Ketika siswa telah berintegrasi dengan masyarakat, karakter seperti itu akan menanamkan etos kerja dan semangat juang dalam diri mereka.
Seorang individu yang terdidik mampu tidak hanya menghafal tetapi juga menghayati pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Segudang tantangan yang muncul selama proses integrasi harus diatasi dengan pengetahuan, fleksibilitas total, dan bahkan pertumbuhan kreativitas dan inovasi. Akibatnya, pendidikan nasional kita tidak hanya harus membekali generasi mendatang untuk menghadapi masalah saat ini, tetapi juga untuk menghadapi tantangan di masa depan. Al-Ghazali, setidaknya, menggaris bawahi hal ini dalam sejumlah publikasinya, terutama Kitab ayyuhal walad.
4) Aspek Metode Pendidikan Karakter
Pandangan para ahli tentang pendekatan pengajaran berbeda. Istilah “metode” dalam pendidikan paling sering digambarkan sebagai pendekatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Mengajar membutuhkan penyajian atau penyampaian pelajaran. Oleh karena itu, teknik mengajar merupakan jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Setidaknya ada tiga macam pendidikan karakter, menurut al-Ghazali: keteladanan, naratif atau mendongeng, dan pembiasaan.
Beberapa teknik pengajaran telah digunakan dalam pendidikan. Hal ini dijelaskan dalam kurikulum, yang direvisi secara teratur untuk mencerminkan peristiwa terkini. Kurikulum di Indonesia mengalami perubahan pada masa orde lama yang dipimpin oleh Soekarno sampai sekarang. Pembaruan kurikulum selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Indonesia telah menerapkan Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Rencana Kurikulum 1964,
Kurikulum, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 (KBK), Kurikulum 2006 (KTSP), dan Kurikulum 2013.
Beberapa pendidik dan pengamat merasa bahwa kurikulum yang terakhir lebih cocok untuk pendidikan karakter. Dimungkinkan untuk melaksanakan kurikulum pendidikan nasional dengan menggunakan sejumlah strategi pengajaran yang terus berkembang.
Beberapa pemikiran Ghazali tentang karakter harus digali dengan menggunakan cara-cara kontemporer dalam situasi ini. Al-Ghazali, misalnya, menentang pendekatan tanya jawab. Beberapa, di sisi lain, percaya bahwa metode ini dapat membantu siswa berpikir kritis dan merangsang pemikiran mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan Ghazali tidak lagi dapat diterapkan, namun masih efektif pada beberapa tingkat keahlian. Ide-ide Ghazali sebelumnya diyakini sangat baik untuk digunakan dalam pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar oleh akademisi.
Penjelasan sebelumnya menekankan pentingnya merenungkan pendidikan saat ini, terutama dalam hal pendidikan yang dibutuhkan setiap siswa. Tumbuh di Abad Pertengahan dianggap memberikan landasan penting bagi pendidikan modern. Pada kenyataannya, sains kontemporer mendukung banyak teorinya. Perhatikan komponen makanan anak yang harus diperhatikan agar dapat membentuk karakter yang baik pada anak. Sebagai bagian dari pendekatan, seorang anak harus diajarkan hal hal yang baik. Dalam psikologi modern, strategi pembiasaan disebut sebagai conditioning.
Menurut Ivan Petrovich Pavlov dan Watson, yang menganalisis aktivitas anjing ini, semua makhluk hidup dibangun di atas kebiasaan. Ini akan menguntungkan Anda jika Anda terbiasa, atau sebaliknya.
C. Tujuan pendidikan karakter
Dasar dari tujuan pendidikan karakter ini ialah menjadikan seseorang pandai dan juga baik, seperti halnya yang diajarkan dalam Islam bahwa Rasullah saw. sangat tegas dalam visi misinya, yaitu hal yang terpenting di dalam melakukan pendidikan ialah dengan membentuk sikap dan juga sifat yang terpuji atau baik (good character). Peran penting bagi pendidikan karakter ialah berperan dalam kedudukan manusia sebagai bagian dari kehidupan manusia tersebut , yaitu sebagai mahluk sosial. Selain itu, peranan pendidikan karakter ini juga tidak lepas dari adanya peran lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap pendidikan karakter.
Pendidikan karakter mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia yang mempunyai kedudukan sebagai mahluk individu dan sekaligus juga mahluk sosial tidak begitu saja terlepas dari lingkungannya. Pendidikan merupakan upaya memperlakukan manusia untuk mencapai tujuan.
Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha selesai dilaksanakan. Sebagai sesuatu yang akan dicapai, tujuan mengharapkan adanya perubahan tingkah laku, sikap dan kepribadian yang telah baik sebagaimana yang diharapkan setelah anak didik mengalami pendidikan.
Secara operasional tujuan pendidikan karakter dalam suatu sekolah adalah sebagai berikut: 1) Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan. 2) Mengoreksi peserta didik yang tidak berkesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah. 3) Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggungjawab karakter bersama.
Tujuan-tujuan pendidikan karakter yang telah dijabarkan diatas akan tercapai dan terwujud apabila komponenkomponen sekolah dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan tersebut secara konsisten. Pencapaian tujuan pendidikan karakter peserta didik di sekolah merupakan pokok dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah.
Munculnya karakter ini didasarkan pada dukungan lingkungan sekitar individu yang berdampak pada output dari karakter. Lingkungan yang baik akan memudahkan individu menyerap karakter yang baik dari individu. Selain itu, adanya pendidikan karakter juga sebagai langkah dalam mencapai tujuan hidup manusia. Pengertian tujuan ini sendiri ialah sebagai harapan bagi manusia untuk mencapai hal yang menjadi cita cita dalam hidup mereka. Harapan dari tujuan ini seperti halnya adanya perbedaan dari tingkah laku, sifat, sikap, serta pribadi dari seseorang.
Dalam pasal 3 UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, dinyatakan bahwa fungsi pendidikan nasional ialah untuk mengembangkan membentuk dari sikap serta sifat dalam berkehidupan bangsa. Tujuan dari pengembangan potensi yang dimiliki oleh peserta didik ialah dengan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta memiliki budi dan sifat baik lainnya.
Berikut ini merupakan tujuan dari pendidikan karakter yang dilakukan dalam sekolah.
1) Memberikan kekuatan yang lebih terhadap pengembangan nilai dan norma dalam kehidupan sehingga terjadilah pembentukan sikap dan juga pribadi yang memiliki ciri khas, serta pengembangan nilai baik dalam dirinya.
2) Menilai anak didik dan juga memberikan penguatan terhadap apapun yang dilakukan anak didik agar sesuai dengan apa yang telah diajarkan.
3) Membuat jaringan yang tepat serta hangat yang terjalin dalam keluarga, dan masyarakat dalam peran bertanggung jawab untuk menanamkan karakter yang baik.
Tujuan dari pendidikan karakter sesuai dengan penjelasan tersebut dapat terwujud ketika bagian-bagian dari sekolah mampu melakukan gotong royong dalam pencapaian tujuan yang dilakukan dengan bersama dan teratur. Tercapainya tujuan karakter ini di sekolah merupakan pokok dari dilaksanakannya pendidikan karakter di sekolah.
Pendidikan karakter mempunyai tujuan membentuk siswa sebagai generasi bangsa yang tangguh, berakhlak mulia, bermoral bertoleransi, bekerjasama, atau bergotong royong.
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang penguatan pendidikan karakter tujuan pendidikan karakter adalah sebagai berikut: 1) Membangun dan membekali peserta didik sebagai generasi emas Indonesia tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan masa depan 2) Mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didik melalui pendidikan jalur formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan keberagamaan budaya Indonesia. 3) Merevitalisasi dan memperkuat potensi dan kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, masyarakat, dan lingkungan keluarga dalam mengimplementasikan PPK.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat diartikan bahwa tujuan pendidikan karakter siswa bertujuan membentuk generasi penerus bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, beronrentasi ilmu pengetahuan dan teknologi, yang semua nyadijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan pancasila
D. Metode Pendidikan Karakter
Ada beberapa metode yang sering diterapkan dalam mengembangkan karakter anak. Metode tersebut pada umumnya harus diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi. Sering kali seorang pendidik harus menerapkan beberapa metode secara terintegrasi, misalnya mengajak anak berfikir bijak dan memberikan contoh perilaku yang bijaksana.130 Berikut ini beberapa metode yang dapat diterapkan dalam mengembangkan karakter anak.
1) Menunjukkan teladan yang baik dalam berperilaku dan membimbing anak untuk berperilaku sesuai teladan yang ditunjukkan. Seorang anak tidak akan mengikuti petunjuk jika orang yang memberikan petunjuk tidak menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2) Membiasakan anak untuk melakukan tiindakan yang baik. Misalnya, menghormati orang tua, berlaku jujur, pantang menyerah, berlaku sportif, memberikan perhatian, menolong orang lain dan berempati.
3) Berdiskusi atau mengajak anak memikirkan tindakan yang baik, kemudian mendorong mereka untuk berbuat baik.
4) Bercerita dan mengambil hikmah dari sebuah cerita. Metode ini cocok diterapkan kepada anak yang masih kecil karena anak kecil senang mendengarkan cerita. Orang tua atau guru dapat menceritakan tentang kisah para nabi atau fabel dengan bantuan buku cerita.
f. Ciri Dasar Pendidikan Karakter
Foerster mengemukakan empat ciri dasar pendidikan karakter. Pertama, keteraturan interior, dimana setiap tindakan diukur berdasarkan hierarkhi nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan. Kedua, koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombangambing pada situasi baru atau takut resiko. Ketiga, otonomi, di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi bilai nilai bagi pribadi.
Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna menginginkan apa yang dipandang baik, dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atau komitmen yang dipilih.
4. Pendidikan Karakter dalam Kurikulum Nasional
Dalam sejarah kurikulum di Indonesia, pernah terjadi pendidikan karakter di ajarkan secara eksplisit di sekolah-sekolah formal pada jenjang pendidikan dasar dalam sebuah mata pelajaran yang disebut dengan Pendidikan Budi Pekerti. Hal ini terjadi pada tahun 1960-an. Pendidikan budi pekerti yang diajarkan dalam sebuah mata pelajaran merefleksikan prioritas pendidikan nilai bagi setiap peserta didik.
Pada masa itu, pendidikan budi pekerti ini tampil dalam penggolongan mata pelajaran yang memiliki muatan pembentukan watak, seperti pelajaran agama, seni, sastra, dan olah raga. Dengan masuknya model pengelompokan mata pelajaran ini, pelajaran budi pekerti yang secara eksplisit diajarkan dalam wujud mata pelajaran khusus, perlahan-lahan menghilang dari sekolah. Pada masa Orde Baru, pendidikan karakter diwujudkan secara eksplisit melalui program pendidikan sistematis, seperti tampak dalam kegiatan resmi Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang merupakan kewajiban bagi setiap insan pendidikan mulai dari pendidikan di tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi pembelajaran moral khasbangsa Indonesia dalam mata pelajaran yang disebut dengan Pendidikan Moral Pancasila (PMP).
Bahkan, perguruan tinggi mempunyai jurusan sendiri yang menunjukkan kebutuhan itu, yaitu Jurusan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) atau Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Pada masa pascareformasi, usaha untuk memasukkan pendidikan karakter tampil bukan melalui pembelajaran nilai-nilai moral, melainkan tekanan beralih pada dimensi religus keagamaan yang menekan kan iman dan takwa (imtak) dan akhlak mulia (untuk mengganti istilah budi pekerti).
Pendidikan karakter telah lama menjadi bagian penting. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Koesoema bah wa meskipun definisi dan praksis pendidikan karakter berbeda-beda dalam pemaparan sekilas, tampak jelas bahwa telah lama menjadi bagian penting yang pasang surut, keluar masuk dalam kurikulum pendidikan nasional kita baik implisit maupun eksplisit.
Pendidikan karakter selalu diupayakan untuk masuk ke dalam kurikulumpendidikan di berbagai jenjang dan jenis, sehingga diatur dalam Pasal 3 UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar men jadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
Dari tujuan yang diatur dalam UUSPN tersebut, tampak bahwa betapa penting pendidikan karakter masuk secara implisit dalam kurikulum di setiap jenjang, jenis, dan jalur pendidikan yang ada di Indonesia. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 pasal 6 ayat 1 (a) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
Orde Baru juga melahirkan mata pelajaran yang secara eksplisit menunjukkan dimensi Dengan demikian, terlihat bahwa pendidikan karakter secara implisit telah dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Sehubungan dengan masalah ini, Koesoema mengemukakan empat cara dalam memahami pendidikan karakter, yaitu: (1) pendidikan karakter sebagai mata pelajaran khusus; (2) pendidikan karakter sebagai pengelompokan mata pelajaran; (3) pendidikan karakter ditetapkan sebagai keharus an dari negara; (4) pendidikan karakter adalah proses pendidikan itu sendiri.
Pendidikan karakter dipahami sebagai pengajaran karakter melalui mata pelajaran khusus. Pendidikan karakter secara tegas dan terbatas dipandang sebagai sebuah mata pelajaran yang diajarkan. Pendidikan karakter hanya bisa diwujudkan secara efektif dengan membuat mata pelajaran khusus yang diajarkan kepada para siswa, sama seperti mata pelajaran pada umumnya. Mata pelajaran ini dianggap sebagai bagian yang integral dan penting dalam pembentukan karakter siswa. Ada yang menganggap mengajar pen didikan karakter itu tidak perlu menciptakan mata pelajaran khusus sebab pendidikan karakter sesungguhnya sudah dapat ditemukan dalam kelompok mata pelajaran tertentu yang diangap memiliki muatan pendidikan karakter lebih kental.
Ada yang menganggap bahwa pendidikan karakter sebagai sebuah tindakan pendidikan mesti dikelola secara sistematis, terstruktur, dan bahkan kalau perlu diwajibkan dengan menggunakan kekuatan memaksa. Setiap proses pendidikan adalah pendidikan karakter. Pendidikan karakter terjadi dengan lebih alamiah ketika di laksanakan secara natural dan informal. Oleh karena itu, tidak perlu ada mata pelajaran khusus tentang pendidikan karakter.
Dalam kurikulum 2013, Mulyasa mengemukakan bahwa Kuriku lum 2013 berbasis kompetensi dan karak- ter. Hal ini melanjutkan kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi yang populer dengan sebutan KBK. Dalam upaya mengaplikasikan Kurikulum 2013 tersebut, Mulyasa menyebutkan tiga landasan perubahan dalam kurikulum 2013, yaitu: (1) landasan filosofis, (2) landasan yuridis, dan (3) landasan konseptual. Ketiga landasan tersebut dapat dije laskan sebagai berikut.
a. Landasan Filosofis
Filosofis Pancasila yang memberikan berbagai prinsip dasar dalam pembangunan pendidikan. Filosofi pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta didik, dan masyarakat.
b. Landasan Yuridis
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010 -2014 Sektor Pendidikan tentang Perubahan Metodologi Pembelajaran dan Penataan Kurikulum. Peraturan Pemerintah (PP ) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan . Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional, penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa.
c. Landasan Konseptual
Relevansi pendidikan (Link and Match) Kurikulum berbasis kompetensi dan karakter, Pembelajaran kontekstual, Pembelajaran aktif, Penilaian yang valid, utuh dan menyeluruh. Rencana pembelajaran merupakan bagian proses pendidikan sebagai landasan proses pembelajaran yang direncanakan agar dapat membangun suasana belajar yang lebih efektif dan efisien guna mengembangkan kompetensi peserta didik baik kompetensi akademik maupun karakter. Dalam mengembangkan karakter peserta didik dapat dengan cara pengendalian kepribadian peserta didik, keagamaan, kecerdasaan, akhlak serta keterampilan untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab mempunyai kreatifitas,dan berakhlak mulia. Pendidikan sebagai nilai karakter yang diwujudkan melalui kepribadian nilai nilak moral karakter yang berkakhlak mulia.
Pendidikan dipandang sebagai bentuk idealisasi untuk menanamkan dan mengajarkan Pendidikan karakter agar generasi muda terhindar dari perilaku menyimpang seperti terlibat geng pelajar Pendidikan juga berperan sebagai pengantar atau pondasi bagi generasi berikutnya agar terus berada dalam koridur tata norma kehidupan yang menjadi acuan hidup bermasyarakat dalam lingkup lokal maupun global.
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagaman, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan karakter melibatkan tiga aspek yaitu pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan.
Pendidikan karakter merupakan suatu penanaman nilai karakter dalam mengembangkan nilai-nilai moral dan menanamkan nilai perilaku kepada warga sekolah yang meliputi kesadaran, pengetahuan, kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai atau moral, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), lingkungan, kebersaaman, maupun kebangsaan sehingga menciptakan perilaku yang beradab sebagai upaya program pembelajaran perkembangan karakter peserta didik.
Pendidikan karakter didefinisikan sebagai Pendidikan dasar upaya pembentukan karakter dan nilai-nilai moral. Karakter merupakan landasan dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi pembentukan karakter peserta didik. Dalam pembentukan karakter peserta didik salah satunya melalui
Pendidikan untuk mempersiapkan generasi berikutnya yang bertanggungjawab. Tujuan tertinggi dari pendidikan yaitu pengembangan kepribadian peserta didik secara menyeluruh dengan mengubah perilaku dan sikap peserta didik dari yang bersifat negatif ke positif, dari yang destruktif ke konstruktif, dari yang berakhlak buruk ke akhlak mulia, termasuk mempertahankan karakter baik yang dimilikinya.
Dalam proses pelaksanaan pengembangan karakter menjadi suatu hal yang penting di jenjang Pendidikan dasar.
Pendidikan dasar menjadi pondasi utama dalam perkembangan karakter dalam proses tumbuh kembangnya generasi penerus bangsa dan negara. Dalam penerapan Pendidikan melibatkan dari berbagai pihak yaitu sekolah, keluarga dan masyarakat. Proses penerapan Pendidikan karakter dapat menggunakan media aplikasi power point atau membuat program yang sudah diterapkan di sekolah sesuai visi dan misi dari sekolah.
Penerapan Pendidikan karakter juga dapat dilakukan dengan cara salah satunya pembinaan akhlak dan nilai-nilai moral. Sebagai modal Pendidikan karakter bekal minimal harus disiapkan oleh orang tua. Peserta didik akan berperan penting dalam pengawasan orang tua dalam membentuk kararter anak. Pendidikan karakter dan berbudaya dapat diimplementasikan dengan mengakomodasi keunggulan lokal setiap daerah yang beragam baik fisik maupun non fisik.
Secara ideologis, pembangunan karakter merupakan upaya mewujudkan ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara normatif, pembangunan karakter berbangsa merupakan wujud nyata Langkah mencapai tujuan bangsa, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; mewujudkan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Secara filosifi, pembangunan karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa karena hanya bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat. Dalam sistem pengembangan karakter peserta didik banyak hal yang menjadi rendahnya tingkat karakter peserta didik, seperti rendahnya tingkat kejujuran siswa dengan adanya budaya mencontek dalam melakukan pekerjaan atau tugas, kurangnya rasa sopan santun dan etika dalam bersikap kepada pihak yang lebih tua, kasus kriminal semakin meningkat yang dilakukan oleh seorang pesrta didik pada tingkat satuan Pendidikan dasar dan menengah, meningkatnya kelompok remaja dengan melakukan kegiatan di luar sekolah yang mengarah pada kenakalan yang mengandung unsur negatif dan sebagainya.
Dengan demikian adanya manajamen Pendidikan dalam pengembangan karakter peserta didik, manajemen Pendidikan bertujuan mampu menciptakan pembentukan karakter peserta didik yang dapat membangun budi pekerti dalam kehidupan dan membangun peradaban bangsa dan negara. Karakter merupakan watak dalam merespon tingkah laku atau situasi dengan cara yang baik dan benar.
Karakter adalah nilai-nilai yang khas baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik) yang terpatri dalam diri dan terwujud dalam prilaku. Dalam keterkaitannya dengan karakter, merupakan implementasi pengetahuan pembentukan tingkah laku atau karakter tentang kabaikan dan mewujudkan perilaku tindakan kebaikan. Karakter adalah suatu hal yang amat mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, lunturnya karakter suatu bangsa dapat menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa yang gemilang.
Untuk membangun karakter siswa ditingkat satuan pendidikan memerlukan waktu yang cukup untuk membangun dan membentuk manajemen pendidikan sehingga akan memperoleh hasil yang optimal. Proses dalam pengembangan karakter peserta didik dapat dilakukan dengan cara memberikan pemahaman budi pekerti, nilai moral, akhlak, dan didukung oleh berbagai komponen sistem manajemen pendidikan.
Samani & Hariyanto yang mengungkapkan bahwa karakter sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakan dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari, menjadi hal penting untuk dikaji sebagai bahan pengembangan literatur untuk meningkatkan kualitas pendidikan karakter dalam Lembaga pendidikan formal.
Manajemen pendidikan menjadi lokomotif dalam seluruh proses pengembangan karakter siswa di Lembaga pendidikan formal. Terlebih untuk jenjang pendidikan dasar, pendidikan karakter menjadi pondasi perkembangan moral para siswa. Namun literatur yang secara langsung mengkaji tentang implementasi manajemen dalam mengembangkan pendidikan karakter siswa di Lembaga pendidikan formal masih perlu dikembangkan baik esensi maupun strategi pelaksanaannya.
Secara sederhana manajemen pendidikan merupakan proses manajemen dalam pelaksanaan tugas pendidikan dengan mendayagunakan segala sumber secara efisien untuk mencapai tujuan secara efektif. Namun demikian untuk mendapatkan pengertian yang lebih komperehensif, diperlukan pemahaman tentang pengertian pendidikan.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Kata manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno, yaitu management yang memiliki arti seni melaksanakan, mengatur, mengurus atau seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.144 Manajemen menurut George R. Terry, management is a typical process that consists of the actions of planning, organizing and controlling mobilization undertaken to determine and achieve the goals that have been determine dother resource utilization (Manajemen merupakan suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya lainnya).
Sedangkan menurut Harold Kontz dan Cryil O’Donnel, management is an attemptto achieve a certain goal through the activities of others through planning, organizing, placement, mobilization and control (manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain melalui perencanaan, pengorganisasian, penempatan, penggerakan dan pengendalian).
Pendapat lain juga mengatakan bahwa manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Aktivitas khusus yang merupakan bagian daripada suatu proses manajemen dan aktivitas tersebut dilakukan untuk mencapai sasaran-sasaran yang ditetapkan sebelumnya dan pelaksanaan berlangsung dengan bantuan manusia dan sumber daya lainnya. Fungsi-Fungsi Manajemen Untuk memahami lebih jauh tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan, di bawah akan dipaparkan tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan dalam perspektif persekolahan, dengan merujuk kepada pemikiran George R. Terry, meliputi: (1) perencanaan (planning), (2) Pengorganisasian (organizing), (3) pelaksanaan (actuating), dan (4) pengawasan (controlling). Perencanaan (Planning) Perencanaan (Planning) merupakan tindakan awal dalam proses manajemen.
Menurut Robbins perencanaan adalah proses menentukan tujuan dan menetapkan cara terbaik untuk mencapai tujuan. Jhonson berpendapat bahwa perencanaan adalah suatu rangkaian tindakan yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan perencanaan disusun visi, misi, strategi, tujuan dan sasaran organisasi yang pada tingkat awal menggunakan pengambilan keputusan merupakan inti manajemen, misalnya apa tindakan yang baru dikerjakan.
Menurut Burhanuddin, langkah-langkah dalam membuat perencanaan: (1) Memandang proses sebagai rangkaian pertanyaan yang harus dijawab, dan (2) Memandang proses perencanaan sebagai masalah yang harus dipecahkan secarah ilmiah dan didasarkan pada langkah-langkah tertentu. Proses-proses tersebut dipandang sebagai rangkaian pertanyaan yang harus dijawab meliputi: (a) Apa (what), mengenai tujuan dan kegiatan yang akan dilaksanakan, (b) Mengapa (why), mengenai keperluan atau alasan suatu kegiatan dilakukan, (c) Bagaimana (how), mencakup sistem dan tata kerja, (d) Kapan (when), mencakup masalah waktu dan penetapan prioritas kegiatan, (e) Dimana (where), mengenai tempat berlangsung kegiatam, (f) Siapa (who), mengenai tenaga kerja.
Perencanaan merupakan usaha dasar dan pengambilan keputusan yang telah diperhitungkan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan oleh suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. 2) Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian sebagai keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat tugas, tanggung jawab dan wewenang sedemikian rupa, sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai satu-kesatuan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa pengorganisasian merupakan langkah kearah pelaksanaan rencana sebelumnya. Pengorganisasian, meliputi pengelolaan ketenagaan, sarana dan prasarana, distribusi tugas dan tanggung jawab dalam pengelolaan secara integral.
Penempatan fungsi pengorganisasian setelah fungsi perencanaan merupakan hal logis, karena tindakan pengorganisasian menjembatani kegiatan perencanaan dengan pelaksanaannya. 3) Pelaksanaan (Actuating) menurut George R. Terry dalam Oemar Hamalik, merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa sehingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran, baik sasaran perusahaan yang bersangkutan maupun sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut, oleh karena para anggota itu ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.
Definisi di atas menunjukan bahwa penggerakkan atau pelaksanaan merupakan fungsi manajemen yang sangat penting, sebab dengan fungsi ini maka rencana dapat terlaksana dalam kenyataan. 4) Pengawasan (Controling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan. Pengawasan merupakan proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk mengumpulkan data dalam usaha mengetahui ketercapaian tujuan dan kesulitan apa yang ditemui dalam pelaksanaan itu.
Dengan demikian, pengawasan merupakan kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah pelaksanaan pekerjaan/ kegiatan telah dilakukan sesuai dengan rencana dan tujuan semula. Pengertian Manajemen Pendidikan Secara sederhana manajemen pendidikan adalah proses manajemen dalam pelaksanaan tugas pendidikan dengan mendayagunakan segala sumber secara efisien untuk mencapai tujuan secara efektif.
Sedangkan menurut Usman Husaini, manajemen pendidikan adalah seni atau ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan pengertian pendidikan Islam adalah segala upaya atau proses pendidikan yang dilakukan untuk membimbing tingkah laku manusia, baik individu, maupun sosial untuk mengarahkan potensi, baik potensi dasar (fitrah), maupun ajar yang sesuai dengan fitrahnya melalui proses intelektual dan spiritual berlandaskan nilai Islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Sementara manajemen pendidiakan Islam adalah manajemen yang diterapkan dalam pengembangan pendidikan. Dalam arti ini, ia merupakan seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan Islam untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien .
Mengenai ruang lingkup manajemen pendidikan, terdapat empat aspek yang harus dijalani, yaitu ruang lingkup dari sudut pandang wilayah kerja, objek garapan, fungsi dan aspek pelaksanaan. Penjabarannya sebagai berikut: 1) Wilayah Kerja yang mencakup, a) Manajemen pendidikan seluruh negara Indonesia yang mencakup secara nasional. b) Manajemen pendidikan satu wilayah, dalam wilayah ini manajemen pendidikan mencakup kerja satu provinsi yang pelaksanaannya dibantu oleh petugas manajemen pendidikan kabupaten dan kecamatan. c) Manajemen pendidikan satu kabupaten/kota yang memuat semua urusan pendidikan, baik sesuai dengan jenjang maupun jenisnya. d) Manajemen pendidikan satu unit kerja, yang menitik beratkan pada satu unit kerja yang secara langsung mengurusi beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan karakter. e) Manajemen kelas, yang merupakan satu unit terkecil dalam usaha pendidikan yang justru merupakan core dari seluruh jenis pendidikan pada tinjauan wilayah kerja ini.
2) Objek Garapan. Dari aspek ini mencakup semua jenis kegiatan manajemen yang secara langsung maupun tidak langsung. Diantaranya, a) Manajemen peserta didik. b) Manajemen tenaga pendidik dan kependidikan. c) Manajemen kurikulum d) Manajemen sarana prasarana e) Manajemen pembiayaan f) Manajemen unit penunjang kegiatan pendidikan g) Manajemen lembaga pendidikan h) Manajemen hubungan masyarakat.
3) Fungsi Manajemen pendidikan
Dalam wilayah fungsinya, yaitu yang lebih dikenal dengan singkatan POACE (Planning, Organaizing, Actuating, Controlling dan Evaluation). Secara menyeluruh sama dengan manajemen pada umumnya.
4) Aspek Pelaksanaan
Bahwa menajemen tidak hanya dilaksanakan oleh seorang kepala sekolah/madrasah saja. Namun pelaksanaan manajemen pendidikan dilaksanakan secara bersama-sama antara satu individu dengan individu lainnya dalam sebuah organisasi sesuai dengan tingkatan wewenang dan tugas masing-masing.
B. Penelitian Terdahulu
1. Aris Munandar Penelitian ini membahas tentang Manajemen Pendidikan. Karakter Dalam Mewujudkan Mutu Lulusan Di MAN 4 Jombang, Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena menggunakan latar alami (natural setting) sebagai sumber data langsung. Penelitian ini diharapkan dapat menemukan dan mendeskripsikan secara komprehensif dan utuh mengenai manajemen pendidikan karakter dalam mewujudkan mutu lulusan di MAN 4 Jombang, Berdasarkan hasil analisis pembahasan temuan penelitian tentang manajemen pendidikan karakter dalam mewujudkan mutu lulusan di MAN 4 Jombang, yakni 1) Konsep mutu pendidikan yang berkarakter yang dikembangkan di MAN 4 Jombang adalah mutu pendidikan berkarakter akademik yang bagus serta religius.
Nilai-nilai karakter yang dikembangkan yaitu nilai religius, nilai semangat kebangsaan, nilai peduli lingkungan, nilai disiplin, nilai jujur dan nilai keteladanan, pengembangannya menggunakan prinsip keterpaduan pengetahuan moral yang baik, kesadaran dan kemampuan yang baik, tindakan moral yang baik dan benar melalui pendekatan keteladanan dan pendekatan sistem. 2) Perencanaan pendidikan karakter dalam mewujudkan mutu lulusan di MAN 4 Jombang dikembangkan berdasarkan visi, misi madrasah yang dilandasi dengan dasar sistematik-integratif yaitu, melalui rapat tahunan, merancang kurikulum pendidikan karakter, merancang kurikulum integratif, tata kelola kelas, mensosialisakan pendidikan karakter yang telah direncanakan, melibatkan wali peserta didik. 3)Pelaksanaan pendidikan karakter dalam mewujudkan mutu lulusan di MAN 4 Jombang melalui tiga cara, yakni: (a) melalui kegiatan belajar mengajar, bagaimana membiasakan nilai-nilai karakter dalam keseharian peserta didik, mengembangkan peran perilaku nilai-nilai karakter, (b) melalui lingkungan madrasah, bagaimana pengejawantahan nilai-nilai karakter dalam sikap dan perilaku peserta didik, keteladanan perilaku yang baik oleh guru dan seluruh warga madrasah, (c) melalui pengintegrasian kegiatan dan program ekstra kurikuler, intra dan ekstakurikuler dalam pembinaan karakter peserta didik.
Adapun bentuk dari ketiga cara yang dilaksanakan sebagai berikut: (a) kerjasama dengan warga madrasah(b) mengintegrasikan pendidikan karakter pada mata pelajaran, (c) mengintegrasikan pendidikan karakter pada kegiatan sehari-hari, (d) mengintegrasikan pendidikan karakter pada kegiatan yang diprogramkan. 4) Pengawasan pendidikan karakter dalam mewujudkan mutu lulusan di MAN 4 Jombang mencakup dua aspek, yaitu: proses dan hasil. Secara umum, pengawasan pendidikan karakter dikaitkan dengan upaya pengendalian, membina, dan pelurusan sebagai pengendalian mutu lulusan dalam arti luas. Melalui pengawasan yang efektif, roda organisasi, implementasi rencana, kebijakan, dan upaya pengendalian mutu dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Pengawasan di MAN 4 Jombang menggunakan manajemen kontrol internal melalui pengawasan bertahap, pengawasan melalui kegiatan dan kontrol eksternal dengan cara bekerjasama melibatkan orang tua siswa mengontrol sikap dan perilaku siswa di rumah melalui kunjungan rumah.
Penelitian ini membahas tentang “Manajemen Pendidikan Karakter dalam pembinaan akhlak Maha santri di pusat Ma’had Aljamiah Studi Kasus di Pusat Ma’had Al-Jami’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus, sedangkan untuk teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Teknik analisis data antara lain penyajian data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Pengecekan keabsahan data peneliti yaitu meningkatkan ketekunan, triangulasi, dan member check. Hasil penelitian ini adalah: Pertama, akhlak mahasantri Pusat Ma‟had Al- Jami‟ah sama seperti akhlak
Manajemen Pendidikan Karakter dalam dalam pembinaan akhlak Mahasantri dipusat Ma’had Aljamiah Studi Kasus di Pusat Ma’had Al-Jami’ah Universitas Islam Negeri MaulanaMalik Ibrahim Malang, (Tesis:Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2020) mahasantri pada pondok pesantren umumnya. Walaupun tidak semuanya lulusan pondok pesantren dan berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, tetapi maha santri tetap memiliki akhlak yang baik seperti disiplin dan rajin beribadah, sopan santun dan hormat kepada yang lebih tua serta peduli terhadap sesama.
Kedua, langkah-langkah manajemen pendidikan karakter dalam pembinaan akhlak mahasantri di Pusat Ma‟had Al-Jami‟ah, meliputi (1) perencanaan program kegiatan melalui penjadwalan kegiatan yang akan dilaksanakan 1X24 Jam. (2) program kegiatan dilaksanakan melalui program pembinaan akademik, ibadah, keterampilan, dan kreativitas mahasantri. (3) Evaluasi yang dilakukan yaitu Evaluasi Perencanaan Program Kegiatan, Evaluasi Pelaksanaan Program Kegiatan, dan Evaluasi Hasil Pembelajaran (Placement Test, Monitoring, UTS, dan UAS). Ketiga, Implikasi manajemen pendidikan karakter bagi pembinaan akhlak mahasantri yaitu menjadikan mahasantri Pusat Ma‟had Al-Jami‟ah memiliki sikap jujur, disiplin, solidaritas, santun, dermawan, peduli sosial, peduli lingkungan, menghargai prestasi, bekerjasama, tanggungjawab, mandiri, cinta tanah air, dan taat beribadah (religius).159
3. Prayudha Rizky Putera Penelitian ini membahas tentang “Manajemen Peserta Didik dalam Upaya Meningkatkan Mutu Lulusan di MAN 4 Kediri”. penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan mengambil latar manajemen peserta didik dalam upaya meningkatkan mutu lulusan di MAN 4 Kediri. Sumber data yang diambil dari kepala madrasah, waka kurikulum, waka kesiswaan, kepala tata usaha, guru kelas, dan guru bimbingan konseling.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Perencanaan peserta didik baru dalam upaya meningkatkan mutu lulusan siswa di MAN 4 Kediri diwujudkan melalui kegiatan olimpiade tingkat SMP/MTs kelas 9, penerimaan peserta didik baru dengan membuka 2 jalur masuk yaitu prestasi dan reguler dengan syarat dan ketentuan yang sudah ditetapkan, dan pada penerimaan peserta didik baru ini membuka 10 kelas dibagi menjadi 3 jalur kelas pretasi dan 7 jalur kelas reguler. (2) Proses pembinaan peserta didik baru dalam upaya meningkatkan mutu lulusan siswa di MAN 4 Kediri diwujudkan melalui kegiatan masa ta’aruf siswa madrasah, pembentukan karakter siswa melalui pembiasaan diri seperti upacara xvii bendera setiap hari senin, tadarus Al qur’an setiap pagi hari, sholat berjamaah dhuha, dhuhur, dan ashar, adapun saat ini madrasah membuka kelas keterampilan yang antara lain tata boga, informasi teknologi, teknik dan bisnis sepeda motor. (3) Evaluasi peserta didik baru dalam upaya meningkatkan mutu lulusan siswa di MAN 4 Kediri diwujudkan melalui penilaian tahap akhir dari akademik, non akademik, dan tata tertibnya, jika terjadi masalah akan diadakannya remedial untuk akademiknya dan sanksi untuk yang melanggar tata tertib dari madrasah.160
4. Yaya Suryana Penelitian ini membahas tentang “Manajemen Kurikulum dalam meningkatkan mutu lulusan” Mutu lulusan tidak akan memuaskan jika unsur dari komponen pendidikan dikelola tanpa ada perencanaan yang matang. Untuk mencapai mutu lulusan yang baik diperlukan adanya sebuah manajemen yang baik terutama dalam bidang kurikulum yang akan diajarkan kepada peserta didik. Dengan menerapkan manajemen kurikulum tersebut lembaga pendidikan akan mampu menghasilkan lulusan yang bermutu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui manajemen kurikulum dalam meningkatkan mutu lulusan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskripstif kualitatif dan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa manajemen kurikulum di SDIT ‘Alamy Subang terdiri dari empat tahap yaitu (1) Perencanaan, meliputi menentukan tujuan, menentukan metode, menentukan materi, dan menentukan evaluasi. (2) Pengorganisasian, meliputi penyusunan kalender akademik, penyusunan jadwal pelajaran, pengaturan tugas dan kewajiban tenaga pendidik, dan program kegiatan sekolah. (3) Pelaksanaan, meliputi materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, sarana dan prasarana pembelajaran, dan sistem penilaian pembelajaran. (4) Evaluasi, meliputi evaluasi tujuan pendidikan, evaluasi isi atau materi, evaluasi starategi pembelajaran, evaluasi program penilaian. (din pattisahusiwa/tim media baznas kota makassar/bersambung)