Dua Warga Negara Indonesia (WNI) asal Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara, disandera kelompok garis keras Abu Sayyaf yang bermarkas di Filipina. Penyanderaan kedua WNI tersebut tersebar di WAG atau WhatApps Group dalam bentuk video dengan durasi 30 detik yang diposting akun medsos Rhafel Araruna.
Akun tersebut menerangkan, kedua sandera tersebut berasal dari Wakatobi, tepatnya di Kaledupa. Keduanya berprofesi sebagai nelayan di Sandakan, Malaysia, mereka disandera oleh kelompok Abu Sayaf dua bulan lalu.
Hingga kini, kedua sandera tersebut belum dibebaskan, keduanya bisa bebas jika permintaan kelompok tersebut dituruti. Kelompok Abu Sayaf meminta imbalan sebesar Rp10 miliar sebagai tanda terima pembebasannya.
“Kelompok Abu Sayyaf meminta tebusan Rp10 miliar untuk pembebasan dua WNI tersebut. Semoga mendapat perhatian dari pemerintah,” tulis Rhafael Araruna di akun medsosnya.
Dari visual video postingan Rhafael itu terlihat, kedua nelayan dipaksa duduk setengah sujud tanpa memakai busana dan matanya ditutup dengan kain berwarna hitam.
Tidak cuma itu, sandera asal Wakatobi ini dipaksa mengikuti perkataan kelompok Abu Sayaf, jika tidak, golok siap ditebaskan ke leher mereka. Senjata laras panjangpun siap ditembakkan dikedua kepala mereka. Berikut arahan kelompok Abu Sayyaf kepada kedua sandera itu.
“Saya warga Negara Indonesia, pekerjaan saya nelayan di Sabah Sandakan. Saya kena tangkap oleh Abu Sayyaf Philipin di laut Sandakan. Saya minta perhatiannya Pemerintah Negara Republik Indonesia terutama Presiden dan Bapak Si Dadang”
Pengakuan Keluarga dan Kerabat Korban
Menanggapi video tersebut, keponakan salah satu korban, Amelia Fitri, membenarkan bahwa satu dari kedua korban penyanderaan itu adalah pamannya.
“Iyah Pamanku,” kata Amelia kepada jurnalis Liputanpersada, Selasa, (19/2), seperti dilansir LIPUTANPERSADA.COM.
“Disandera dari bulan 12 tanggal 8. Tadinya Om ku tinggal di Kaledupa, tapi dia mencari (bekerja) di Tawao Sandakan,” ungkap Amelia.
Namun demikian, Amelia hanya bisa berharap bantuan dari pemerintah Republik Indonesia untuk mem-follow up tindakan ini dan melakukan langkah-langkah pembebasan pamannya apalagi ada intimidasi biaya dari kelompok Abu Sayyaf meminta imbalan Rp10 miliar.
“Yang saya harapkan kasihan semoga ada bantuan dari pihak pemerintah,” harap Fitri.
Hal mengejutkan pun diungkapkan oleh Yudiman, warga Wakatobi (Kaledupa), saat ditemui Jurnalis Liputanpesada, dia mengaku bahwa kedua sandera itu adalah kerabatnya atas nama Hariadi dan Heri yang memang warga Kaledupa.
“Namanya Hariadi, teman satunya biasa dipanggil Heri warga Langgee. Di sandakan Malaysia, mereka nelayan sudah lama. Sudah belasan tahun,” kata Yudiman.
“Mereka di tangkap saat melaut dan tadinya mereka bertiga tapi temannya yang satu meninggal kena tembak,” ungkap Yudiman
Dikisahkan oleh Yudiman, Hariadai adalah seorang kepala keluarga, hingga kini memiliki tiga orang anak, sementara temannya Heri, masih bujangan.
“Iya tiga anaknya, asal Wakatobi, Kaledupa, desa Kalimas umurnya 43 tahun. Kalau temannya masih anak muda,” pungkas Yudiman. (*)