Pergerakan kemahasiswaan bukan sekadar berkumpulnya slogal. Atau tidak sekadar dengungan aktivis. Bukan pula, sekadar melenakan, atau meninabobokan mahasiswa. Karena, gerakan mahasiswa tidak sekadar membutuhkan topangan teori yang kuat, melainkan dibarengi dengan kecerdasan intelektual, kerja cerdas, sekaligus kerja nyata. Gerakan kemahasiswaan yang dilakoni anak anak muda Maluku di Makassar, misalnya.
Aliansi Mahasiswa Maluku (AMMAL) di Makassar, yang dideklarasikan, di Aula Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Model 2 Makassar, pada Selasa, 5 Juni 2018, kelak mencatatkan diri sebagai pionir, sekaligus cikal bakal mewujudkan Maluku seperti yang diidam-idamkan. Maluku yang menjadi barometer daerah lain.
Berbagai elemen mahasiswa lintas daerah dan agama asal Kapitan Pattimura yang memenuhi aula sekolah yang beralamat di persimpangan Jalan AP Pettarani dan Sultan Alauddin tersebut terlihat mempekikkan semangat persatuan, tanpa sekat sekat keagamaan, asal usul, dan jenis kelamin. Apalagi, organisasi ini mengedepankan nilai-nilai dan hubungan pela-gandong. Tidak lain untuk menanamkan prinsip-prinsip kebhinekaan, keharmonisan, kekerabatan, kebersamaan antara semua orang Maluku dimanapun berada.
Di atas podium dibaluti bendera merah putih, Alie Al-Hakim–sekretaris AMMAL, membacakan amar deklarasi. Narasi deklarasi mengisyaratkan, momentum kelahiran Pancasila, dapat menyatukan gagasan, ide, dan semangat generasi muda Maluku. Lewat organisasi ini pula, mereka dapat mengisi salah satu ruang, dari begitu banyak ruang aktif mewujudkan cita-cita kemerdekaan, yakni masyarakat sejahtera, khususnya di Maluku. Sekaligus, menjadikan Maluku sebagai sentral toleransi yang patut di contohi dan dapat mewujudkan amanah Undang Undang Dasar dan Pancasila.
Dari AMMAL ini pula, mahasiswa Maluku di Makassar meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan mengolah kepemimpinan. Tidak lain, karena dalam sejarah perjuangan bangsa, gerakan kemahasiswaan seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional. Dari sini pula, anak-anak muda Maluku diperantauan, khususnya di Makassar yang terhimpun dalam AMMAL, bisa mencatatkan diri sebagai pionir, perwujudkan cita-cita kemerdekaan itu.
Bagi AMMAL , demikian Alie Al-Hakim, pada dasarnya, organisasi mahasiswa Maluku di Kota Daeng sebelumnya telah ada. Yakni, Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Islam Maluku (HIPPMIM) Makassar tahun 1995. Namun kemudian, mengalami kevakuman. Tidak lain, akibat gagal membangun toleransi, serta komunikasi.
Pengalaman masa lalu itu, merupakan proses pencerahan, sekaligus pembelajaran bagi kami saat ini, untuk membangun, menyatukan komitmen, dan bahu membahu dengan seluruh elemen yang ada, untuk menggerakan, demi mewujudnyatakan niatan suci tersebut.
Agar tidak mengalami hal serupa, AMMAL senantiasa menempatkan Kerukunan Warga Islam Maluku (KWIM) Pusat Makassar, sebagai sesepuh dan kekuatan yang menggairahkan gerakan yang terafiliasi dari Lease, Tenggara, Seram, Buru, Banda dan Ambon ini. Untuk itu, AMMAL diharapkan berperan aktif, massif, dan progresif mengawal agenda kedaerahan yang tak terlepas-pisahkan dari spirit, serta dorongan dari Kerukunan Warga Islam Maluku- Makassar.
Dengan kata lain, kehadiran AMMAL, maka otomatis, organisasi ini satu. Tidak lagi dibayangi sekat sekat kesukuan, serta rasisme yang memperhambat perjuangan pembangunan di Maluku. Termasuk, mencegah terulangnya kehancuran yang dialami Maluku , akibat nafsu keserakahan, haus kekuasaan dan gila hormat.
Kelahiran AMMAL, demikian Drs.H.Asri Hidayat Mahuluaw—saat mewakili (Prof.H.Sadly AD,M.P.A)–Ketua KWIM-Pusat Makassar, perupakan langkah brilian yang digagas mahasiswa Maluku di Makassar. Begitu pula, A Erma Maparessa—saat mewakili Pembina AMMAL. Keduanya mengharapkan, AMMAL tidak sekadar lahir. Juga, tidak sekadar deklarasi, sesudah itu tinggal kenangan. Melainkan, punya peran dan tanggungjawab, memerankan diri sebagai pembawa perubahan.
Disisi lain, Asri Hidayat Mahulauw, maupun A Erma Maparessa meminta, AMMAL setidaknya punya posisi dan kemampuan menerobos jalan terjal yang bakal meng-adang. Sebab, biasanya awal-awal kelahiran, selalu ada semangat, tetapi beberapa waktu kemudian kendur.
“AMMAL, tidak sekadar berhenti saat deklarasi saja. Melainkan sebagai langkah awal memulai sesuatu yang bernilai ibadah. Jika kita memperhatikan thema sentral yang diajukan “ Melalui semangat kekeluargaan, kita wujudkan generasi muda Maluku yang berintelektual dan bermoral” tentunya, menjadi semangat yang terpatri disetiap dada anggota AMMAL,” demikian Asri.
Kelahiran AMMAL, demikian Erma Maparessa, dapat membantu pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk menjadikan Maluku sebagai sentral toleransi yang patut di contohi dan dapat mewujudkan amanah Undang Undang Dasar dan Pancasila. (din pattisahusiwa-humas kerukunan warga isIam maluku (KWIM) makassar, melaporkan dari Masohi, Maluku Tengah)