Gowa – Menjelang pagi di Kota Metrpolitan Makassar dan sekitarnya, para penjual kue-kue di pinggir jalan dan sudut-sudut kota mulai ramai dengan antrian warga yang akan membeli berbagai jenis dan rasa kue khas dari Makasssar itu.
Kue itu menjadi penganan menjemput pagi sambil mengeruput teh atau kopi panas sambil mempersiapkan segala peralatan untuk menuju ke tempat kerja menjalani aktivitas rutin masing-masing.
Di antara sekian banyak jenis kue itu, salah satu di antaranya yang banyak menarik orang untuk menikmati karena namanya. Orang Makassar memberinya nama kue janda. Jenis kue ini terbuat dari pisang dibalut dengan parutan ubi kayu, kemudian dikukus dan disajikan dengan taburan parutan kelapa. Selain diberi nama kue janda, ada juga orang Makassar menyebut kue janda itu dengan sebutan kue songkolo bandang.
Kue janda ini merupakan salah satu penganan ringan favorit sering di buru oleh masyarakat Makassar saat bulan puasa untuk menjadi hidangan berbuka puasa ataupun di bulan biasa untuk menjadi sarapan pagi.
Salah seorang penjual kue-kue, Suri di temui di Makassar, Rabu 16 Maret 2016 lalu mengatakan, kalau pagi banyak yang mencari kue janda ini ,tapi tidak begitu banyak yang menjual. “Saya pun tidak sering menjual kue jenis ini, yang banyak itu jenis kue panada, donat, risoles, atau onde-onde,” katanya
Kue janda itu seharga Rp. 1000,- per biji tertata manis di etalase kaca para penjual kue saat pagi. Kue ini dipajang bersama kue kue tradisional lainnya seperti kue dadar, burangasa, onde-onde panyu, atau roti goreng
Warga Makassar mempunyai kebiasaan membeli kue atau penganan ringan di pagi hari, maka dari itu para penjual kue harus sudah menyajikan jualannya di awal pagi. “Saya biasa jam empat pagi sudah bangun, menggoreng, memasak dan membungkus kue, kalau malam sebelum tidur saya siapkan semua dulu. Paginya baru di goreng atau di kukus. Jam enam saya sudah keluar rumah.”, ungkap Suri
Kue janda ini merupakan kue favorit, menurut Suri, pernah ada ibu-ibu memborong banyak kue jandanya, karena sudah lama mencari kue itu tapi baru menemukannya, katanya.
(Laporan Dwi Nur Fitriani, Mahasiswa KPI FDK UIN Alauddin Makassa, Samata Gowa)