jembatan malili di waktu malam. (foto:din pattisahusiwa/inspirasimakassar)Sejenak saya terdiam melihat keindahan sungai Malili. Ingatan pun tertuju ke ceritra Basri. Si tukang ojek ini adalah orang pertama yang saya temui, saat menginjak kaki di bumi ‘Batara Guru’– seorang leluhur asal tokoh Sawerigading seperti cerita dalam mitos I La Galigo yang terkenal sebagai bagian dari karya sastra terpanjang yang pernah ada di dunia. Di tepi sungai, di ibukota Kabupaten Luwu Timur ini, saya  pun tertegung sejenak melihat cahaya lampu hias yang memantulkan pemandangan begitu indah di permukaan sungai Malili malam itu. Tidak terasa, beberapa gelas es avokad kami habiskan.

Rabu pagi-7 September 2016, saat tiba di Malili, saya memanggil Basri. Lelaki setengah baya ini mengantar ke Losmen Anugrah tempat beristirahat. Saya tertidur pulas sehari penuh dikamar ber-AC. Keesokan harinya, dia menemui saya. Kami berdua duduk sejenak. Disela-sela pembicaraan, saya menjelaskan  maksud kedatangan ke daerah berjarak sekitar 565 km dari Makassar ini.

 “Untuk kedua kalinya saya ke sini. Awalnya,  saat pelantikan bupati pertama Drs.H.A. Hatta Marakarma,MP dan Wakil Bupati HM.Thorig Husler. Dan, kali ini, saya kesini lagi untuk mencari keluarga. Achmad Ririn, namnya”.

Kami berdua mengatur strategi. Berpegang pada dokumen dari kakak saya Hj.Aisja Pattisahusiwa dan suaminya, H.Ismael Rene  Ririn dari Negeri Belanda, kami berdua mulai menelusuri beberapa tempat. Termasuk mendatangi sejumlah tokoh masyarakat,  orang tua, hingga kantor desa, kantor kelurahan, dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Hanya saja, nihil. Tidak satupun yang kami datangi mengetahui keberadaan keluarga dan turunan dari Achmad Ririn.

Menjelang tengah hari, kami berdua menuju jembatan. Dibawahnya terdapat sungai besar yang terlihat tenang. Sesekali, sejumlah perahu bermesin yang biasa digunakan petani dan nelayan sebagai sarana transportasi. Air sungainya berasal dari danau ‘3 Ter’, yakni Ter-luas, Ter-dalam, dan Ter- indah di Kecamatan Nuha dan terbuang ke teluk Bone. Danau 3 ter masing-masing, Danau Towuti Terluas di Pulau Sulawesi. Danau Matano Terdalam di Asia, mencapai kedalaman sampai 600 m dengan dasar berada lebih dari 200 m di bawah permukaan laut.  Serta, danau Mahalona salah satu danau yang memiliki lingkungan alam Terindah dan menawan di Indonesia.

Saya melihat di sepanjang sungai ini, terdapat sejumlah perkampungan penduduk masih berimpit langsung dengan tepian sungai. Tanggul pengaman di bangun di sepanjang aliran sungai. Sedangkan sebelah utara sungai, puluhan meter telah retak terkikis abrasi arus sungai lantaran dibuat tanpa menggunakan bantuan tiang pancang.

Mengapa saya ke sungai ini? Selain menyaksikan dengan mata kepala sendiri keindahannya, juga tak jauh dari sini, orang yang saya cari,  Achmad Ririn menikah dengan Kambe, tepat 70 tahun silam, atau tahun 1946.

Di benak saya, semoga tak jauh dari sungai ini, saya bisa menemu-kenali dengan turunan Achmad Ririn. Apalagi, dari beberapa informasi, salah seorang penduduk di sini bernama Kambe. Hanya saja, perempuan tua itu bukan yang menikah dengan lelaki Ambon yang lahir di Batavia/Jakarta tahun 1921 atau 95 tahun silam itu. Kambe yang ada juga tidak memiliki keturunan. Sementara yang saya maksud adalah Kambe yang beranak dua orang. Djoeniar yang lahir tanggal 13 Juni 1947 dan Bachtiar yang lahir tanggal 19 Desember 1948.

Masih penasaran, malam hari, saya mengajak pemilik Losmen Anugrah, untuk sama-sama menemui H.D Kasim–seorang tokoh masyarakat, dan rekan saya yang pernah sama-sama wartawan di Harian Pedoman Rakyat dulu. Naja, nama jurnalis yang kini anggota DPRD di daerah yang menjadi daerah otonom sendiri tepat tanggal, 25 Pebruari 2003 dari Kabupatan Luwu Utara. Usai shalat magrib,  pertama kami datangi adalah rumah orang tua yang berumur sekitar 90 tahunan. Sekalipun Manula, namun orang tua ini terlihat sehat. Bicaranya pun teratur. Daya ingatnya pun masih segar. Dia  adalah mantan kepala SMPN 1 Malili.

Setelah mendengar maksud kedatangan kami, beliau pun tidak mengenal nama maupun foto yang saya perlihatkan. Di ruang tamu yang begitu luas, dan sejumlah pasang kursi sofa, beliau juga menceritrakan peristiwa heroik yang pernah terjadi di Malili. Sekitaran tahun 1950-an, Malili pernah dibumihanguskan oleh gerombolan, termasuk oleh tentara sekutu.

“Saat peristiwa tersebut, banyak warga meninggalkan desa ini. Kami bersembunyi. Ada yang menyelamatkan diri ke hutan. Ada yang menuju Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan lainnya. Pokoknya, habis. Nanti, beberapa tahun kemudian, baru ada yang kembali ke sini lagi,” tutur H.D Kasim. Menjelang Isya, kami pun pamitan.

Karena apa yang saya harapkan belum berhasil, saya pun mengajak pemilik Losmen yang juga guru SMPN 1 Malili ini mencari tempat yang nyaman. Tawaran saya, di bibir sungai Malili. Disini, sejumlah kios kecil berjejeran. Di sini, kami pun bersenda gurau dengan pemilik kios. H Bair. Di sela-sela candaan, saya tak lupa menyodorkan foto dan nama yang ada di ponsel saya–Oppo, kepadanya. Sama dengan lainnya. Lelaki setengah baya inipun tidak kenal. Pembicaraan kami banyak. Mulai dari kegiatan bisnis yang dia lakoni, hingga mengapa bangsa-bangsa asing datang ke Malili.

“Oh, daerah ini memiliki kekayaan alam sangat besar. Ada tambang nikel. Ada emas. Dan hasil hutan-damar dan rotan sangat terkenal,” urai H Bair. Ditengah-tengah ceritera, tak terasa beberapa gelas es avokad kami seruput. Pilihan ke avokad, karena daging buahnya melembabkan kulit, dan mengandung vitamin.

Sambil minum es avokad, saya selalu melirik cahaya lampu yang memantulkan pemandangan indah sepanjang sungai yang mengalir di sisi selatan kota ini. Di beberapa sudut di sekitaran sungai ini, terpampang tulisan “Hati-hati permukaan air sungai dapat naik tiba-tiba”. Apalagi, di arah hulu Sungai Malili terdapat tiga Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) – PLTA Larona, PLTA Balambano, dan PLTA Karebbe.

Sungai yang membentang di arah selatan Kota Malili pun sangat berpotensi dikembangkan menjadi obyek wisata kota yang menarik. Di sungai ini pula, pengunjung bisa menyaksikan terbitnya matahari (sunrise) dari balik pegunungan Verbek di arah hulu sungai atau panorama senja (sunset) sore hari di arah barat muara sungai.

Sebelum kembali ke Makassar, saya sempat shalat jumat di masjid raya. Katibnya, anak muda berjengggot. Uraiannya penuh makna, utamanya seputaran haji dan kurban. Saya menyimaknya seksama.  Usai shalat saya sempat berkenalan dengan sejumlah jamaah.

Usai jumatan, saya menyempatkan diri ke Desa Wewangriu. Di desa ini, saya melihat sebuah kapal yang karam di bibir sungai. Sempat saya membidik sejumlah sisi kapal buatan Jepang tersebut. Saya juga  ke pelabuhan Malili yang juga terletak di bibir sungai, Jalan Jendral Sudirman, Nomor 16 Malili.

Sekadar dikatahui, Kabupaten Luwu Timur memiliki tambang nikel terbesar di dunia yang dikelola PT.INCO, perusahaan pertambangan asal Kanada. Paling berkesan saat masuk Kota Malili, karena kita dapat melihat berbagai pembangunan gedung-gedung baru khususnya milik pemerintah daerah di lokasi yang benar-benar baru dibuka tanpa merusak lingkungan alam asri berbukit hijau sekitarnya.

Berlatar alam pegunungan Verbek yang menawan di bagian timur dan hamparan laut Teluk Bone di bagian barat, Malili juga berpotensi berkembang sebagai Kota Gerbang Wisata di perbatasan Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tenggara yang hanya berjarak, lebih 30-an kilometer.

Menurut sejarah, dulu Malili adalah tempat bertemunya suku  asli Padoe yang telah mendiami daerah pegunungan dan lembah sejak tahun 1400. Saat itu, banyak ksatria dan pemberani. Mereka dikenal dengan sebutan “Pongkiari”. Kehebatan para Pongkiari ini terdengar oleh Datu Luwu, pemimpin Kerajaan Luwu. Saat Kerajaan Luwu di Palopo menghadapi musuh dari selatan, Datu Luwu meminta para Pongkiari ini membantu dalam peperangan.

Berbagai cerita rakyat tentang kehebatan Pongkiari ini. Konon, danau Matano, Mahalona, dan Towuti, terbentuk karena pertempuran para Pongkiari. Begitu dahsyatnya pertempuran itu, membuat terciptanya kubangan yang sangat luas dan dalam, sehingga membentuk danau hingga saat ini. Namun seiring perkembangan zaman, eksistensi Pongkiari berangsur-angsur hilang.

Suku Padoe memiliki adat-istiadat, aturan adat, bahasa bahkan pola kepemimpinan yang masih eksis hingga saat ini. Ketika investor tambang nikel masuk ke wilayah suku Padoe, sebagian besar penduduk asli sudah mengosongkan daerah wilayah mereka. Sekitar 10 tahun kemudian saat kondisi sudah aman, banyak eksodus kembali ke tanah nenek moyang mereka. Namun mereka menghadapi kesulitan baru dalam melanjutkan hidup akibat tanah mereka yang telah berubah fungsi menjadi daerah tambang. Sebagian dari mereka tetap menetap di daerah Padoe .yang sekarang ini bertempat di belakang bumper (bumi perkemahan) Soroako.

Jika tertarik ke Luwu Timur anda boleh meluangkan waktu berlibur ke sana. Di sana anda dapat menikmati sejumlah obyek wsiata menarik. Diantaraya :
1. Air terjun sungai Anuang

Objek wisata ini terletak 30 km arah utara Mangkutana di poros Trans-Sulawesi arah Poso, tepatnya di desa Kasintuwu. Tempat ini tidaklah sulit untuk ditemukan karena tepat di sisi kanan jembatan yang melintas diatasnya. Pengunjung yang datang kebanyakan berasal dari perjalanan panjang dari Sulawesi Tengah menuju Sulawesi Selatan yang singgah untuk refreshing. Derasnya air yang mengair dihiasi dengan bebatuan alami dan sejuknya pohon disekitarnya menamba suasana semakin segar.

2. Pantai Lemo


Di Kecamatan burau tepatnya di desa mabonta kita disuguhi pemandangan pantai dan laut lepas Teluk Bone di pantai lemo. Di sini kita kan disuguhi dengan rimbunan pohon kelapa disetai hamparan landai pasir yang panjang menjadikan pantai ini menjadi salah satu idaman pengunjung. Tidak hanya itu kamu di sini juga bisa berkeliling pantai menggunakan ketinting masayarakat sekitar. Kamu juga dapat bersantai di rumah-rumah yang dibangun di dekat pantai.

3. Pesona Bawah Laut Bulu’ Poloe
Wisata yang satu ini terletak di Pulau Bulu’ Poloe ujung utara Teluk Bone. Suatu potensi wisata bawah laut dengan keindahan aneka terumbu karang dan biota laut yang keren banget. Gak bakalan kalah dengan tempat lain deh.. Untuk ke tempat ini membutuhkan waktu sekitar 30 menit menggunakan perahu ketinting.

4. Air terjun Mata Buntu
Ini nih objek wisata yang gak kalah keren dari yang lain yaitu Air terjun mata buntu yang terletak di Kecamatan Wasuponda. Jika kamu memasuki daerah ini kamu akan disambut dengan kerasnya suara air terjun, dan dinginnya serasa menusuk tulang. Tapi lama kelamaan kamu bakalan terbiasa juga. Suasana di tempat ini sangat cocok untuk bersantai melepas penat bersama keluarga, dengan suasana hutan tropis, sambil menikmati undak-undakkan air terjun bersusun 33 yang terbentuk alami. Bonus kupu-kupu beterbangan dan hinggap diantara anggrek hutan yang mnyembul diantara pakis hutan dan bebatuan yang tertata rapi akan memanjakan mata kamu.

Advertiser

Keunikan dari objek wisata ini adalah diundakan paling atas pengunjung dapat menemui sebuah batu berbentuk alat kelamin pria yang konon katanya dapat membantu bagi pasangan yang belum di karuniai anak, adapula yang meyakini sebagai tempat mengikat janji bagi pasangan muda mudi.

  1. Danau Matano


Kalau kamu pengen berkunjung ke temat wisata yang modern mempunyai berbagai fasilitas ini nih ane rekomendasikan danau matano buat kamu. Terletak di pinggiran Sorowako, dengan luas mencapai 8.218, 21 Ha dan merupakan salah satu danau terdalam mencapai  550 meter. Sumber mata air danau berasal dari sebuah kolam berukuran 8 x 12 m di desa Matano.

 Beberapa tepian danau, kini dijadikan lokasi berekreasi seperti Pantai Ide, Pantai Kupu – kupu, Pantai Salonsa. Danau Matano menawarkan panorama eksotik, air yang sejuk, landscaping tepian danau tertata rapi dipenuhi rimbunan pohon-pohon besar menjadikan suasananya sangat teduh. Bagi pencinta olahraga air tidak perlu khawatir, karena sarana rekreasi di danau Matano dilengkapi berbagai fasilitas seperti Kayak, Banana Boat, Jet Ski, Kapal Pesiar, serta didukung dengan penempatan Gasebo, Bungalow, Restaurant, taman bermain untuk anak – anak dan fasilitas lengkap lainnya.

6. Danau Towuti
Kamu tahu gak ternyata danau ini adalah danau air tawar lho? Dan tidak hanya itu danau Towuti ini juga merupakan danau air tawar terluas kedua setelah danau Toba di Sumatera Utara.
Danau ini merupakan danau hasil tektonik dan masih banyak menyimpan misteri, belum diketahui kedalaman permukaannya. Di sini terdapat 14 jenis ikan tawar endemic Sulawesi Crocodylus orosus dan Hydrosaurus Amboinensis. Danau ini banyak di gunakan untuk memberikan jasa lingkungan pada ekosistem sekelilingnya. Sehingga fasilitas yang ada tidak selengkap danau matano.

Lewat naskah ini, jika ada pembaca yag mengetahui atau mendengar turunan dari bapak Achmad Ririn, termasuk kedua anaknya Djoeniar yang lahir tanggal 13 Juni 1947 dan Bachtiar yang lahir tanggal 19 Desember 1948, ataukah anak dan cucu mereka tolong menghubungi saya di nomor HP 082187151319, ataukah dengan kakak ipar saya Ismael Rene Ririn di Belanda. Tidak ada maksud lain, kecuali sekadar menyambung tali kerahiman antar orang bersaudara…terima kasih..(din pattisahusiwa)

 

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here