Muhammad Daeng Patompo

Pengantar:

Dari dua puluh empat figur yang pernah memimpin Kota Makassar hingga berubah menjadi Ujungpandang dan kembali ke Makassar lagi, antara tahun 1918 hingga 2004, sosok Haji Muhammad Daeng Patompo merupakan wali kota dengan masa jabatan paling lama. (Foto-foto di dalam tulisan ini bersumber dari “Mueum Kota Makassar”)

Dia memimpin kota ini dalam dua nama, Makassar dan kemudian berubah menjadi Ujungpandang pada tahun 1971. Tiga belas tahun (1965-1978) lamanya, beliau menakhodai kota daeng ini. Suatu masa yang mungkin tak pernah ada yang menyamainya di republik ini.

Kehebatan Patompo tidak saja menjadi ‘landmark’ kota ini pada masa dia berkuasa, tetapi juga yang tidak boleh dilupakan adalah jasa-jasanya memperluas wilayah ibu kota provinsi ini dari hanya 25 km2 menjadi 175 km2 pada tahun 1971. Dia mampu meyakinkan dua bupati tetangganya, H.M.Arief Siradjuddin yang memimpin Kabupaten Gowa, dan H.M.Kasim DM yang menakodai Kabupaten Maros agar mau menerima perluasan kota Makassar tersebut dengan merelakan sebagian wilayahnya.

Bersamaan dengan perluasan wilayah tersebut, kota yang sejak ratusan tahun silam bernama Makassar tersebut berubah nama menjadi Ujungpandang. Kata Ujungpandang hanyalah menunjukkan sebuah tempat di sekitar Benteng Ford Rotterdam sekarang yang banyak dan ditumbuhi pohon pandan. Jadi, nama kota ini secara etimologis adalah suatu ujung atau tanjung yang ditumbuhi banyak pohon pandan. Namanya menjadi pandang, tidak ada hubungannya dengan sinonim kata melihat, tetapi sejenis tumbuhan pandan. Namun, logat etnis Makassar yang cenderung menyebut konsonan sengau /n/ menjadi /ng/, maka kata pandan pun terdengar menjadi pandang.

Perubahan nama Makassar menjadi Ujungpandang tidak berjalan mulus. Di tataran budayawan, nama Ujungpandang tidak selayaknya menggantikan nama Makassar yang secara global sejak dulu sudah dikenal. Makassar dalam dunia pelayaran sudah sangat kondang. Bahkan, dalam dunia maritim, penduduk mancanegara hanya mengenal Makassar dan sama sekali tidak mengenal kata Ujungpandang. Nama Ujungpandang, juga ditemukan di daerah lain di Sulsel di luar Kota Makassar sekarang ini.

Tiga budayawan Sulawesi Selatan yang sangat giat menentang perubahan nama ini adalah Prof.Dr.Mr.Andi Zainal Abidin Farid, S.H., Prof.Dr.H.Mattulada, dan Drs.Hamzah Daeng Mangemba, mereka almarhum. Ketiganya tidak pernah mau menggunakan kata Ujungpandang dalam pembicaraan sehari-hari, maupun dalam penulisan naskah ilmiahnya. Mereka ini masih sempat menikmati kembalinya nama Makassar yang hilang, sebelum berpulang ke rakhmatullah.

M.Dg.Patompo merupakan satu dari dua wali kota di Indonesia yang paling populer pada masanya. Di Jakarta ada Ali Sadikin yang memimpin Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) dan di Makassar ada Patompo. Patompo tidak pernah mau menerima julukan bahwa dirinya adalah Ali Sadikin-nya Makassar. Tetapi justru selalu bangga dengan mengatakan bahwa Ali Sadikin adalah Patompo-nya Jakarta.

Di bawah kendali Patompo, pembangunan di Kota Madya Ujungpandang maju pesat. Dia tidak tanggung-tanggung pernah meluncurkan sasaran pembangunan kota yang berjangka panjang, yakni untuk menjadikan Kota Madya Ujungpandang sebagai “Kota 5 Dimensi” – Kota Dagang, Kota Budaya, Kota Industri, Kota Pendidikan, dan Kota Pariwisata. Secara prospektif “Kota 5 Dimensi” dapat dicapai dan merupakan langkah yang sangat maju untuk dapat mencapai “Kota Metropolitan” seperti sekarang ini.

Patompo adalah wali kota terbesar dalam sejarah kota Ujungpandang. Dia sangat melegenda dan fenomenal. Dia sangat kreatif. Bukan kebiasaan Patompo lebih lama duduk di balik meja kerjanya. Kesenangan dan kesehariannya adalah bertemu masyarakat dan bercanda dengan rakyatnya. Dari interaksi itulah, banyak muncul berbagai kisah anekdot dan humor ala Patompo, sebagaimana yang akan saya paparkan ini.

Penulisan kisah ini sama sekali tidak bermaksud mengungkit kisah lama Patompo yang mungkin saja kurang berkenan di hati kalangan keluarga, tetapi sebagai bentuk penghargaan terhadap beliau yang sekaligus membedakannya dengan para pendahulu dan penerusnya di kemudian hari. Sosok Patompo adalah pribadi yang unik. Perilaku kekuasaannya sangat demokratis. Interaksinya dengan masyarakat selalu menawarkan kesejukan dan sesuatu yang bersifat entertain.

Dalam kisah yang dihimpun dengan tenggang waktu yang cukup lama ini, kita dapat memotret sosok Patompo yang justru tidak banyak dikenal orang. Dia adalah lelaki yang sangat populer dan termasuk seorang pemain watak yang pantas diacungi jempol.

Pidato-pidato Patompo sangat ditunggu-tunggu, meski saripatinya kadang tidak menawarkan sesuatu yang luar biasa. Tetapi dia mampu menghipnotis massa dengan kemampuan oratornya yang luar biasa. Gaya pidatonya mengingatkan kita kepada ‘style’ Bung Karno ketika berpidato pada tahun 1960-an menjelang kekuasaannya digunting Soeharto. Berapi-api dan mampu menggelorakan semangat massa.

Patompo bisa berpidato berjam-jam tanpa lelah dan capek. Apalagi di tengah begitu banyak khalayak yang menyaksikannya. Dia pemain panggung yang sukses, di saat sosok seperti dirinya begitu langka di daerah ini.

Semangatnya kini telah menurun kepada anaknya, Endong Patompo sehingga sekarang sudah menghasilkan beberapa perusahaan yang tergabung dalam Patompo Group. Nama Patompo mengenangkan kepada setiap orang yang pernah melihatnya, bagaikan hidup kembali. Terlebih lagi, ketika membaca kisahnya berikut ini. (H.Dahlan Abubakar/Pemred Inspirasi/bersambung).

BAGIKAN
Berita sebelumyaDharma Wanita Persatuan Sulsel Salurkan Bantuan Bagi Korban Kebakaran Maccini Gusung
Berita berikutnyaKapolda Sulbar Hadiri Launcing Kampung Tangguh “Sipendalingai” di Majene
Wartawan kriminal dan politik harian Pedoman Rakyat Ujungpandang dan sejumlah harian di Kota Daeng Makassar, seperti Ujungpandang Ekspres (grup Fajar) dan Tempo. Saat ini menjadi pemimpin umum, pemimpin perusahaan, dan penanggungjawab majalah Inspirasi dan Website Inspirasimakassar.com. Sarjana pertanian yang juga Ketua Umum Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Al-Gazali--kini Universitas Islam Makassar ini menyelesaikan pendidikan SD di tanah kelahirannya Siri Sori Islam Saparua, SMP Negeri 2 Ambon, dan SPP-SPMA Negeri Ambon. Aktif di sejumlah organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di organisasi kedaerahan, bungsu dari tujuh bersaudara pasangan H Yahya Pattisahusiwa dan Hj.Saadia Tuhepaly ini beristrikan Ama Kaplale,SPT,MM dan memiliki dua orang anak masing-masing Syasa Diarani Yahma Pattisahusiwa dan Muh Fauzan Fahriyah Pattisahusiwa. Pernah diamanahkan sebagai Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Siri Sori Islam (IPPSSI) Makassar. Kini, Humas Kerukunan Warga Islam Maluku (KWIM) Pusat Makassar dan Wakil Sekjen Kerukunan Keluarga Maluku (KKM) Makassar.

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here