Site icon Inspirasi Makassar

Berguru Ilmu Membidik di Australia, Sebulan Raih Omzet Rp60 juta dari Usaha Foto Weeding di Makassar

foto-4

Potret atau Fotografi Potret adalah membidik seseorang, atau beberapa orang menjadi gambar yang bernilai, menawan, indah dipandang mata, hingga mengundang daya tarik. Jika bidikannya sempurna, membuat orang-orang tercinta, keluarga,juga orang di sekitar menjadikan foto-foto itu untuk kenang-kenangan. Mereka selalu  mengingat dan akan mengingat kembali. Orang pun tidak segan-segan mengeluarkan biaya mahal. Pemilik foto studio pun mendapatkan keuntungan menggiurkan.

Pemilik Studio Digital Spektrum_Pro Makassar, Irmal Zadaruddin, misalnya. Awalnya, dia memulai bisnis foto hanya karena hobby. Pada tahun 1992, dia membekali diri dengan kamera fuji  seharga Rp150 ribu. Dari kamera buatan Jepang itu, dia mengabadikan Fitriski Utari, kekasihnya yang kini menjadi istri dan ibu dari anak-anaknya.

Sekalipun masih amatiran, namun tidak disangka-sangka,  hasil fotonya bagus. Bungsu dari tiga bersaudara pasangan H.Zadaruddin dan St Sohra (Alm) yang saat itu duduk di semester VII Fakultas Ekonomi Universitas Muslim Indonesia (UMI), tahun 1992/1993 mulai terinspirasi dan mengasah intuisi bisnisnya untuk menambah pundi-pundi rupiah. Dia pun membeli satu rol film (Rp35 ribu) untuk memotret.  Hasil fotonya menggembirakan, karena meraup untung hingga Rp300.000.

Pengalaman foto yang diperoleh secara otodidak itu, memberanikannya merantau ke Jakarta. Tak tanggung-tanggung, Irmal, sapaannya, diterima sebagai wartawan foto di salah satu media nasional. Di ibukota negara itu, dia mendapat banyak kesempatan mengepresikan karya-karya seni foto, sekaligus mendapat pendapatan lumayan baik.

Sekalipun demikian, pria kelahiran Makassar, 18 Januari 1970 ini belum berpuas diri. Karena itu, dia mengambil sikap dan bertekad memperdalam pengetahuan seni foto lewat bangku pendidikan. Pecinta olahraga ini kemudian menjatuhkan pilihan ke Kub Institut Technology Sydney, Australia, tahun 1998.

Lulus tahun 2000, Ilmar tidak lagi kembali ke Jakarta sebagai fotografer andal, melainkan memilih kampung halamannya di tanah Bugis-Makassar ini.  Di rumahnya, Jalan Macan, dia memanfaatkan salah satu ruangan sebagai ruang bidikan, sekaligus mewujudnyatakan bekal yang diperoleh di negeri Kanguru itu lewat karya-karya foto yang  monumental.

Sekalipun masih terbilang uji coba, namun tahun pertama dia meraih omzet Rp4 juta hingga Rp5 juta setiap bulan. Tahun kedua, pendapatan mulai membaik, Rp2 jutaan per hari. Begitu seterusnya, setiap hari omzetnya terus meningkat.

Keuntungan yang mengalir kepadanya digunakan untuk menambah alat-alat foto, utamanya membeli kamera yang lebih bagus. Tahun 2000, saat orang di Makassar belum memiliki kamera digital, dia sudah memilikinya.

Kamera bermerek Nikon dia beli di Jakarta seharga Rp6 juta. Saat itulah, dia dikenal sebagai pioneer dan peletak dasar foto digital di Makassar. Hanya saja, sekalipun sudah memiliki alat potret yang terbilang canggih, namun dia masih terkendala cuci cetak. Sebab, di Makassar ketika itu belum ada mesin cuci cetak digital. Akibatnya, dia harus kirim ke Jakarta, dengan beban biaya Rp4000 hingga Rp5000 per lembar, belum termasuk biaya pengiriman.

Beberapa tahun kemudian, 1997, saat foto digital mulai marak di Makassar, maka mesin-masin cetak digital mulai merambah kota Daeng ini. Masuknya mesin-mesin cetak ini membuatnya terus bergairah. Selain tidak membutuhkan biaya cetak yang mahal dan waktu yang lama, juga faktor keamanan.

Disaat pelanggan yang terus membengkak dan dikenal luas, lelaki yang berkeinginan anak pertamanya berkarya di bidang desain animasi itu hijrah bersama delapan karyawannya ke Jalan Sudirman, tahun 2001. Di studio barunya itu, pelanggan yang menggunakan jasanya membludak, mulai dari kalangan menengah hingga atas. Rata-rata 17 tahun hingga 40 tahun. Tarif yang ditawarkan cukup lumayan. Khusus foto wedding, mulai Rp5,5 juta hingga Rp17 juta per paket. Omzet sebulan untuk foto weeding saja, Rp60 juta setiap bulan.

Kapan biasanya kebanjiran order? Ilmar mengaku saat liburan anak-anak sekolah dan lebaran. Kedua waktu itu, omzet yang diraihnya lebih dari 100 persen dari hari-hari biasa. Ia juga pernah dipercayakan memotret pernikahan anak  HM Amin Syam, mantan Gubernur Sulawesi Selatan dan pejabat penting lainnya. Kepercayaan lainnya memotret untuk keperluan iklan di Jakarta dan foto-foto hotel. Ia juga pernah diberi amanah mengambil gambar di PT Inco Internasional untuk pembuatan kalender. Tidak ketinggalan foto-foto para kandidat bupati di berbagai daerah dikawasan timur Indonesia.

Berapa modal yang dikeluarkan untuk melengkapi studio digitalnya? Irmal mengaku tidak ingat benar. Yang pasti, saat ini nilai alat-alat foto dan assesoris pendukung mencapai Rp700 juta, belum termasuk tempat. Untuk satu lampu saja harganya  Rp200 juta, kamera 1 band Rp250 juta dan lainnya. Sekalipun demikian, Irmal mengaku, hanya dalam waktu empat tahun sudah menuai break event point (kembali modal). Selebihnya digunakan untuk keperluan lainnya.

Bagaimana rencana ke depan dan kiat menghadapi persaing? Dengan tersenyum, Ilmar mengatakan, belum berniat membuka cabang di daerah. “Saya masih mempertahankan studio ini (Spektrum-Pro) di Jalan Hasanuddin. Kami terus berbenah dan melengkapi yang belum ada,” urainya, seraya menambahkan akan mempertahankan stail dan ciri khas.

Selain membuka usaha di bisnis foto digital, Irmal juga menawarkan kursus foto yang baik, sekaligus perkembangan foto digital, hingga mahir. Untuk sepuluh kali pertemuan biayanya Rp1 juta.

Tips sukses Ilmar Zadaruddin

  1. Jangan takut salah
  2. Jika masyarakat bayar mahal, harus diberikan hasil terbaik kepada mereka, jangan sebaliknya.
  3. Jangan takut bereksperimen
  4. Terus belajar
Exit mobile version