Makassar, Inspirasimakassar.id:
Di hari pelantikan bagi 50 anggota DPRD Kota Makassar peridoe 2024-2029, setidaknya ada sejumlah anggota yang membuat suasana unik. Keunikan inilah menarik perhatian begitu banyak kalangan. Ada yang naik becak, dibonceng motor, hingga naik angkutan kota, alias Petepete.
Politisi PKB, Basdir misalnya. Kehadiran mantan legislator Makassar periode 2014-2019 yang absen di lembaga terhormat ini lima tahun lalu (2019-2024) ke lembaga wakil rakyat dengan cara dibonceng motor, sekitar pukul 9.30 WITA, Senin, 9 September 2024.
“Saya dibonceng motor matic oleh teman saya untuk menghadiri pelantikan ini. Motornya warna putih-ungu,” tutur pria yang terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) II tersebut. Basdir terlihat mengenakan jas formal. Songkoknya dipegang. Ia juga mengenakan masker berwarna putih.
Ada pula Adi Akbar. Anggota dewan asal Partai Keadilan Sejahtera, atau PKS. Dia terlihat mengayuh becak dari rumahnya dari Jalan Dg Tata 3 ke gedung DPRD Makassar. Tumpangan saat itu, ibu dan mertuanya. Adi Akbar sengaja naik becak lantaran sejak kelas 1 SMP, dia pernah berprofesi sebagai tukang becak saat masi duduk di bangku SMP.
Lain halnya dengan dokter Udin Syahputra Malik. Menantu Moh.Ramdhan Pomanto (Walikota Makassar) dan Indira Yusuf Ismail (Ketua TP PKK Kota Makassar) ini menggunakan angkutan kota, atau dikenal dengan sebutan Petepete.
Pagi itu, dokter Udin didampingi sang istri, Aura Aulia Imandara. Keduanya terlihat turun dari Petepete, warna biru dari arah Tamalanrea.
Menjawab pertanyaan media mengapa menggunaan Petepete, dokter Udin mengatakan, sebagai salah satu upaya memberdayakan angkutan umum di Ibukota Sulawesi Selatan ini. Di sisi lain, untuk mengurangi kemacetan di pintu masuk gedung wakil rakyat, lokasi pelantikan.
“Saya tahu, biasanya, kalau moment begini banyak orang yang menggunakan kendaraan pribadi. Dengan demikian, kendaraan yang begitu banyak bertumpuk. Dapat dipastikan akan terjadi kemacetan. Kalau saya gunakan Petepete, supirnya langsung pergi, sehingga tidak perlu lagi cari parkir,” ujarnya.
Tujuan lain menggunakan Petepete, juga sebagai bentuk kencintaan, dan dukungan terhadap angkutan umum, driver, dan utamanya dari Daerah Peilihan (Dapil) Tamalanrea dan Biringkanaya.
Dokter Udin d Mata Rekannya
Keberhasilan dokter Udin Syahputra Malik sebagai wakil rakyat, jelas Asrijal Syahruddin, tentunya tidak terlepas kedekatannya dengan masyarakat.
Asrijal Syahruddin mengakui, selama masa pencalegan, dokter Udin banyak melakukan perbincangan dengan warga, khususnya di Tamalanrea dan Biringkanaya. Di tengah tengah warga, dokter Udin tidak bicara yang muluk muluk, melainkan dengan bahasa sederhana sehingga mudah dimengerti, sekaligus memperluas wawasan, utamanya bagi kalangan anak muda.
Bukan hanya itu, dokter Udin selalu hadir di tengah tengah masyarakat yang membutuhkan. Sebut saja, saat bencana, kebakaran, atau lainnya, dia selalu menyempatkan diri hadir, sekaligus memberi solusinya.
Keberhasilan dokter Udin lainnya, jelas alumni Unhas itu, tak kala masih mejadi mahasiswa. Berbagai media sosial pun sering menyebut nyebut kerhasilannya terjun ke lokasi lokasi bencana baik lokal, maupun nasional.
Bungsu dari enam bersaudara, pasangan H.Abdul Malik Hamid dan Hj.Hasnaty Nur (Almr) kelahiran Polewali Mandar, 17 Juli 1989 ini, selalu hadir sebagai ralawan. Berbagai kejadian bencana di Indonesia mendorongnya belajar dari pengalaman dalam membangun ketahanan secara kolaboratif.
Tokoh muda ini juga mendefinisikan, dari berbagai proses perbantuan bencana nasional di berbagai daerah yang pernah dia datangi, misalnya Padang, atau Palu membuatnya kaya pengalaman. “Pengalaman yang diperoleh dari berbagai bencana di tanah air, perlu dijadikan sebagai kekuatan, dalam menghadapi bencana di Makassar,” tutur Rijal—sapaan akrabnya.
Selama terjun sebagai relawan di sejumlah daerah bencana nasional, urai Rijal, dokter Udin selalu melihat ada sejumlah hal yang sering dipersoalkan. Di antaraya adalah, daerah belum siap. Nanti setelah bencana, baru daerah tersebut berbuat. Alasan lain, kurangnya koordinasi, dan komunikasi, sehingga, jawaban dari semua persoalan tersebut adalah perlunya sebuah Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) berbasis komunitas.
Dokter Udin, jelas Rijal, juga menginisiasi pembentukan komuntas Massikola, atau Makassar Siap Sekolah. Ia menyebut, banyak cara untuk membantu sesama dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, salah satunya seperti yang dilakukan anak-anak muda yang tergabung dalam Massikola.
Gerakan hasil gagasan dokter Udin membantu proses pembelajaran terhadap anak-anak tidak sekolah dan yang putus sekolah.
Makanya, setiap anak usia sekolah berhak mengenyam pendidikan formal. Di sisi lain negara telah menjamin penyelenggaraannya. Hanya saja, berbagai kendala yang dihadapi anak, sehingga harus tidak sekolah atau putus sekolah. Persoalan administrasi kependudukan, ekonomi dan sosial menjadi faktor penyebabnya. “Kehadiran Massikola adalah bukti nyata kekompakan anak muda Makassar dalam dunia pendidikan. Dan juga sejalan dengan poin pertama dalam 18 Revolusi Pendidikan: Semua anak bisa sekolah.,” tutup Rijal, menirukan ucapan dokter Udin. (titi)