AMSTERDAM — Di saat negara lain disibukkan dengan meningkatnya angka kriminalitas, realitas sebaliknya terjadi di Belanda.
Di negeri ini yang terkenal dengan kincir anginnya ini, angka kriminalitas terus menurun sehingga jumlah penjahat “tak memadai” untuk mengisi penjara-penjara di negeri itu.
Kementerian Kehakiman Belanda, Senin (21/3/2016), merilis data yang memperkirakan angka kejahatan di negeri itu turun 0,9 persen setiap tahun hingga lima tahun ke depan.
Alhasil, sepertiga dari 13.500 sel di seluruh Belanda tak terisi. Artinya, sedikitnya lima penjara akan benar-benar ditutup.
“Sepertiga dari sel-sel penjara akan kosong, dan kondisi itu akan terus bertambah,” kata Jaap Oosterveer, juru bicara Kementerian Kehakiman Belanda.
“Dari sudut pandang sosial, tentu saja, hal ini sangat bagus karena menunjukkan angka kejahatan yang rendah. Namun, jika Anda bekerja di penjara, ini bukan kabar bagus,” tambah Oosterveer.
Kondisi ini sangat dikhawatirkan Serikat Pegawai Penjara (FNV). Organisasi ini memperkirakan, 1.900 karyawan lembaga pemasyarakatan akan kehilangan pekerjaan.
Sementara itu, sekitar 700 orang akan menjadi karyawan “mobile” karena mereka harus bekerja di beberapa penjara sekaligus.
Pemerintah Belanda sebenarnya tak tinggal diam untuk mencari solusi dari masalah ini. Belanda bahkan sudah “menyewakan” penjaranya untuk Belgia dan Norwegia.
Saat ini, sebanyak 300 narapidana asal Belgia ditahan di LP Tilberg. Sementara itu, 240 narapidana asal Norwegia ditampung di LP Nogerhaven, di kota Drenthe.
Direktur Lapas Belanda Karl Hillesland, kepada stasiun televisi RTV Drenthe, mengatakan, ada “antrean” kecil untuk masuk ke penjara Drenthe karena suksesnya penayangan sebuah film promosi di Norwegia.
Namun, langkah menyewakan penjara ini tidak menyelesaikan “masalah mendasar”, yaitu menurunnya kejahatan yang berujung pada penutupan penjara dan PHK.
Menurunnya jumlah narapidana disebabkan populasi karena warga Belanda yang menua sehingga hampir tidak mungkin melakukan kejahatan.
Selain itu, belakangan, sistem hukum Belanda lebih fokus untuk tidak mendakwa kejahatan yang tak menyebabkan korban, rehabilitasi, vonis pendek, program keterampilan, dan pembauran kembali dengan masyarakat.
Salah satu penjara paling keras di Belanda, Het Arresthuis, di Roermond, dekat perbatasan dengan Jerman, kini malah sudah berubah bentuk.
Bangunan yang dulu sangat ditakuti itu kini sudah diubah menjadi hotel mewah. Margje Spatjens, juru bicara hotel itu, mengatakan, jika ada penjara lain yang tutup, maka pihaknya sudah memiliki pengalaman untuk mengubahnya menjadi hotel.
“Reaksi dari para tamu pada umumnya sangat positif, mesti beberapa tamu merasa agak was-was,” ujar Margje.
Namun, seorang anggota parlemen, Nine Kooiman, menyebut, kosongnya penjara-penjara di Belanda disebabkan polisi malas menangkap para kriminal.
“Jika pemerintah benar-benar bekerja menangkap para penjahat, kita tidak akan menghadapi masalah ini,” ujar Kooiman.
Ketua FNV Frans Carbo punya teori lain. Menurut dia, institusi yang paling bertanggung jawab atas masalah ini adalah Kementerian Kehakiman.
“Kementerian melakukan apa pun untuk menurunkan angka kejahatan di Belanda, sebagian penyebabnya adalah populasi yang menua,” ujar Carbo.
“Kementerian sebenarnya sudah memangkas dan mereorganisasi seluruh rantai. Ini dimulai dengan gagalnya reorganisasi polisi yang menyebabkan kualitas mereka tak sebagus dulu, dengan persentase penyelesaian kasus yang rendah,” papar Carbo.
“Penjara ada di ujung rantai, dan langsung merasakan efek dengan kosongnya sel-sel penjara. Pada 2013, pemerintah memangkas anggaran yang menyebabkan penutupan 19 organisasi,” ujar Carbo. (*/Kp)