Selain memiliki rumah di Jl.Dr.Ratulangi, Patompo juga memiliki sebuah rumah di belakang Kantor PU (kini Kimpraswil) Jl.Andi Pangerang Petta Rani. Di situ ada juga lapangan tenis, tempat dia dapat menyalurkan hobinya. Setiap pukul 17.00 dan saat hari latihan karyawan Pemda Tingkat I Provinsi Sulsel, Patompo selalu bergabung.
Kalau dia berjalan memakai celana pendek dan membawa raket, pasti tujuannya satu, ke lapangan tenis. Itu juga isyarat bagi mereka yang sudah di lapangan tenis untuk “berjaga-jaga”. Menyiapkan satu kursi khusus buat beliau. Itu sudah kewajiban.
Patompo menyeberang melewati pagar, lalu masuk ke dekat lapangan. Suatu sore, dia muncul di bawah pagar batu. Seseorang keluar menyambut kedatangannya. Ternyata, tempat kosong yang ditinggalkan penyambutnya, diisi oleh orang lain. “Kursi” itu sebenarnya selalu jadi tempat Patompo menunggu permainan yang lainnya selesai atau untuk istirahat setelah dia bermain.
‘’Nigato sih karo (Siapa pula itu),’’ tanya Patompo.
‘’Pegawai, Pak. Pole Tingkat I (dari Tingkat I, Provinsi Sulsel maksudnya),’’ jawab salah seorang di antara yang ada di lapangan.
‘’Magi na
ia yang kemudian bernama Rasyid itu.
Begitu dia mau main, Patompo memanggil orang yang bernama Rasyid tersebut. Rasyid berpikir, pasti ‘’dimakan’’ (dimarahi), karena telah membuat ‘’daftar dosa’’.
‘’He…., kau pemain dari Australiakah?,’’ kata Patompo dengan nada tinggi.
‘’Bukan, Puang. Saya orang di sini,’’ jawab Rasyid.
‘’Magi nuala onrongku?,’’ (Kenapa kau ambil tempatku? ),’’ begitulah Patompo ‘’mengadili’’ Rasyid yang kebetulan saja lebih dahulu menempati kursinya di dekat lapangan tenis itu. Sejak itu, orang pun tahu, jangan pernah mencoba duduk di kursi yang jadi tempat duduk Patompo. (Dahlan Abubakar/Bersambung).